Ketua BEM Uncen Dkk Dituntut Belasan Tahun Penjara, Ketum GMKI: Negara Gagal Paham

Rabu, 17 Juni 2020 – 02:23 WIB
Ketum PP GMKI Korneles Galanjinjinay. Foto: Dok. GMKI

jpnn.com, JAKARTA - Ketum PP GMKI Korneles Galanjinjinay mengatakan negara gagal paham dalam penegakan hukum khususnya terkait tuntutan belasan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tahanan Politik lainnya.

Korneles menyampaikan hal itu, Selasa (16/6) sebagai respons atas tuntutan belasan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum kepada ke tujuh tahanan politik Papua dengan pasal makar dalam aksi unjuk rasa di kota Jayapura Papua pada Agustus 2019 lalu sebagai buntut tindakan rasialisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

BACA JUGA: GMKI Bagikan Nasi Kotak Kepada Masyarakat dan Mahasiswa Terdampak Covid-19

“Seharusnya bukan pasal makar yang digunakan untuk menuntut mereka, karena tidak ada tindakan menyerang atau upaya membunuh Kepala Negara atau tindakan memisahkan sebagian wilayah negara atau mempersiapkan serangan untuk menggulingkan Pemerintahan,” ujar Kornelis.

Lebih lanjut, Korneles meminta kepada penegak hukum agar tidak membabibuta mengunakan Pasal Makar kepada aktivis mahasiswa pejuang keadilan dan diskriminasi.

BACA JUGA: Bagikan Sembako, Yan Mandenas Bangkitkan Semangat Mahasiswa Papua di Bandung

Sesungguhnya yang diperjuangan Ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua, menurut Korneles, adalah aksi demonstrasi biasa sebagaimana yang terjadi dan sering dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Indonesia untuk menyuarakan keadilan dan diskriminasi atas tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.

“Penegak hukum perlu mempertimbangkan sebab musababnya aksi demostrasi Yang dilakukan Ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua. Kami melihat ada kriminalisasi Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua dalam aksi Rasisme di Surabaya, Penegak Hukum sengaja untuk mendiamkan Suara keadilan dari Papua,” ucap korneles.

BACA JUGA: Boni Hargens: Kalau Urusan Ini, TNI Sudah Ahlinya

Lebih lanjut, dia juga sangat menyayangkan tindakan penegak hukum yang tidak sebanding dengan negara yang menganut paham demokrasi. Kalau Indonesia adalah negara demokrasi maka aksi yang dilakukan Ketua BEM Uncen dan Tapol Mahasiswa Papua adalah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana amanat Pasal 28 UUD 1945 dan UU No 09 1998.

Sebaliknya, menurut Kornelis, justru Indonesia ibarat negara otoritarian-totalitarian karena tindakan penegak hukum tidak sama sekali mempertimbangkan nilai-nilai demokrasi sebagai prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Bumi Pancasila.

Melihat tindakan penegak hukum atas tuntukan yang tidak adil dan diskriminasi kepada Ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua, menurut Kornelis, GMKI mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung membebaskan ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua.

Terakhir, Korneles mengatakan Presiden Joko Widodo, Mahasiswa adalah kontrol sosial, mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa adalah penegak moral, dan Mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat.

Oleh karena itu, dia meminta Presiden tidak takut dengan aksi-aksi mahasiswa, karena sesungguhnya yang diperjuangkan mahasiswa adalah keadilan, kebenaran, kesejahteraan, kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

“Oleh karena itu, kami meminta Pak Presiden memindak penegak hukum yang diskriminasi dan kriminalisasi aktivis mahasiswa, sebagaimana yang dialami Ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua,” katanya.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler