Keterlibatan PNS Bakal Diawasi Ketat

Jumat, 31 Agustus 2012 – 05:31 WIB
JAKARTA - Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) jangan coba-coba berpihak pada satu calon pada pemilukada di daerahnya masing-masing. Apalagi jika nekad menjadi anggota tim sukses. Resikonya bisa masuk penjara selama enam bulan.

Ini setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memastikan Panwaslu di seluruh daerah akan memperketat pengawasan terhadap kemungkinan PNS bersikap tidak netral. Anggota Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas menjelaskan, sanksi terhadap PNS yang terbukti menjadi timses sudah tegas, pascaterbitnya putusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal 116 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasar putusan MK, Pasal 116 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selengkapnya harus dibaca, “Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah)".

Sedang Pasal 80 UU 32/2004 menyatakan, “Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye”.

Endang menjelaskan mekanisme Panwaslu dala menjerat PNS yang tidak netral. Pertama, jika ada laporan atau temuan Panwaslu di daftar anggota timses ada nama yang diindikasikan seorang PNS, maka Panwaslu akan menyurati Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atau kepala daerahnya. Tujuannya untuk memastikan benar-tidaknya nama tesebut seorang anggota PNS.

"Kita surati BKD atau kepala daerahnya, benar nggak dia PNS. Kalau sudah ada jawaban bahwa memang benar PNS, maka itu sudah bisa menjadi dasar untuk dilakukan tindakan selanjutnya. Laporan dari pelapor yang membawa SK bahwa dia PNS, juga bisa menjadi bukti," ujar Endang Wihdatiningtyas kepada JPNN di Jakarta, kemarin (30/8).

Berikutnya, Panwaslu akan melakukan kajian atas laporan atau temuan tersebut, termasuk melakukan pemanggilan saksi-saksi untuk proses klarifikasi. Setelah itu, hasilnya dibawa ke rapat pleno Panwaslu untuk memutuskan ada tidaknya pelanggaran oleh PNS tersebut.

Bila dinyatakan ada pelanggaran, maka harus dipastikan jenis pelanggarannya, apakah pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik PNS, atau sudah masuk pelanggaran pidana pemilu. "Jika tergolong pidana pemilu, maka diteruskan ke polisi untuk proses hukum selanjutnya," terang perempuan berjilbab itu.

Bagaimana jika nama PNS yang terlibat itu tidak masuk dalam daftar anggota timses? Bagaimana cara menindaknya? Endang menjelaskan, Panwaslu akan melihat kadar keterlibatannya. "Misalnya, apakah dia jadi jurkam? Kalau jurkam, dia koar-koar, naik panggung. Atau dia berada di satu tempat tapi tidak memakai atribut, semua pasti dikaji untuk menakar tingkat keterlibatannya," terang Endang.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Muhammad Alhamid mengingatkan para PNS agar memerhatikan betul putusan judicial review MK yang terkait dengan netralitas PNS dalam pilkada. Putusan MK itu tegas menyatakan adanya sanksi PNS yang tidak netral.

"Ini juga memberi ruang luas kepada panwaslu di daerah melakukan pengawasan terhadap PNS yang terlibat politik," ujar Muhammad Alhamid. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Perlu Protes Karena Sultan Tak Boleh Berpartai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler