Ketua dan Wakil Ketua PN yang Minta THR Akhirnya Dimutasi ke Daerah Ini

Kamis, 30 Juni 2016 – 03:15 WIB
Y. Erstanto Windiolelono dan Indarto. Foto: pn-tembilahan.go.id

jpnn.com - TEMBILAHAN - Mahkamah Agung (MA) akhirnya resmi mencopot Ketua Pengadilan Negeri Tembilahan Y Erstanto Windioleleno SH, MH dan wakilnya M Indarto. Merkea dimutasi dan menjadi hakim non palu.

Keduanya dicopot lantaran PN Tembilahan, Kabupaten Inhil, Riau menyebarkan surat kepada para pengusaha setempat yang berisikan permintaan bantuan membayar tunjangan hari raya (THR) bagi seluruh pengawai PN.

BACA JUGA: Menpar: Dari Mie Aceh sampai Ayam Tangkap Wajib Dicoba

Surat itu dilengkapi kop resmi PN. Surat tersebut ditandatangi Y Erstanto sebagai ketua PN. Surat itu tersebar ke masyarakat. 

Mendengar kabar itu, lembaga yang dipimpin Hatta Ali pun turun gunung untuk memastikan kebenaran surat tersebut. 

BACA JUGA: Lebaran di Aceh? Nih, 10 Top Destinasi yang Wajib Dikunjungi

“Kami sudah memeriksa, dan yang bersangkutan benar meminta bantuan THR kepada pengusaha melalui surat resmi. Kami mengadakan rapat untuk membahas masalah itu,” terang Juru Bicara (Jubir) MA Suhadi, Selasa (28/6).

Suhadi mengatakan, rapat itu memutuskan untuk memberikan sanksi bagi Erstanto yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai.

BACA JUGA: Dana Ponpes Dipinjam, Santri dan Massa Berdemo

Sebelumnya, pihak pengadilan tinggi juga sudah melakukan pemeriksanaan terhadap yang bersangkutan. Menurut dia, Erstanto mengakui perbuatannya itu. Dia yang memerintah menyebarkan surat permintaan THR kepada para pengusaha.

“Jelas dia melanggar aturan disiplin,” paparnya.

Suhadi mengatakan, Erstanto dijatuhi sanksi disiplin berat. Yaitu, menjadi hakim non palu di PT Ambon selama setahun.

Dia menjadi hakim yang tidak bisa menyidangkan perkara. Itu sebagai bentuk hukuman bagi pegawai yang melanggar disiplin pegawai. Sanksi itu sudah sesuai dengan aturan yang ada.

Selain itu, Erstanto juga tidak mendapatkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin. Menurut Suhadi, sanksi itu merupakan bentuk ketegasan MA kepada pegawai yang melanggar aturan.

Dia berharap, hukuman itu menjadi pelajaran bagi pegawai lain, sehingga peristiwa yang sama tidak terulang lagi. Tidak ada lagi PN yang meminta-minta THR kepada pengusaha, karena itu perbuatan tercela dan merendahkan martabat pengadilan. “Wibawa pengadilan harus dijaga,” paparnya.

Selama ini, tutur dia, pihaknya sudah melakukan pembinaan kepada hakim dan semua pegawai pengadilan. Kedepannya, pembinaan dan pengawasan akan terus dilakukan, sehingga tidak ada lagi yang melakukan pelanggaran seperti itu.

Tak hanya Erstanto, wakilnya Mohamad Indarto juga dicopot.

“Menjadi hakim non palu di Pengadilan Tinggi Kendari,” seperti ditulis di website MA.

Sebagai penggantinya, Ketua PN Tembilahan dijabat oleh Arie Satio Rantjoko, yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Siak.

Sedangkan Wakil Ketua PN Tembilahan dijabat oleh Ridwan Sundariawan yang sebelumnya adalah hakim PN Kabupaten Kediri.
Berikut Isi Surat Permintaan THR ke Pengusaha yang berujung pencopotan Ketua PN Tembilahan dan wakilnya:

Bahwa sehubungan dengan dekatnya hari raya Idul Fitri 1437 H tahun 2016, kami selaku pimpinan akan mengadakan pemberian bingkisan dan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Karyawan/Karyawati Pengadilan Negeri Tembilahan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud, mengingat kegiatan tersebut akan terlaksana dengan baik serta sukses apabila adanya bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara.

Demikian untuk dapat dipertimbangkan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surat ini diteken dan distempel basah oleh Ketua PN Tembilahan Y Erstanto Windioleleno, SH, MH. Di bawah tanda tangan lengkap dengan nomor induk pegawai (NIP) 19731022 199903 1004.

Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) memberikan apresiasi terhadap tindakan cepat yang dilakukan MA dengan memberikan sanksi kepada ketua PN yang melakukan pelanggara. Respons cepat seperti itu yang diharapkan publik.

“Bukan pembiaran yang cenderung permisif,” kata Jubir KY Farid Wajdi.

Dia berharap kedepannya MA lebih responsif terhadap persoalan yang ada. Yaitu dengan melakukan pembinaan yang melekat. Dan tetap memberikan sanksi bagi siapa saja yang melanggar.

Pemberlakuan sanksi tidak boleh tebang pilih. Siapa pun yang melanggar harus ditindak. Baik hakim, panitera maupun sekretaris.

Farid mengatakan, langkah yang dilakukan MA itu diharapkan menjadi model dalam menyelesaikan masalah  dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pejabat pengadilan.

“Demi menjaga kehormatan lembaga peradilan,” jelas dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu. (lum/ray/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oalah! Tersangka Kasus Korupsi Bansos Daerah Ini Bertambah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler