Ketua DPR Dorong Bupati Butur "Diacengfikrikan"

Kamis, 21 Februari 2013 – 23:57 WIB
JAKARTA - Ketua DPR Marzuki Alie mendorong DPRD Kabupaten Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk memakzulkan Bupati Butur Muh Ridwan Zakariah. Menurutnya, pemindahan ibu kota dari Buranga ke Ereke jelas melangggar Undang-Undang No 14 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Butur.

“Jelas ada pelanggaran kalau bupati tidak mematuhi UU. Bupati ini bisa dilengserkan karena hal ini. Tapi pelengserannya harus melalui rapat paripurna DPRD. DPRD nyatakan ada pelanggaran,kemudian diajukan ke Mahkamah Agung dan jika MA berpendapat ada pelanggaran,  maka DPRD bersidang kembali untuk memakzulkan dan kemudian dilanjutkan dengan mengirimkan salinan putusan paripurna itu kepada presiden untuk mencopot bupati itu. Saya hanya tahu itu saja solusinya,” ujar Marzuki kepada wartawan usai menerima Forum Masyarakat Pembela UU Kabupaten Buton Utara, di Gedung DPR,Jakarta, Kamis (21/2).

Mantan Sekjen DPP Partai Demokrat itu mengatakan di era otonomi daerah, DPR dan Pemerintah Pusat  tidak bisa mengintervensi meski Ridwan melakukan pelanggaran UU. Tapi hal itu bisa dilakukan jika mekanisme seperti Mantan Bupati Garut, Aceng Fikri yang dianggap telah melakukan perbuatan tercela.

"Seperti kasus Aceng Fikri saja mekanismenya. Kita di tingkat Pusat tidak bisa berbuat apa-apa. Para kepala daerah memang sudah menjadi raja-raja kecil yang bisa berbuat seenaknya termasuk melanggar UU,” jelasnya.

Marzuki mengatakan perlu dicarikan solusi bagi para kepala daerah yang melanggar UU karena jika tidak akan banyak masalah sepreti ini dan indonesia bisa pecah karenanya. ”Dulu Pemerintah Pusat pernah ingin membatasi dengan sebuah aturan, tapi hal ini dibatalkan oleh MK. Jadi memang ada masalah dengan UUD kita dan perlu diamandemen.Kalau hal-hal seperti ini dibiarkan maka Indonesia bisa pecah,” tegasnya.

Koordinator Forum Masyarakat Pembela UU Kabupaten Buton Utara Ikhwan Karmawan menegaskan pelanggaran UU yang dilakukan Ridwan adalah melakukan pembangunan kantor-kantor pemerintahan di Ereke. Padahal, berdasarkan UU Pembentukan Butur, ibu kotanya adalah Buranga, bukan Ereke.

Kondisi ini menurutnya sudah  memicu konflik horizontal antara anggota masyarakat dan kalau terus dibiarkan maka kemungkian terjadi lagi konflik horizontal sangat besar. “Bupati ini melakukan segala cara memindahkan ibu kota kabupaten dari Buranga Kecamatan Bonegunu  ke Ereke Kecamatan Kulisusu. Alasannya karena bupati berasal dari Kecamata Ereke dan dia banyak di pilih warga saat Pemilukada. tegasnya.

Dijelaskan pula Ikhwan, selain membangun kantor pemerintahan Ridwan juga mengajukan judicial review UU Pemekaran ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun kata dia, pengajuan ini sia-sia karena MK menolak.

"Bupati itu tugasnya menjalankan semua peraturan terutama UU dan bukan malah mengajukan judicial review. Mereka tidak punya legal standing, tapi untungnya hal ini ditolak oleh MK.Semua surat peringatan mulai dari surat Mendagri sebanyak 4 kali, surat dirjen Otda tidak diindahkan. Sayangnya lagi, Gubernur Sulawesi Tenggara hanya karena berasal dari satu partai, PAN ikut mendukung pelanggaran yang dilakukan oleh bupati ini,” tandasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalan Utama Harus Bebas Bentor

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler