JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat dinilai sangat membahayakan. Untuk kepentingan bangsa dan negara, harus ada satu lembaga penyeimbang MK hingga keputusannya tidak superbody.
Hal tersebut dikatakan tenaga profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhanas, Syafran Sofyan, dalam Dialog Kenegaraan bertema "Mendesak Tata Ulang Sistem Ketatanegaraan Indonesia", di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (12/6).
"Peran Mahkamah Konstitusi yang keputusannya final, ini berbahaya sekali. Harus dipikirkan lembaga penyeimbang Mahkamah Konstitusi hingga keputusannya tidak superbody," kata Syafran Sofyan.
Pentingnya lembaga penyimbang MK tersebut lanjut Syafran, sudah melalui kajian Lemhanas yang dilakukan tahun 2010 lalu. Tidak itu saja, Lemhanas juga sudah melakukan kajian menyeluruh terhadap pelaksanaan amandemen 4 UUD 45.
"Mereposisi MK itu harus melalui amandemen V dan itu sangat dimungkinkan agar fungsi chek and balanced diantara lembaga negara berjalan secara seimbang. Hal yang tidak boleh disentuh dalam amandemen hanya dua hal yakni Pembukaan dan NKRI karena dua hal tersebut merupakan tujuan kita berbangsa dan bernegara," tegasnya.
Selain itu, dia juga menyarankan dalam proses amandemen V, MPR nantinya harus didampingi oleh Komisi Konstitusi guna mengakselerasi substansi amandemen sehingga hasil amandemen V itu benar-benar bisa menjawab berbagai kebutuhan bangsa ini.
Terakhir dikatakannya, sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, rakyat belum diuntungkan dengan sistem demokrasi yang saat ini berlangsung. "Saat ini yang terjadi malah meratanya korupsi sementara rata-rata pendidikan warga negara masih berkutat di angka 7,5 tahun. Artinya rata-rata pendidikan warga negara Indonesia belum tamat SMP," ungkapnya. (fas/jpnn)
Hal tersebut dikatakan tenaga profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhanas, Syafran Sofyan, dalam Dialog Kenegaraan bertema "Mendesak Tata Ulang Sistem Ketatanegaraan Indonesia", di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (12/6).
"Peran Mahkamah Konstitusi yang keputusannya final, ini berbahaya sekali. Harus dipikirkan lembaga penyeimbang Mahkamah Konstitusi hingga keputusannya tidak superbody," kata Syafran Sofyan.
Pentingnya lembaga penyimbang MK tersebut lanjut Syafran, sudah melalui kajian Lemhanas yang dilakukan tahun 2010 lalu. Tidak itu saja, Lemhanas juga sudah melakukan kajian menyeluruh terhadap pelaksanaan amandemen 4 UUD 45.
"Mereposisi MK itu harus melalui amandemen V dan itu sangat dimungkinkan agar fungsi chek and balanced diantara lembaga negara berjalan secara seimbang. Hal yang tidak boleh disentuh dalam amandemen hanya dua hal yakni Pembukaan dan NKRI karena dua hal tersebut merupakan tujuan kita berbangsa dan bernegara," tegasnya.
Selain itu, dia juga menyarankan dalam proses amandemen V, MPR nantinya harus didampingi oleh Komisi Konstitusi guna mengakselerasi substansi amandemen sehingga hasil amandemen V itu benar-benar bisa menjawab berbagai kebutuhan bangsa ini.
Terakhir dikatakannya, sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, rakyat belum diuntungkan dengan sistem demokrasi yang saat ini berlangsung. "Saat ini yang terjadi malah meratanya korupsi sementara rata-rata pendidikan warga negara masih berkutat di angka 7,5 tahun. Artinya rata-rata pendidikan warga negara Indonesia belum tamat SMP," ungkapnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diperkirakan 16.200 CJH Batal Berangkat
Redaktur : Tim Redaksi