jpnn.com - SEJUMLAH negara di dunia sudah memberlakukan hukuman kebiri kepada paedofil alias pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Tiongkok dan Korea Selatan (Korsel) menjadi negara Asia yang menerapkan praktik tersebut sejak zaman nenek moyang. Sampai sekarang pun, Negeri Ginseng masih mempraktikkan jenis hukuman itu.
BACA JUGA: Mengharukan! Bocah 18 Bulan Selamat setelah Lebih Delapan Jam Terapung di Laut
Menjelang akhir 2012, Korsel masih menjatuhkan vonis kebiri terhadap pemerkosa bocah belia. Lee Myung-bak, yang saat itu menjabat presiden, langsung mengusulkan pengebirian kimiawi sebagai hukuman.
"Itu tampaknya menjadi cara yang paling ampuh untuk menghentikan kejahatan seksual terhadap anak-anak," ujar dia saat itu kepada Korea Times.
BACA JUGA: Wakil Presiden Diduga Mencoba Membunuh Presiden
Untuk mengebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak, polisi harus bekerja sama dengan dokter. Sebab, pengebirian kimiawi berkaitan dengan obat. Obat yang berfungsi sebagai senjata perenggut libido itu bisa diberikan dengan dua cara.
Yakni, lewat suntikan atau pil dan tablet yang dikonsumsi secara oral. Meski cukup ampuh merenggut "hasrat," pengebirian kimiawi tidak bersifat permanen.
BACA JUGA: 9 Pedang Legendaris di Dunia, Dari Warisan Nabi hingga Mel Gibson
Pemandulan lewat suntikan atau obat-obatan oral itu akan langsung berhenti jika penjahat seksual tersebut berhenti menerima injeksi atau mengonsumsi pil.
Itulah yang lantas memantik kontroversi, baik di dalam maupun luar Korsel.
Di mata Don Grubin, pakar psikiatri forensik Newcastle University, pengebirian kimiawi tidak lebih dari simbol semata. "Itu tampak seperti ambisi kita untuk memotong tangan pencuri yang tertangkap basah ketika beraksi," ujarnya.
Juga, semangat itu hanya muncul saat peristiwa tersebut terjadi. Begitu peristiwa itu berlalu, semangat untuk mengebiri para pelaku kejahatan seksual terhadap anak pun ikut kendur.
Bahkan, di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, pengebirian belum sepenuhnya bisa diterima masyarakat. Namun, praktik pengebirian tetap terjadi di dua benua paling maju tersebut.
Di mata Don Grubin, pakar psikiatri forensik Newcastle University, pengebirian kimiawi tidak lebih dari simbol semata. "Itu tampak seperti ambisi kita untuk memotong tangan pencuri yang tertangkap basah ketika beraksi," ujarnya.
Juga, semangat itu hanya muncul saat peristiwa tersebut terjadi. Begitu peristiwa itu berlalu, semangat untuk mengebiri para pelaku kejahatan seksual terhadap anak pun ikut kendur. (CNN/citizendigital/dailycaller/hep/c11/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngeri Mak! Lamaran Ditolak, Bensin dan Api Bertindak
Redaktur : Tim Redaksi