jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai keputusan impor beras sangat berbahaya bagi kelangsungan ketahanan pangan.
Sebab, ketika impor beras dilakukan, harga beras di pasar tidak turun seketika tetapi yang jelas turun ialah harga pembelian gabah di level petani.
BACA JUGA: Impor Sudah Tiba, Harga Beras Turun? Begini Kata Pedagang
"Impor beras tidak bisa menjawab masalah di awal 2023 ke depan,” ujar Bhima kepada JPNN, Selasa (20/12).
Menurut Bhima, sebelum pemerintah melakukan impor sebaiknya data beras diperbaiki terlebih dahulu.
BACA JUGA: Ini Mekanisme Kedatangan Impor Beras 2022
Misalnya, silang pendapat soal stok beras masih terjadi antar kementerian dan lembaga, padahal sudah ada Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog.
"Kalau melakukan impor perhatikan juga dampak ke harga gabah dan beras dilevel petani, nantinya bisa turun dan membuat petani berpindah ke tanaman pangan selain padi," kata Bhima.
BACA JUGA: Minta Pemerintah Pusat Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras, Ganjar: Hitung dong Dengan Baik
Artinya, jika impor menjadi jawaban setiap kali terjadi gejolak harga pangan, hal tersebut akan menurunkan minat petani di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan membeberkan mekanisme masuknya impor beras asal Vietnam, Thailand, Pakistan, dan Myanmar.
Adapun sebanyak 500 ribu ton beras impor itu akan masuk bertahap hingga Februari 2023 dan sampai akhir tahun ini, 200 ribu ton beras impor akan masuk ke Indonesia melalui 14 titik pelabuhan di Indonesia.
Untuk itu, Bhima menyarankan sebaiknya hulu pertanian tanaman pangan dibenahi, seperti melakukan perluasan lahan padi, regenerasi petani dan alokasi subsidi pupuk ditambah signifikan.
"Itu penting agar biaya produksi beras bisa lebih kompetitif dibanding negara lain di asia tenggara," tegas Bhima.(mcr28/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari