Kesaksian Dua Anak Buah Entengkan Hartati

Senin, 17 Desember 2012 – 17:09 WIB
JAKARTA - Posisi Hartati Murdaya yang didakwa menyuap Rp 3 miliar kepada Bupati Buol cukup terbantu setelah dua saksi dari PT Hardaya Inti Plantations (HIP), Totok Lestiyo dan Arim dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/12). Totok adalah Direktur di PT HIP, sedangkan Arim merupakan financial controller.

Dari kesaksian Arim terungkap bahwa Hartati hanya menyetujui pemberian uang sebesar Rp 1 miliar kepada Amran Batalipu selaku Bupati Buol. Maksud pemberian itu sebagai jaminan keamanan bagi lahan dan pabrik PT HIP di Buol.

"Saya tahunya uang itu (Rp 1 miliar) cuma buat membayar pengamanan kebun yang saat itu sedang diduduki oleh preman," kata Arim di hadapan Majelis Hakim Tipikor yang diketuai oleh Gusrizal. Pembahasan mengenai uang Rp 1miliar itu terjadi di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, yang dihadiri oleh Totok dan Hartati pada 11 Juni lalu

Menurut Arim, dalam pertemuan itu Amran meminta bantuan Rp 3 miliar untuk biaya kampanye. Namun Arim menyebut Hartati saat itu tidak mengindahkan permintaan Amran. Sebab, Hartati justru fokus membicarakan keamanan kebunnya.

Namun Amran kembali mengajukan permintaan saat makan bersama dengan Totok di Restoran Chartered Box, Grand Hyatt Jakarta pada hari sama. Totok yang juga dicecar saat menjadi saksi mengakui bahwa Amran memang meminta bantuan untuk membeli sembako guna kepentingan Pemilukada Buol.

"Saya tidak tahu isi pembicaraan di Hyatt karena datang terlambat. Tetapi, Arim kemudian memberitahu saya dalam perjalanan pulang dari pertemuan itu, pak Amran meminta uang Rp 3 miliar. Waktu di Chartered Box dia cuma bilang minta bantuan buat beli sembako menjelang pilkada," kata Totok.

Akhirnya pada tanggal 17 Juni dini hari, Arim dan General Manager PT HIP, Yani Anshori, mengantarkan duit Rp 1 miliar itu ke Amran di rumahnya di Buol. Tetapi setelah itu, baik Arim maupun Totok tidak melapor ke Hartati.

Totok mengatakan, dirinya dan Arim tak perlu lapor ke Hartati setiap mengeluarkan uang. Alasannya, Totok dan Arim punya kewenangan khusus. "Kami sudah biasa melakukan itu setiap hari. Jadi kami tidak pernah melapor," ujar Totok.

Lalu, mengenai uang Rp 2 miliar yang diberikan kepada Amran, baik Arim maupun Totok mengaku tidak pernah meminta persetujuan Hartati. Alasannya, uang itu dikeluarkan karena dalam kondisi terdesak dan demi menyelamatkan perusahaan. Bahkan setelah pemberian uang, Totok mengaku tidak melaporkan pada Hartati.

"Saat Pak Amran bilang butuh  bantuan, saya langsung ketemu Pak Arim di PRJ. Saya katakan kalau kita tidak bantu nanti mogok lagi. Nanti ruginya lebih besar dan untuk bantu ekonomi di Buol karena ekonomi Buol tergantung dari perusahaan kita. Jadi minta disiapkan dua miliar melalui Arim," kata Totok.

"Jadi ada permintaan dana dari Amran saat bertemun di Grand Hyatt itu?" tanya hakim."Ya, benar, Yang Mulia,” kata Totok.

Lantas bagaimana dengan pemberian Rp 2 miliar ke Amran dari perusahaan Hartati? “Yang Rp2 miliar itu atas perintah Pak Totok. Saya tidak melapor atau menyampaikannya ke Ibu,” kata Arim.

Seperti diketahui Hartati Murdaya didakwa memerintahkan pemberian uang sebesar Rp 1 miliar lewat Gondo Sudjono dan sebesar Rp 2 miliar lewat Arim, sehingga semuanya berjumlah Rp 3 miliar kepada Amran Abdullah Batalipu.  Uang itu diberikan agar Amran mau mengusahakan penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha lahan kelapa sawit sebesar 75 ribu hektar milik PT Hardaya Inti Plantation dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit seluas 4500 hektar yang diajukan PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.

Jaksa Penuntut Umum KPK menyusun surat dakwaan Hartati Murdaya dalam bentuk alternatif. Pertama, dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman maksimalnya pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp 250 juta.

Kedua, Miss Poo -sapaan Hartati- dijerat dengan pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman maksimalnya pidana penjara tiga tahun dan denda Rp 150 juta. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setahun, Komjak Terima 1.107 Laporan Jaksa Nakal

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler