Ketum PSI Ajak ASEAN Lawan Intoleransi

Jumat, 14 September 2018 – 18:11 WIB
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. Foto: dokumen Jawa Pos

jpnn.com, HANOI - Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, Indonesia adalah negeri beragam yang masyarakatnya hidup dalam harmoni. Namun, banyak yang menganggap bahwa harmoni tersebut terasa mulai berkurang belakangan ini.

Polemik seputar kasus penistaan agama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi acuan banyak orang ketika berbicara soal intoleransi di Indonesia.

BACA JUGA: PSI Dukung Pungutan Ekspor Sawit Dihapus demi Kurs Rupiah

“Apa yang terjadi? Apakah toleransi hilang di masyarakat Indonesia? Apakah ada pergeseran di masyarakat?” kata Grace saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di World Economic Forum on ASEAN di Hanoi, Vietnam.

Mantan presenter TV berita itu kemudian mengutip survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Salah satu pertanyaan ke para responden survei itu adalah 'kelompok mana yang paling tidak mereka sukai?'.

BACA JUGA: Gerindra: PSI Partai Nol Koma, Pengin Numpang Tenar

Tiga jawaban terbanyak: LGBT, ISIS, dan komunis. Menurut survei yang dilakukan pada akhir 2016 tersebut, ketidaksukaan pada kaum Tionghoa dan Kristen sendiri sangat rendah.

“Berdasarkan survei tersebut, mereka yang tidak suka pada etnis Tionghoa hanya 0,8 persen,” kata Grace.

BACA JUGA: Raja Juli: Sukses PSI Adalah Sukses Jokowi

Dalam pandangan Grace, hal yang terjadi pada Ahok tidak terkait dengan kebencian etnis. Yang terjadi adalah rekayasa untuk kepentingan politik.

“Setelah Ahok divonis dua tahun, pihak Polri membongkar sindikat yang memproduksi dan menyebarluaskan hoax. Sindikat ini aktif bekerja selama Pilkada DKI Jakarta 2017,” kata Grace.

Di sini, kata Grace, kita menyaksikan eksploitasi isu keagamaan dan etnisitas untuk kepentingan politik tertentu. Karena itu, dia menyimpulkan bahwa memang ada ancaman pada toleransi dan keberagaman di ASEAN. Cara untuk menangkalnya adalah membangun kekuatan politik atau menyokong kaum moderat.

Grace juga mencontohkan dengan kasus Meilana di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Ibu rumah tangga itu hanya mengeluhkan pengeras suara dari azan di masjid. Tapi kemudian, dia dijerat dengan pasal penistaan agama. Hakim pun jelas dalam tekanan massa.

“Kita lihat, tak ada partai politik, termasuk partai berhaluan nasionalis, berbicara dan membela Meilana,” kata Grace.

PSI, lanjut dia, adalah satu-satunya yang bergerak untuk membela Meliana. Sejumlah kadernya mengunjungi Meilana di penjara.

PSI juga berkomitmen untuk mendampingi Meilana di tingkat banding dengan menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan. “Inilah cara kami melewan intoleransi. Dan, kami harus melakukannnya dengan sistematis. Jika tidak, pluralisme akan terus terancam dan merosot,” ujar Grace.

Ada contoh lain dari meningkatnya intoleransi. Di salah satu daerah di Aceh, pria dan wanita yang bukan muhrim, dilarang untuk minum kopi dalam satu meja yang sama. “Kita harus berbuat sesuatu. Kami melakukannya di jalur politik,” pungkas Grace. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PSI Salut dengan Konsistensi Prabowo Menebar Kesesatan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler