jpnn.com - JAKARTA - Empat jaksa gadungan pemeras, divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Keempatnya adalah Guru SD Negeri Bilakiri Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah Sahwan, dan tiga wiraswasta Lalu Sahnun Yadi, Hasnul Hasan dan Kamarudin.
BACA JUGA: KPK Yakin Pemeriksaan Gatot oleh Kejaksaan Akan Lancar
Jaksa penuntut umum atau jaksa asli sebelumnya sempat pikir-pikir atas putusan majelis tersebut. Namun, dalam perkembangannya Selasa (10/11) JPU akhirnya menerima putusan yang dibacakan pada 19 Oktober 2015 itu.
"Saat ini telah JPU telah menerima putusan tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Selasa (10/11).
BACA JUGA: Anak Buah Surya Paloh Minta Audit Petral Diserahkan ke Penegak Hukum
Keempatnya dijerat pasal 12 huruf e juncto pasal 15 Undang–undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 53 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. Sahwan divonis enam tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Hasnul Hasan divonis lima tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Kamarudin dan Lalu Sahnun Yadi masing-masing divonis empat tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
“Terhadap putusan pengadilan tersebut, terdakwa Kamarudin menerima putusan sedangkan terdakwa lainnya menyatakan banding,” kata Amir.
BACA JUGA: Direksinya Dipidanakan, Kementrian BUMN Tak Mau Tinggal Diam
Kasus ini berawal ketika Sahwan bersama ketiga rekannya memanfaatkan kewenangan kejaksaan dalam penanganan tipikor dengan mencari kasus atau permasalahan yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat. Kemudian, mereka membuat surat panggilan palsu mengatasnamakan Kejagung.
Keempatnya kemudian memanfaatkan surat palsu yang seolah-olah berasal dari Bidang Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dengan nomor: 324/PISDUS/IV/ 2015 dengan memalsukan tandatangan Direktur Penyidikan Maruli Hutagalung selaku penyidik.
Surat panggilan dengan tandatangan palsu itu ditujukan kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Barat Akhmad. Surat palsu itu meminta keterangan terhadap Akhmad atas adanya indikasi pekerjaan proyek KPDT tahun 2013 di Lombok Barat yaitu pembangunan tiga Dermaga yang tidak sesuai spek dan terjadi penyelewengan dana proyek.
“Karena ketakutan Kepala Dinas Pehubungan Lombok Barat kemudian mempercayai Sahwan dan ketiga rekannya akan membantu,” katanya.
Namun, aksi jaksa gadungan itu pun terbongkar. Setelah ditangkap, penyidik Kejagung menetapkan keempatnya sebagai tersangka pada 28 April 2015. Proses penyidikan pun berjalan. Berkas perkara empat tersangka dinyatakan lengkap pada 1 Juni 2015.
Kemudian, pada 3 Juni 2015 dilaksanakan penyerahan para tersangka dan barang bukti ke PN Mataram. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dimulai pada 16 Juni 2015. Putusan akhirnya dibacakan pada 19 Oktober 2015. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Mengundang Kemarahan Rakyat Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi