jpnn.com, JAKARTA - Apa kontribusi perempuan untuk Indonesia? Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin tidak akan selesai dijawab dalam sehari semalam.
April, menjadi momentum untuk menilik kembali peran perempuan di segala sektor.
BACA JUGA: Ormas Jangan Minta-Minta THR ke Perusahaan, Kecuali
Kenapa April? Pada bulan ini, setiap tanggal 21, menjadi momentum peringatan Hari Kartini. Pemikiran-pemikiran dan aspirasi Kartini membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk memiliki kesempatan berkiprah lebih luas.
Kartini memperjuangkan kesetaraan gender, bahwa perempuan bisa melakukan hal yang sama berpengaruhnya dengan laki-laki.
BACA JUGA: Peringati Hari Kartini, Yohanna Murtika Dorong Perempuan Jadi Sosok Inspiratif
Gender seharusnya tak membatasi perempuan untuk berkiprah dan berkontribusi di segala sektor, baik privat maupun publik.
Dalam kuliah umum “Kepemimpinan Perempuan dan Transformasi Sosial” daring oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu, putri Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Penghageng Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Hayu mengatakan di lingkup Keraton, perempuan telah berperan besar.
BACA JUGA: Jadi Buruan Tim Resmob, Oknum Polisi Bripda PS Ditembak
Dia menyebutkan pada masa sebelum perang Diponegoro, Permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono I, GKR Ageng, merupakan seorang panglima perang.
GKR Ageng, kata dia, juga berperan mendidik Pangeran Diponegoro.
Sementara itu, pada era Sri Sultan HB X, ada perubahan signifikan dalam penempatan perempuan di dalam Keraton. Hayu dan keempat saudara perempuannya diberi tanggung jawab untuk memimpin lembaga di dalam Keraton.
"Posisi yang dulu masih kebanyakan diisi laki-laki, sekarang pemimpinnya perempuan. Otomatis terisi juga abdi dalem perempuan di dalamnya," ujar dia.
Mendorong kepemimpinan perempuan memang menjadi hal yang kerap dibahas akhir-akhir ini.
Acara bertajuk Kepemimpinan Perempuan di Sektor Publik dan Privat ini juga merupakan kolaborasi antara fakultas, Departemen Sosiologi UGM FISIPOL UGM, Social Research Centre, dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (P3AP2) DI Yogyakarta.
Pada kesempatan yang sama, Direktur External Affairs PT HM Sampoerna Tbk., Elvira Lianita mengungkapkan kepemimpinan perempuan di sektor swasta dan publik sangat penting bagi Indonesia maupun dunia.
Mengutip riset Women in the Workplace 2018-2021 yang dilakukan oleh McKinsey & Company, kepemimpinan perempuan di sektor bisnis dan publik bisa menciptakan organisasi yang lebih sehat.
Riset itu juga menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan mampu menghasilkan keputusan yang komprehensif dan inklusif karena mempertimbangkan berbagai aspek.
Kepekaan perempuan dinilai mampu merumuskan strategi perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan mendorong peningkatan performa keuangan perusahaan.
Akan tetapi, riset-riset lainnya menunjukkan, kesetaraan dan keterwakilan perempuan di level manajemen sektor swasta sangat minim.
"Sayangnya, representasi kesetaraan gender belum tercapai baik di level global, maupun Indonesia," kata Elvira.
Untuk lingkup Indonesia, merujuk indeks World Economic Forum dalam laporan Kesenjangan Gender Global 2021, Indonesia menempati peringkat 101 dari 156 negara dalam hal kesetaraan gender. Dengan kondisi ini, Elvira mengatakan, berbagai tantangan dihadapi perempuan ketika menduduki posisi sebagai pemimpin.
Pertama, tantangan menghadapi stereotip gender atau gender bias.
"Stereotip ini ketika perempuan dianggap tidak memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki ketika ada di posisi pimpinan. Biasanya, ini kita temukan di lingkungan pekerjaan yang didominasi laki-laki," kata Elvira.
"Posisi pemimpin itu bukan hanya milik laki-laki. Perempuan juga mampu menjadi pemimpin, ketika dia bisa menunjukkan kinerja yang baik dan berkontribusi bagi perusahaan," lanjut Elvira, yang telah berkarier di Sampoerna dan Philip Morris selama lebih dari dua dekade.
Tantangan kedua, membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Menurut Elvira, sebagai ibu sekaligus profesional, tak sedikit perempuan yang mengalami dilema untuk memberikan hal terbaik bagi keluarga dan perusahaan.
Di masa pandemi ini, tantangan bagi pekerja perempuan semakin berat, karena peran ganda yang harus diembannya.
Data UN Women menunjukkan, di level global, 40 persen perempuan yang bekerja di sektor formal terdampak selama masa pandemi. Sedangkan 60 persen dari total pekerja perempuan dari sektor informal kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, studi McKinsey menyebutkan, pekerja perempuan 1,8 kali lebih rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dibandingkan laki-laki.
"Hal ini karena posisi mereka dalam pekerjaan dianggap tidak terlalu strategis sehingga perusahaan lebih cenderung melepaskan pekerja perempuan. Padahal, sebagian dari mereka adalah tulang punggung keluarga," ujar Elvira.
Meski demikian, Elvira optimistis, ada solusi untuk berbagai tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia profesional. Dia menekankan, yang terpenting adalah memulai dari diri sendiri. Perempuan harus memiliki the right mindset atau pola pikir yang tepat dalam melihat situasi.
"Dalam dunia profesional, kita pasti menemukan situasi bias gender. Tetapi, situasi ini juga memicu saya untuk mematahkan stigma tersebut. Bagaimana caranya? Bekerja giat dan menunjukkannya melalui pencapaian dan kontribusi saya, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga masyarakat sekitar," papar Elvira.
Dengan pembuktian ini, dia yakin kemampuan perempuan akan dipandang dan bias gender akan luruh dengan sendirinya. Ia juga menekankan pentingnya etos kerja, bekerja keras, dan bekerja cerdas.
"Kerja keras baik, tetapi akan lebih maksimal jika kita juga bekerja cerdas," kata dia.
Hal inilah yang diterapkan Elvira dalam menjalankan tugasnya sebagai salah satu pemimpin perempuan di perusahaannya.
Dia bangga berada di perusahaan yang sangat memperhatikan kesetaraan dan menghargai perbedaan. Menurut dia, Sampoerna tidak membeda-bedakan karyawan, termasuk soal gender. Semua karyawan memiliki kesempatan yang sama.
Di Sampoerna, saat ini komposisi tim manajemen puncak atau Dewan Direksi memiliki rasio gender yang seimbang.
"Kami juga menjalankan praktik rekrutmen dan peluang karier yang setara antara laki-laki dan perempuan," ujar Elvira.
Menurutnya, Sampoerna juga berupaya memberikan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawannya melalui berbagai inisiatif dan fasilitas. Selain mendorong kesetaraan, dukungan ini juga diharapkan dapat menciptakan budaya yang inklusif dan mendukung keberagaman.
Ke depannya, Elvira mengatakan, perlu dorongan yang lebih besar dan langkah nyata agar semua pekerja perempuan bisa berperan dan mendapatkan kesempatan mencapai posisi strategis di manajemen serta menjadi bagian dari pengambil keputusan di perusahaan.
Sementara itu, mantan Duta Besar RI untuk Aljazair Safira Machrusah mengatakan sektor layanan publik di Indonesia menunjukkan perkembangan dalam hal memberi ruang yang lebih luas bagi perempuan. Meskipun, belum terlalu signifikan jika dilihat di level global.
Padahal, menurut dia, perempuan bisa diberikan kesempatan yang lebih luas karena memiliki karakter yang mendukung kiprah mereka pada jabatan publik. Salah satu karakter yang dimiliki perempuan adalah kemampuan membangun relasi. (rhs/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti