Keputusan Gubernur Anies Sesuai Kebijakan Presiden Harus Didukung Para Menteri

Senin, 14 September 2020 – 14:30 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) DKI Jakarta Eman Sulaeman Nasim menuturkan para menteri dan pejabat publik di tingkat pusat sebaiknya mendukung keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat.

Sebab keputusan tersebut bertujuan melindungi nyawa manusia, baik warga DKI Jakarta maupun nonJakarta. Terlebih, tingkat kematian Covid-19 warga DKI Jakarta dan warga daerah lainnya sudah sangat tinggi.

BACA JUGA: Anies Pastikan Bansos Tetap Jalan Selama PSBB Sampai Akhir Tahun

“Tujuan pemberlakuan PSBB Ketat ini sekaligus memutus mata rantai penularan. Gubernur, sebagai pemimpin merasa bertanggung jawab atas keselamatan nyawa warganya. Sudah seribuan lebih warganya meninggal dunia karena Covid. Belum lagi ratusan tenaga Kesehatan. Harusnya semua pihak termasuk para pejabat pemerintah pusat mendukung dan mensukseskannya. Apalagi kebijakan dan keputusan gubernur tersebut sesuai garis besar kebijakan Presiden Jokowi serta sudah melalui kordinasi dengan pemerintah pusat,“ papar Eman.

Menurut pria yang juga menjabat pengamat kebijakan publik ini tidak pantas bila pejabat publik setingkat menteri mengkritik kebijakan gubernur sebagai kepala daerah secara terbuka dan disebarluaskan di media massa.

BACA JUGA: Hari Pertama Pemberlakuan PSBB, Jumlah Penumpang KRL Menyusut

Hal ini selain membuat gaduh juga membingungkan masyarakat. Seharusnya, para pejabat bisa mengajak gubernur duduk bersama, berdiskusi menanyakan alasan mengapa PSBB Ketat dikeluarkan.

Sebaliknya pihak pejabat publik itu juga dapat menyampaikan keberatan keberatan beserta alasan yang masuk akal  kepada gubernur.

BACA JUGA: Sudah Bosan dengan Pemain Sepak Bola, Kiki Amalia Cari Pendamping yang Seperti ini

“Gubernur DKI Jakarta ini doktor lulusan perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, , demokratis dan moderat. Sangat menerima perbedaan pendapat. Beliau sebelum mengambil keputusan selalu dipikirkan masak masak dampaknya. Selain itu menerima masukan masukan dari masyarakat luas. Kalau masukan masukan itu disampaikan secara baik, pasti akan diterima dengan baik," papar dia.

"Jadi alangkah baiknya, jika sesama pejabat publik melakukan kordinasi dan berdiskusi apabila ada perbedaan pendapat dan kebijakan. Jangan langsung disampaikan ke publik lewat media massa sehingga menjadi polemik dan  membingungkan masyarakat,” seru mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI ini.

Lebih lanjut Dosen Kebijakan Publik di Institut STIAMI ini menjelaskan, diterapkannya PSBB lebih ketat dari pada PSBB Transisi, karena warga masyarakat sangat tidak disiplin dalam menegakkan protokol Kesehatan 3 M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

“Pemberlakuan kembali PSBB yang lebih ketat ini, adalah salah satu upaya gubernur untuk kembali mendisiplinkan warga agar menerapkan protokol kesehatan. Saat PSBB Transisi kemarin, kita lihat phenomena yang terjadi, masyarakat susah diajak pakai masker, susah dilarang berkumpul. Tujuan pemberlakuan PSBB ini adalah untuk menyelamatkan kita semua, menyelamatkan nyawa warga agar tidak makin banyak yang jadi korban keganasan Virus Corona,” tegas anggota dewan penasehat ILUNI UI ini.

Karena itu, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta memberlakukan PSBB ketat ini. Dia berharap pemberlakuan PSBB ini dapat berdampak positif dan bisa menghentikan rantai penyebaran atau penularan Covid.

Selain itu DRD DKI juga melakukan pemantauan dan pengkajian atas berbagai fenomena yang terjadi di Jakarta. Hasil kajian dan masukan dari DRD DKI Jakarta atas berbagai problema yang terjadi di Jakarta, secara rutin diminta maupun tidak diminta disampaikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

“Seharusnya, setiap 3 bulan sekali DRD DKI Jakarta melakukan pertemuan tatap muka atau daring dengan bapak Gubernur menyampaikan pendapat dan hasil kajian serta usulan-usulan para pakar yang tergabung di DRD DKI Jakarta. Namun karena kesibukan dua pemimpin Jakarta  tersebut, pertemuannya dimundur menjadi setiap 6 bulan sekali. Namun jika ada hal-hal yang mendesak, DRD DKI Jakarta mengadakan pertemuan atau kordinasi dengan kepala atau wakil kepala BAPEDA DKI Jakarta,” jelas Eman.(chi/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler