JAKARTA--Anggota Komisi VII DPR yang membidangi Lingkungan Hidup, Rofi Munawar mengatakan kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) dan pelanggaran peruntukan tata ruang sudah terjadi secara massif di berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena pengawasan dan tata kelola yang dilakukan oleh pemerintah semakin melemah.
Di Kalimantan misalnya. Menurut Rofi Munawar, tercatat sekitar 72 persen lahan dijadikan usaha sektor pertambangan dan sawit. "Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan ditentukan minimal 45 persen dari luas Pulau Kalimantan diperuntukan bagi perlindungan kawasan konservasi dan perlindungan bervegetasi," kata Rofi Munawar, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (1/3).
Dikatakannya, berbagai bencana alam yang saat ini terjadi sangat berkorelasi dengan kondisi lingkungan hidup yang tidak dikelola secara baik tersebut. Ekploitasi dan ekspansi yang berlebihan terhadap sumber daya alam pada akhirnya akan lebih menyengsarakan rakyat bangsa ini.
"Karena itu, Fraksi PKS di Komisi VII DPR dalam berbagai kesempatan saat rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), mendesak agar Menteri KLH, Balthasar Kambuaya melakukan langkah-langkah perbaikan kualitas lingkungan hidup secara nasional. Tingkatkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di seluruh wilayah Indonesia, terutama yang berpredikat sedang dan rendah termasuk daerah rawan bencana," tegasnya.
Selain dia juga mendesak Kementerian LH mempublikasikan dokumen izin lingkungan dan izin pengelolaan limbah B3 pada setiap izin kegiatan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. "Ini sebagai bentuk transparansi dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan generasi berikutnya sebagai pewaris sah lingkungan hidup," tegas Rofi.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif dan perkebunan harus menaati proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), program reklamasi pasca tambang, dan menjaga keseimbangan ekosistem saat melakukan eksplorasi maupun produksi, imbuhnya.
"Sejak tahun 2010 Kementerian LH memberikan 77 izin penggunaan lahan hutan untuk pertambangan. Sejak itu pula, 43.136 hektar lahan telah dimanfaatkan untuk pertambangan. Selain itu, ada pula 68 izin pinjam pakai hutan seluas 50.113 hektar. Yang kita sesalkan, tingkat ketaatan kinerja pengendalian pencemaran lingkungan yang dilakukan industri hanya mencapai 69 persen," ungkap anggota DPR dari Jawa Timur itu.
Mestinya pemerintah pusat dan daerah harus tegas dan berkomitmen kuat menekan degradasi lingkungan dengan cara menindak perusahaan-perusahaan yang melakukan kerusakan, kalau perlu sampai ke pengadilan, harap Rofi.
Terakhir, dia juga mengungkap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 26 perusahaan pertambangan yang tidak mengikuti aturan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara sebanyak Rp90,6 miliar dan 38 ribu dolar AS. "Temuan BPK tersebut bisa dijadikan dasar hukum untuk mengusut perusahaan tambang diamksud," sarannya. (fas/jpnn)
Di Kalimantan misalnya. Menurut Rofi Munawar, tercatat sekitar 72 persen lahan dijadikan usaha sektor pertambangan dan sawit. "Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan ditentukan minimal 45 persen dari luas Pulau Kalimantan diperuntukan bagi perlindungan kawasan konservasi dan perlindungan bervegetasi," kata Rofi Munawar, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Jumat (1/3).
Dikatakannya, berbagai bencana alam yang saat ini terjadi sangat berkorelasi dengan kondisi lingkungan hidup yang tidak dikelola secara baik tersebut. Ekploitasi dan ekspansi yang berlebihan terhadap sumber daya alam pada akhirnya akan lebih menyengsarakan rakyat bangsa ini.
"Karena itu, Fraksi PKS di Komisi VII DPR dalam berbagai kesempatan saat rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), mendesak agar Menteri KLH, Balthasar Kambuaya melakukan langkah-langkah perbaikan kualitas lingkungan hidup secara nasional. Tingkatkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di seluruh wilayah Indonesia, terutama yang berpredikat sedang dan rendah termasuk daerah rawan bencana," tegasnya.
Selain dia juga mendesak Kementerian LH mempublikasikan dokumen izin lingkungan dan izin pengelolaan limbah B3 pada setiap izin kegiatan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. "Ini sebagai bentuk transparansi dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan generasi berikutnya sebagai pewaris sah lingkungan hidup," tegas Rofi.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif dan perkebunan harus menaati proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), program reklamasi pasca tambang, dan menjaga keseimbangan ekosistem saat melakukan eksplorasi maupun produksi, imbuhnya.
"Sejak tahun 2010 Kementerian LH memberikan 77 izin penggunaan lahan hutan untuk pertambangan. Sejak itu pula, 43.136 hektar lahan telah dimanfaatkan untuk pertambangan. Selain itu, ada pula 68 izin pinjam pakai hutan seluas 50.113 hektar. Yang kita sesalkan, tingkat ketaatan kinerja pengendalian pencemaran lingkungan yang dilakukan industri hanya mencapai 69 persen," ungkap anggota DPR dari Jawa Timur itu.
Mestinya pemerintah pusat dan daerah harus tegas dan berkomitmen kuat menekan degradasi lingkungan dengan cara menindak perusahaan-perusahaan yang melakukan kerusakan, kalau perlu sampai ke pengadilan, harap Rofi.
Terakhir, dia juga mengungkap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 26 perusahaan pertambangan yang tidak mengikuti aturan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara sebanyak Rp90,6 miliar dan 38 ribu dolar AS. "Temuan BPK tersebut bisa dijadikan dasar hukum untuk mengusut perusahaan tambang diamksud," sarannya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengacara Minta Sprindik Diperiksa Forensik
Redaktur : Tim Redaksi