Ketua MPR RI Sesalkan Cara Kemenlu Merespons Kasus Kematian ABK WNI

Minggu, 10 Mei 2020 – 11:18 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyesalkan lambannya Kementerian Luar Negeri RI merespons peristiwa kematian anak buah kapal (ABK) asal Indonesia akibat tindakan eksploitasi oleh pemilik kapal penangkap Ikan Long Xing 629 dari Tiongkok.

Bamsoet menilai Kemenlu tidak responsif mengurusi aspek administratif bagi para ABK yang meninggal itu.

BACA JUGA: Ketua MPR RI Berikan Bantuan Buat Ustazah dan Anak Yatim

"Akibat kelambanan dan sikap minimalis itu, para almarhum dan keluarganya tidak mendapatkan perlakuan yang layak," ujar Bamsoet di Jakarta, Minggu (10/5).

Mantan Ketua DPR RI menambahkan, akibat lainnya masyarakat baru mengetahui peristiwa pelarungan jenazah dan eksploitasi ABK WNI itu pada pekan kedua Mei 2020.

BACA JUGA: Ketua MPR RI Minta Kepala Daerah Amankan Stok Kebutuhan Pokok Masyarakat

Padahal peristiwa kematian dan pelarungan tiga ABK WNI itu terjadi pada Desember 2019 dan Maret 2020.

"Lagi pula viralnya peristiwa ini bukan karena inisiatif institusi pemerintah berbagi informasi kepada masyarakat. Namun, karena pemberitaan pers Korea Selatan dan aksi warganet membuatnya jadi viral," kata Bamsoet.

BACA JUGA: Ketua MPR RI Kirim Ribuan APD ke 79 Rumah Sakit di Indonesia

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mengungkapkan, dari kolega para almarhum diperoleh informasi bahwa laporan tentang peristiwa kematian dan pelarungan jenazah ABK WNI di kapal ikan Long Xing 629 sudah masuk dan diterima Kemenlu RI sejak Desember 2019.

Kolega almarhum bahkan sudah mendatangi Kemenlu RI.

Selain melaporkan identitas para ABK yang meninggal, kolega para almarhum juga meminta Kemenlu RI mendorong KBRI Seoul di Korsel untuk mengeluarkan atau menerbitkan Surat Keterangan Kematian untuk keperluan mengurus asuransi bagi ketiga almarhum.

"Surat ini penting karena asuransi di Indonesia baru bisa membayar asuransi ketiga almarhum, jika ada Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri RI cq KBRI," urai Bamsoet.

Namun, lanjut Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, permintaan surat keterangan dimaksud sama sekali tidak direspons oleh Kemenlu RI sejak Desember 2019. Akibatnya, asuransi para almarhum tak bisa diurus selama berbulan-bulan.

Untuk membantu keluarga almarhum yang pasti mengalami kesulitan, para kolega hanya bisa memberi sebagian dari total Rp 150 juta nilai asuransi.

"Ketika informasi kematian dan pelarungan jenazah tiga ABK WNI itu mulai viral di dalam negeri, barulah Kemenlu RI dan KBRI Seoul bergerak menerbitkan Surat Keterangan Kematian itu," tutur Bamsoet.

"Cara kerja seperti ini tentu saja sangat mengecewakan, karena bisa menumbuhkan citra yang negatif bagi pemerintah. Ketika ada WNI yang meninggal di negara lain akibat eksploitasi, Kemenlu dan KBRI hendaknya responsif untuk menunjukan kehadiran negara dan pemerintah," pungkasnya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler