Ketua IAI Tulungagung Meminta Apoteker dan Apotek Terus Mendukung Program JKN-KIS

Jumat, 16 Juli 2021 – 11:36 WIB
Ketua IAI Tulungaung Adi Wibisono. Foto: Istimewa.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Adi Wibisono yang memasuki periode keempat masa pengabdian menilai Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebagai salah satu wujud eksistensi profesi khususnya apoteker,  dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. 

Menurut dia, karena JKN-KIS adalah adalah program negara maka sudah selayaknya apoteker terlibat di dalamnya.

BACA JUGA: Lagi, Kinerja BPJS Kesehatan 2020 Diganjar WTM

“Program JKN itu, kan, program negara karena regulasi sudah ada yakni UU SJSN-BPJS dan Perpres JKN, dan pasti dikawal oleh negara. Tanggung jawab pemerintah dalam urusan kesehatan warganya dalam Program JKN-KIS ini. Mau tidak mau, saya yang kebetulan berada di organisasi profesi juga harus mendukung,” kata dia.

Adi menjelaskan artinya dari sisi regulasi Program JKN-KIS ini tidak bisa terbantahkan.

BACA JUGA: Pesan Gus Jazil untuk IAI Tabah, Lahirkan Ilmuwan dan Ulama Besar

Kemudian, ujar dia, profesi itu esensinya harus berpraktik, mengaktualisasikan diri berdasar kompetensi, standar pelayanan dan etika profesi. 

“Salah satunya terwujudkan dalam bentuk pelayanan kefarmasian yang bertanggung jawab kepada masyarakat secara langsung di apotek, puskesmas, rumah sakit,” ungkapnya. 

BACA JUGA: Strategi BPJS Kesehatan Meningkatkan Pembayaran Iuran JKN-KIS

Dia menjelaskan IAI sebagai organisasi profesi tentu mengambil peran dalam penyelenggaran Program JKN-KIS mulai dari tingkat pusat hingga daerah. 

Sinergi ini diwujudkan pada keterlibatan IAI dalam Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB). 

Menurutnya, untuk di tingkat pusat dan daerah, keterlibatan IAI dalam TKMKB sudah sinergi. 

Dia menegaskan hal itu sudah menunjukkan eksistensi dari profesi. 

“Kami dukung bagaimana cara meningkatkan Program Rujuk Balik (PRB) berhasil, melalui peningkatan kepesertaan aktif. BPJS punya ide baik, kami dukung, atau sebaliknya kami punya ide yang inovatif, BPJS dukung. Prinsipnya, kalau IAI melakukan itu (karena bagian dari negara), paling tidak kita ikut terlibat langsung dalam pelaksanaan program negara ini. Kami berkeyakinan (program ini) akan terus berkelanjutan,” terangnya.

Adi memberikan motivasi kepada apotek yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Sebab, ujar Adi, masih banyak tantangan yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan program yang baru berjalan tujuh tahun ini. 

Apalagi, lanjut dia, sekarang ini tantangan bertambah lebih besar dalam pelayanan kefarmasian di masa pandemi Covid-19. 

Adi pun berpendapat ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan apotek mitra BPJS Kesehatan.

Yakni, terus berkesinambungan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat atau pasien PRB secara langsung, dengan patient safety oriented program apotek, melalui pendekatan komunikatif, kreatif-inovatif dan konsisten.

“Dalam pelaksanaannya, misalnya yang pertama, harus tetap berkomunikasi, terdapat harmonisasi stakeholder, pasien, provider supaya baik,” katanya.

Menurut Adi, ketika ada isu atau problem di lapangan maka bisa dicarikan solusinya. Dia mencontohkan di Tulungagung terkait peningkatan mutu, edukasi kepada pasien PRB, dan kepesertaan aktif peserta PRB. 

“Salah satu tools-nya yang disepakati bersama pakai Koper Sobat (Koordinasi Dokter, Apoteker melalui Senam dan Pengambilan Obat PRB). Program itu harus dievaluasi, dianalisis akar permasalahannya, dimodifikasi yang tepat," ujarnya. 

Menurut Adi, harus ada perencanaan ulang dalam proses pengembangan peran apotek dan apoteker dalam Program JKN-KIS. 

Dia melihat tingkat kehadiran peserta aktif PRB baru mencapai 50 persen. 

Oleh karena itu, Adi berharap pihak apotek tidak hanya datang ke FKTP untuk sekadar melaksanakan fungsinya. 

Secara gamblang, Adi menginginkan adanya terobosan program agar menarik bagi peserta JKN, terutama dari sisi apotek dan apoteker. 

"Harus ada semacam program kreatif apotek untuk mendorong karyawan agar tetap semangat, berkinerja positif, dan dapat berdampak pada tujuan keselamatan pasien di apotek, khususnya pada pasien PRB,” katanya.

Selanjutnya, sambung Adi, semua perbaikan itu dilaksanakan secara konsisten oleh pihak FKTP, apotek dan peserta PRB, serta pihak BPJS sesuai peran dan wewenangnya. 

“Tetap  dilakukan monev (monitoring dan evaluasi) dalam pelaksanaannya,” ungkap dia.

Adi sangat menganjurkan apoteker dan apotek agar ikut berpartisipasi dan mendukung Program JKN-KIS. 

Meskipun dalam perjalanannya nanti ada kendala atau kegalauan, Adi menjamin dan optimistis pasti ada solusi untuk menyelesaikannya.

Menurutnya, pendekatan komunikasi yang efektif efisien menjadi salah satu sarana penyelesaian yang terbaik.

“Ambil saja peran itu dalam Program JKN, karena ini program pemerintah maka kita harus ikut, harus support dengan apoteker berpraktik profesi di apotek, kalau tidak support juga nanti ada penyesalan atau kerugian (kesempatan dan waktu),” kata Adi.

“Hari gini (masa pandemi) kalau tidak memanfaatkan peluang sekecil apa pun sebagai sumber potensi pendapatan apotek dari kita berpraktik profesi, itu suatu kerugian menurut saya. Pasti ada kendala, dan pasti ada solusinya,” pungkas Adi. (*/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler