Ketika Lari Jadi Gaya Hidup

Senin, 22 September 2014 – 03:32 WIB

jpnn.com - Berlari kini bukan lagi hanya salah satu jenis olahraga. Lari telah menjadi ajang eksistensi para penikmatnya. Mulai diminati banyak orang sejak empat tahun lalu, sampai saat ini popularitas olahraga itu tak juga surut.

*****

BACA JUGA: Enceng Gondok pun Jadi Ankle Boots

Perkembangan lari di Surabaya berkaitan erat dengan komunitas yang bernama Indo Runners. Komunitas itu didirikan Chris Paul Kawinda pada Juni 2012. Laki-laki 26 tahun tersebut membentuk Indo Runners Surabaya dengan seizin Indo Runners Jakarta yang didirikan tiga tahun sebelumnya. Dua–tiga bulan pertama, memang hanya sedikit peminat Indo Runners Surabaya. Di antara yang sedikit itu, ada Reza Ferdian, 29.

Reza kali pertama mencoba lari pada Februari 2013. Tepatnya pada suatu Minggu pagi. Meeting point-nya salah satu apotek di daerah Jalan Raya Darmo. Hanya Reza dan Wenly Sulistio, 24, yang datang saat itu.

BACA JUGA: Kesan Mewah dengan Cutting Ballgown di Hari Pernikahan

Meski hanya berdua, mereka tetap bersemangat. Reza mencatat jarak 1 km dalam debutnya. Terbilang pendek memang. Namun, hasil itu tak membuatnya patah semangat. Dia terus berlari pada minggu-minggu berikutnya. Hingga para peserta semakin banyak. Mereka kemudian tak lagi melulu berlari di jalanan beraspal seperti biasa. Pada pertengahan 2013, para anggota Indo Runners mulai mencoba jenis trek lain. Misalnyatrail run (lari di gunung atau perbukitan). Dalam setiap kegiatan trail run, biasanya peserta bisa memilih kategori half marathon (21,097 kilometer) atau full marathon (42,195 kilometer). Reza sendiri sudah mengikuti banyak trail run. Namun, menurut dia, yang paling berkesan adalah ikuthalf marathon di Gunung Rinjani tahun lalu. Di tengah pemandangan yang indah, sebagai penghobi fotografi dia bisa puas mengabadikan momen. ”Saya ambil foto teman-teman saat lari di atas ketinggian sekitar 2.400 mdpl,” papar laki-laki yang kini terbiasa berlari 50 kilometer dalam seminggu tersebut.

Menurut Reza, perkembangan penyuka lari yang paling signifikan terjadi tahun ini. Ada banyak event lari yang digelar dan antusiasme masyarakat untuk ikut sangat tinggi. Misalnya saja Bromo Marathon 7 September lalu. Ada 40 pegiat lari dari Surabaya yang berangkat. Yang paling baru adalah event Bali Marathon 14 September lalu. Ada 30 pelari dari Kota Pahlawan yang mengikuti helatan tersebut.

BACA JUGA: Makin Ganas di Ranjang usai Vasektomi

Memang tidak semuanya bisa cut-off time (mencapai garis finis dalam waktu yang ditentukan). Namun, rasa bangga karena menjadi bagian dari salah satu event lari besar di Indonesia tidak dapat dimungkiri. ”Saya benar-benar merasakan manfaat lari, khususnya di bidang kesehatan,” ujar Chris Paul Kawinda, yang sampai saat ini masih aktif sebagai koordinator Indo Runners Surabaya.

Dulu Chris adalah perokok berat. Saat menjadi sakit-sakitan, dia bertekad mengubah gaya hidup. Chris punya kebiasaan merokok mulai usia 12 tahun. Di usia belia tersebut, dia bisa menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari. Saat usianya 24 tahun, Chris bisa habis sampai tiga bungkus rokok isi 12 batang dalam sehari. Efek sampingnya, dia sakit-sakitan. Ketika terpapar udara dingin, alerginya langsung muncul. Sesak napas. Atasannya di kantor menganjurkan Chris berlari. ”Kebetulan atasan saya penghobi lari,” ucapnya.

Meski memulainya tidak mudah, Chris berusaha mendukung kegiatannya dengan minta izin mendirikan Indo Runners dari pusatnya di Jakarta dan langsung disetujui. Untuk mempromosikan komunitas itu, Chris membuatkan page Facebook Indo Runners Surabaya yang mengumumkan jadwal lari dan titik pertemuan sebelum lari. Awalnya, jadwal lari hanya Minggu pagi (Sunday Morning Run/SMR). Tapi, semakin banyak peminatnya, semakin banyak pula yang minta jadwal ditambah.

Selain SMR, sekarang jadwal lari bertambah dengan Selasa malam (Tuesday Night Run) dan Kamis malam (Thursday Night Run). ”Saat lari, jangan takut ditinggal. Sebagian besar orang tidak sampai 1 kilometer sudah berhenti, wajar,” imbuhnya.

Chris sendiri awalnya hanya kuat berlari secara konstan sepanjang 2 kilometer. Saat itu dia sudah mulai mengurangi konsumsi rokoknya. Apakah lari seakan menjadi terapinya untuk berhenti merokok? Chris menolak dikatakan demikian. Bagi dia, lari membawa perasaan yang menyenangkan. ”Mungkin seperti perasaan jatuh cinta, tapi kali ini dengan olahraga lari,” ucapnya, lantas tertawa.

Konsumsi rokok Chris memang tidak langsung mandek. Prosesnya bertahap hingga saat ini dia tidak pernah menyentuh rokok lagi. Sesak napas yang dia alami begitu kena udara dingin kini menghilang begitu saja. Sejak rutin berlari tiga kali dalam seminggu, Chris rupanya juga melirik event lari seperti half marathonfull marathonultra run (lebih dari 42 kilometer), hingga trail run. ”Awalnya terasa mustahil, masak sih saya bisa lari di gunung,” ucapnya.

Tapi, namanya penasaran, Chris mencoba trail run. Rasanya? Malah membuatnya ketagihan. Bukan hanya Chris, tapi juga anggota Indo Runners lainnya. Meski sebagian besar dari mereka baru kenal saat bergabung di Indo Runners, mereka saling memberikan support ketika ikut trail run. Tak terhitung jumlah trail run yang diikuti Chris. ”Racefavorit saya itu di Gunung Welirang dan Arjuno,” imbuhnya.

Yang paling berkesan bagi Chris adalah momen ikut trail run di Gunung Rinjani. Sebab, dia meraih peringkat kedua. Di antara sekitar 600 pesertatrail run Gunung Rinjani dari dalam dan luar negeri, Chris adalah pelari tercepat kedua pada kategori half marathon (saat itu jaraknya 21 kilometer). Gara-gara itu pula, Chris resmi menjadi brand ambassadoruntuk sebuah brand teknologi GPS, yaitu Garmin. ”Sebelumnya sudah beberapa kali di-endorse. Tapi karena mendapat podium dua, langsung dikontrak satu tahun,” paparnya.

Dalam olahraga lari, bukan hanya Chris yang meraup untung. Ada juga Vecky Budiman Cholik. Bapak berusia 44 tahun itu sebelumnya menderita obesitas. Pada Februari lalu, berat badannya masih 90 kilogram (kg). Kondisi tersebut berdampak pada kesehatannya. Kadar gula darah puasanya pernah lebih dari 200 mg/dL. Kondisi itu menimbulkan keresahan. ”Kata istri, perut saya terus membuncit dan celana jadi nggak cukup. Saya disuruh olahraga yang beneran,” papar suami Ni Putu Susari Widianingsih tersebut.

Sebelum ikut lari bersama Indo Runners, Vecky mencoba lari sendirian. Hasilnya, dia hanya konstan berlari sampai 2 kilometer. Uniknya, dia malah semakin ketagihan sampai kuat berlari 5 kilometer tanpa henti. Saat itulah dia memutuskan untuk ikut Indo Runners mulai Februari lalu. Vecky rutin berlari tiga kali dalam seminggu. Baru sebulan disiplin berlari, timbangan badan sudah menyapanya dengan ramah. Yang semula 90 kg jadi 85 kg.

Kini berat badan Vecky 70 kg. Tidak hanya menjadi kurus, yang lebih penting menurut dia adalah kesehatan. Vecky ingin sehat terus supaya ke depan tidak merepotkan istri dan anak-anaknya.

Pengalaman soal kesehatan yang lebih pahit juga dirasakan Putu Anom Mahadwartha. Dosen Jurusan Manajemen Universitas Surabaya tersebut bahkan sudah didiagnosis diabetes melitus tipe dua. Artinya, Putu harus minum obat untuk mengontrol kadar gula darah. Kadar kolesterol dan asam uratnya juga tinggi. Supaya pemulihannya lebih cepat, Putu berolahraga. Pilihannya adalah nge-gym. Dia juga rajin ikut kelas sepertibody combat dan RPM. ”Memang hasilnya mendukung, tapi tidak signifikan,” ucap laki-laki kelahiran Gianyar, Bali, 23 Desember 1977 tersebut.

Solusi datang saat sang istri, Fitri Ismayanti, menawarkan ikut Indo Runners. Mereka berdua pun coba-coba, datang ke Sunday Morning Run. Saat itu persis setahun yang lalu, yaitu September 2013. ”Lama-lama dijalani enak juga. Jadi, saya ikut lari tiga kali sehari itu,” imbuh penghobi otomotif tersebut. Empat bulan berlalu, tepatnya Desember 2013, kesehatan Putu membaik secara total. Kadar gula darah, asam urat, dan kolesterolnya normal. Dia mengatakan, dokter sampai heran, bagaimana bisa kesehatannya pulih dalam waktu yang cepat. ”Saya bilang ke dokternya kalau saya lari, dokter saya ya masih heran,” ucapnya.

Putu kini tetap berlari. Dia merasa tidak hanya mendapatkan kesehatan, tapi juga quality time dengan sang istri. Misalnya saat mengikuti event lari Bromo Tengger Semeru (BTS) akhir tahun lalu. Meski did not finish (DNF) karena tidak bisa memasuki garis finis dalam waktu yang ditentukan, Putu senang karena bisa membawa istrinya masuk ke salah satu hobinya, yaitu bersinggungan dengan alam. ”Sebelumnya, istri saya sukanyangemal dan ke salon. Tapi, setelah ikut lari, dia mau diajak ke gunung, saya tambah senang dong,” ucapnya dengan semringah. (ina/c11/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelajari Konsep Multiple Intelligences


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler