JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta seluruh Pemerintah Daerah bijak menyikapi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol atau biasa disebut Keppres Miras.
Sebab dengan keputusan tersebut menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Restu Ardi Daud, mengakibatkan terjadinya kekosongan regulasi guna mengklarifikasi Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur peredaran minuman beralkohol.
“Selama ini kan Perda-perda terkait minuman beralkohol itu mengacu pada Keppres tersebut dan tidak ada lagi undang-undang lain. Jadi ketika MA dalam keputusannya membatalkan Keppres tersebut, terjadi kekosongan regulasi untuk mengklarifikasi perda yang ada,” ujarnya di Jakarta, Senin (8/7).
Artinya menurut Daud, implikasi dari pencabutan Keppres ini dapat berakibat dua hal. Bahwa akhirnya dapat saja sebagian pihak menyikapinya dengan menyatakan alkohol dapat dengan bebas diperjualbelikan di daerah tertentu karena ketiadaan aturan. Atau justru dilarang sama sekali jika daerah kemudian mengeluarkan Perda terkait peredaran minuman keras.
Namun daerah tidak bisa melakukan pelarangan jika menggunakan perda yang sebelumnya telah dicabut pemerintah. Karena konsekwensi putusan MA menurut Daud sebagaimana keterangan yang ia terima dari Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, sifatnya tidak berlaku surut.
“Dari tahun 2002 lalu itu kan ada sekitar 22 Perda terkait miras yang sudah diklarifikasi. Jadi yang sudah dibatalkan, tidak bisa otomatis berlaku kembali. Prinsipnya Kemendagri patuh dan mengikuti putusan MA tersebut. Karena itu sekarang ini Pemda bisa menyusun peraturan di daerah masing-masing, namun kita minta itu dilakukan dengan bijak dan proporsional. Supaya tidak mengganggu kehidupan sosial masyarakat,” ujarnya.
Selain itu dengan dicabutnya Keppres dimaksud, Daud juga meminta agar ormas-ormas tertentu tidak melakukan sweeping ke sejumlah tempat. Karena langkah tersebut merupakan tugas dari kepolisian. Kalau itu dilakukan, maka polisi menurutnya perlu bertindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di sisi lain, terkait kekosongan undang-undang yang mengatur peredaran miras, pemerintah dan DPR dalam waktu dekat menurut Daud kemungkinan akan segera melahirkan Rancangan Undang-Undang Minuman Keras (Miras).
“Dari sisi pemerintah, yang menjadi leader untuk menyusun RUU dimaksud ada di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Sementara Kemendagri, Kementerian Agama dan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum) itu sifatya mensupport,” ujarnya.(gir/jpnn)
Sebab dengan keputusan tersebut menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Restu Ardi Daud, mengakibatkan terjadinya kekosongan regulasi guna mengklarifikasi Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur peredaran minuman beralkohol.
“Selama ini kan Perda-perda terkait minuman beralkohol itu mengacu pada Keppres tersebut dan tidak ada lagi undang-undang lain. Jadi ketika MA dalam keputusannya membatalkan Keppres tersebut, terjadi kekosongan regulasi untuk mengklarifikasi perda yang ada,” ujarnya di Jakarta, Senin (8/7).
Artinya menurut Daud, implikasi dari pencabutan Keppres ini dapat berakibat dua hal. Bahwa akhirnya dapat saja sebagian pihak menyikapinya dengan menyatakan alkohol dapat dengan bebas diperjualbelikan di daerah tertentu karena ketiadaan aturan. Atau justru dilarang sama sekali jika daerah kemudian mengeluarkan Perda terkait peredaran minuman keras.
Namun daerah tidak bisa melakukan pelarangan jika menggunakan perda yang sebelumnya telah dicabut pemerintah. Karena konsekwensi putusan MA menurut Daud sebagaimana keterangan yang ia terima dari Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, sifatnya tidak berlaku surut.
“Dari tahun 2002 lalu itu kan ada sekitar 22 Perda terkait miras yang sudah diklarifikasi. Jadi yang sudah dibatalkan, tidak bisa otomatis berlaku kembali. Prinsipnya Kemendagri patuh dan mengikuti putusan MA tersebut. Karena itu sekarang ini Pemda bisa menyusun peraturan di daerah masing-masing, namun kita minta itu dilakukan dengan bijak dan proporsional. Supaya tidak mengganggu kehidupan sosial masyarakat,” ujarnya.
Selain itu dengan dicabutnya Keppres dimaksud, Daud juga meminta agar ormas-ormas tertentu tidak melakukan sweeping ke sejumlah tempat. Karena langkah tersebut merupakan tugas dari kepolisian. Kalau itu dilakukan, maka polisi menurutnya perlu bertindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di sisi lain, terkait kekosongan undang-undang yang mengatur peredaran miras, pemerintah dan DPR dalam waktu dekat menurut Daud kemungkinan akan segera melahirkan Rancangan Undang-Undang Minuman Keras (Miras).
“Dari sisi pemerintah, yang menjadi leader untuk menyusun RUU dimaksud ada di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Sementara Kemendagri, Kementerian Agama dan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum) itu sifatya mensupport,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2 Gagal jadi PNS Bakal Diberi Pesangon
Redaktur : Tim Redaksi