JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakil Daerah (DPD) RI, Laode Ida mengatakan, kerusuhan yang memakan korban jiwanya di Musi Rawas, Sumatera Selatan, sungguh memprihatinkan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menurut Laode Ida, tidak bisa menyalahkan terjadinya peristiwa tersebut sebagai kelalaian pihak Polri.
"Peristiwa itu terjadi juga bagian dari implikasi ketidakbecusan kerja pihak pemerintah terkait dengan usul pembentukan daerah otonomi baru (DOB)," kata Laode Ida, kepada JPNN, Kamis (2/5).
Perlu dicatat, Musi Rawas Utara (MRU) adalah salah satu dari 19 calon DOB yang dibahas di Komisi II DPR bersama pemerintah dan DPD, dimana selama tiga kali masa sidang baru diselesaikan atau disetujui 14 DOB. "Sementara lima calon DOB lainnya termasuk MRU disepakati masih akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya," ungkap Laode.
Terhadap proses pembahasan calon DOB itu, lanjut Laode, sangat terkesan pihak pemerintah terus mempersulit dan mengulur waktu, tak menghargai fakta pengorbanan dan harapan masyarakat daerah pengusul yang sangat berharap.
"Berbagai alasan dari pihak pemerintah terkesan sangat mengada-ada, sehingga membuat kesal pihak pengusul. Pada saat yang sama, pemerintah tidak proaktif mencegah potensi konflik," kata senator asal Sulawesi Tenggara itu.
Padahal, jika tidak setujui, maka akan dengan mudah sejak sebelum usul pemekaran disampaikan ke pusat (apakah melalui DPR, DPD atau ke Kemendagri sendiri), menurut Laode, pihak pemerintah bisa langsung berkoordinasi dengan Pemda untuk menahan usul itu. Karena bagaimana pun Pemda adalah eksekutif di bawah koordinasi pemerintah pusat khususnya Kemendagri.
"Jika suatu usul pemekaran sudah di-AMPRES-kan, sebenarnya seluruh persyaratan dasar untuk jadi usul DOB sudah terpenuhi, sehingga sangat lemah alasan untuk menahannya. Atau, pihak pemerintah bisa turun bersama DPR dan DPD untuk berdiskusi di lapangan (dengan masyarakat) untuk mengecek secara langsung termasuk di dalam mengkonfrontir dokumen dengan data lapangan, dan dari sana bisa muncul kesepahaman prinsip," ujar Laode.
Menurut Laode, hal ini penting karena jika hanya berdasarkan dokumen atau data sekunder, standar kelayakan juga bisa direkayasa oleh para intelektual pesanan (tukang).
Mencermati cara dan proses yang terjadi atas usulan DOB MRU, menurut Laode terkesan sekali pihak Kemendagri selama ini sangat arogan dengan posisinya. "Bahkan juga tercium aroma transaksi dalam prosesnya termasuk memanfaatkan kesempatan saat turun lapangan," ujar Laode Ida. (fas/jpnn)
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menurut Laode Ida, tidak bisa menyalahkan terjadinya peristiwa tersebut sebagai kelalaian pihak Polri.
"Peristiwa itu terjadi juga bagian dari implikasi ketidakbecusan kerja pihak pemerintah terkait dengan usul pembentukan daerah otonomi baru (DOB)," kata Laode Ida, kepada JPNN, Kamis (2/5).
Perlu dicatat, Musi Rawas Utara (MRU) adalah salah satu dari 19 calon DOB yang dibahas di Komisi II DPR bersama pemerintah dan DPD, dimana selama tiga kali masa sidang baru diselesaikan atau disetujui 14 DOB. "Sementara lima calon DOB lainnya termasuk MRU disepakati masih akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya," ungkap Laode.
Terhadap proses pembahasan calon DOB itu, lanjut Laode, sangat terkesan pihak pemerintah terus mempersulit dan mengulur waktu, tak menghargai fakta pengorbanan dan harapan masyarakat daerah pengusul yang sangat berharap.
"Berbagai alasan dari pihak pemerintah terkesan sangat mengada-ada, sehingga membuat kesal pihak pengusul. Pada saat yang sama, pemerintah tidak proaktif mencegah potensi konflik," kata senator asal Sulawesi Tenggara itu.
Padahal, jika tidak setujui, maka akan dengan mudah sejak sebelum usul pemekaran disampaikan ke pusat (apakah melalui DPR, DPD atau ke Kemendagri sendiri), menurut Laode, pihak pemerintah bisa langsung berkoordinasi dengan Pemda untuk menahan usul itu. Karena bagaimana pun Pemda adalah eksekutif di bawah koordinasi pemerintah pusat khususnya Kemendagri.
"Jika suatu usul pemekaran sudah di-AMPRES-kan, sebenarnya seluruh persyaratan dasar untuk jadi usul DOB sudah terpenuhi, sehingga sangat lemah alasan untuk menahannya. Atau, pihak pemerintah bisa turun bersama DPR dan DPD untuk berdiskusi di lapangan (dengan masyarakat) untuk mengecek secara langsung termasuk di dalam mengkonfrontir dokumen dengan data lapangan, dan dari sana bisa muncul kesepahaman prinsip," ujar Laode.
Menurut Laode, hal ini penting karena jika hanya berdasarkan dokumen atau data sekunder, standar kelayakan juga bisa direkayasa oleh para intelektual pesanan (tukang).
Mencermati cara dan proses yang terjadi atas usulan DOB MRU, menurut Laode terkesan sekali pihak Kemendagri selama ini sangat arogan dengan posisinya. "Bahkan juga tercium aroma transaksi dalam prosesnya termasuk memanfaatkan kesempatan saat turun lapangan," ujar Laode Ida. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Bupati Bogor Soal Suap Kuburan
Redaktur : Tim Redaksi