jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR memutuskan akan memanggil instansi penegak hukum lain setelah Ditjen Imigrasi untuk melakukan fungsi pengawasan dalam sengkarut buronan terpidana korupsi Bank Bali, Djoko Tjandra.
Hal itu diungkap Ketua Komisi III Herman Hery sebelum menutup rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Imigrasi Kemenkumham Jhoni Ginting, Senin (13/7).
BACA JUGA: Benny Demokrat Tuduh Pemerintah Beri Karpet Merah kepada Djoko Tjandra
"Saya melihat bahwa kalau ini dibaratkan pertandingan tinju, Dirjen ini dengan Komisi III sudah babak belur. Sudah lempar handuk," kata Herman.
Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan bahwa tujuan mengundang Dirjen Jhoni dalam RDP ini bukan untuk yang bersangkutan menentukan sebuah kebijakan dan perbaikan.
BACA JUGA: Djoko Tjandra Terbukti Penjahat, Kok Malah Diberi Paspor oleh Imigrasi?
"Apa yang bisa dilakukan seorang dirjen, dia hanya pelaksana," ungkapnya.
Menurut dia, dalam kasus Djoko Tjandra, aparat penegak hukum yang harus ditanyakan bukan hanya Ditjen Imigrasi. Masih ada aparat penegak hukum lain yang harus ditanyakan.
BACA JUGA: Terungkap, Djoko Tjandra Lolos Dapat Surat Jalan dari Jakarta ke Pontianak
"Saya melihat rapat ini sudah cukup efektif untuk mendapatkan masukan-masukan teknis dari dirjen kenapa semua ini bisa terjadi dalam ranah konteks paspor dan keluar masuknya orang. Karena itu tupokso Imigrasi," katanya.
Namun, ujar Herman, ada kebijakan-kebijakan dan surat menyurat dalam persoalan ini yang terkait dengan institusi penegak huku. lainnya. Karena itu, Herman merekomendasikan mengagendakan mengundang penegak hukum lainnya.
"Dengan demikian kesimpulan rapat ini kita memanggil aparat penegak hukum lainnya agar kasus Djoko Tjandra menjadi terang benderang," ungkap Herman.
Lebih lanjut Herman menyatakan berdasar dari apa yang dibicarakan dalam RDP ini, Komisi III DPR malu mendengarnya.
"Dari apa yang dibicarakan tadi, sebagai Komisi III DPR dalam fungsi pengawasan kami saja malu mendengarnya. Negara kalah dengan seorang Djoko Tjandra. Kalah negara ini, dipermainkan negara ini," ungkapnya.
"Kalau pihak lain tidak malu, saya tidak tahu lagi mukanya ada di mana sebagai bagian dari penyelenggara negara," lanjut politikus dari Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding pada prinsipnya setuju mengundang aparat penegak hukum lain. Hanya saja, Sudding menyatakan untuk lebih efektinya sebaiknya digelar rapat gabungan bersama Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham termasuk Ditjen Imigrasi. "Supaya tidak ada saling lempar tanggung jawab," tegas Sudding dalam rapat.
Seperti diketahui, Djoko merupakan buronan yang bebas masuk keluar Indonesia tanpa terdeteksi Imigrasi dan ditangkap oleh aparat penegak hukum yang berwenang.
Bahkan Djoko juga mendapatkan KTP elektronik, paspor, dan mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kini, keberadaan Djoko raib.
Dirjen Jhoni menegaskan bahwa syarat Djoko untuk mengajukan paspor sudah terpenuhi. Menurut dia, syarat utama membuat paspor adalah KTP. Djoko pun sudah memiliki KTP saat membuat paspor 22 Juni 2020, dan sehari setelahnya diterbitkan Imigrasi Jakarta Utara.
"Di sistem clear. Di-DPO clear. Jadi, kalau dari sistem tidak ada hambatan bagi yang bersangkutan membuat paspor," ujarnya dalam rapat. (boy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy