Ketua DPD dan DPR Tegaskan BUMN tak Boleh Diganggu

Minggu, 24 Januari 2016 – 14:00 WIB
Irman Gusman. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Daerah  Irman Gusman dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin sepakat bahwa BUMN yang tidak menggunakan dana Penyertaan Modal Negara harus didukung demi pembangunan. Selain itu, BUMN tersebut juga tak boleh diganggu kepentingan politik.

Irman mengatakan, yang harus berhadapan dengan DPR ialah Kementerian BUMN. Sebab, kementerian itu punya tanggung jawab mengatur seluruh BUMN sebagai korporasi yang bertugas mencari laba dan melayani masyarakat.

BACA JUGA: NTT Ekspor Babi ke Dua Negara

Dia menilai, selama bertahun-tahun BUMN menghabiskan banyak waktu untuk berhadapan dengan DPR daripada bersaing dengan korporasi asing seperti Temasek dan Khazanah.

“DPR mengurus BUMN boleh saja. Itu kalau BUMN-BUMN yang mendapat subsidi oleh DPR. Contohnya apa? PLN, Pertamina, Pupuk. Tapi kalau di luar itu ya biarkan saja mereka bekerja, supaya berkembang dan bisa berkompetisi. Jangan sampai BUMN itu dipolitisir,” terang Irman, Minggu (24/1).

BACA JUGA: DPD: Perlu Perbaikan Pola Distribusi Pupuk Bersubsidi

Hal senada diungkapkan Ade. Dia menilai, perlu parameter yang jelas tentang intervensi DPR pada BUMN. “Yang pasti BUMN dan swasta harus dibedakan cara kerjanya,” kata Ade.

Keduanya memang tak menyebut secara gamblang BUMN yang menjadi korban intervensi politik. Namun, secara langsung keduanya menyoroti kentalnya intervensi politik yang dilakukan terhadap Pelabuhan Indonesia II (Persero) melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II pada 13 Oktober 2015.

BACA JUGA: Pajak Disebut Salah Satu Penyebab Harga Daging Melambung

Pansus Pelindo II yang dijadwalkan selesai bertugas pada 5 Februari 2016 ternyata telah menyerahkan rekomendasi secara langsung kepada presiden pada 17 Desember 2015. Mereka melakukannya tanpa melalui prosedur yang diatur dalam pasal 206 dan 207 Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UUMD3).

Dalam Pasal 206 ayat 1 UU MD3 jelas disebutkan bahwa panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia angket.

Dengan begitu, setelah menyelesaikan tugasnya, panitia angket menyampaikan laporan dalam rapat paripurna DPR. Selanjutnya laporan tersebut dibagikan kepada semua anggota. Pengambilan keputusan tentang laporan panitia angket didahului dengan laporan hasil panitia angket dan pendapat akhir fraksi.

Setelah semua fraksi memberikan pandangan baru diambil keputusan, pakah wakil rakyat menerima atau tidak untuk dilanjutkan gun menentukan rekomendasi yang akan disampaikan kepada presiden. (jos/jpnn)

 

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Disarankan Minta BPK Audit Kereta Cepat Jakarta-Bandung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler