Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM

Kamis, 19 Desember 2024 – 20:09 WIB
Presiden Prabowo Subianto (kanan) membalas penghormatan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan sebelum penandatangan bertia acara pelantikan Donny sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional di Istana Negara, Senin (20/12/2024). Presiden melantik Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional dan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU/pri.

jpnn.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) oleh Presiden Prabowo Subianto yang dinilai tidak sejalan dengan UU Pertahanan, serta berbahaya bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia.

Masalah ini dibahas koalisi masyarakat sipil dalam diskusi publik di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan pada Kamis (19/12/2024), sebagai respons atas langkah Presiden Prabowo membentuk DPN dan melantik Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menjadi ketua harian lembaga pemerintah itu.

BACA JUGA: Prabowo Angkat Orang Dekatnya Ini Sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional

Koalisi menilai UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara memang mengatur tentang pembentukan DPN. Namun, dalam undang-undang itu, fungsi dewan tersebut hanya sebagai lembaga penasihat Presiden dalam membantu merumuskan kebijakan pertahanan.

Koordinator Presiden BEM SI Satria dalam diskusi itu menyampaikan bahwa pada Pasal 15 UU Pertahanan disebutkan "Dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara, Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional".

BACA JUGA: Ini Penjelasan Polisi soal Bentrok di Rempang

Sesuai Pasal 15 UU Pertahanan Nasional, DPN berfungsi hanya sebatas penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan komponen pertahanan serta bertugas untuk menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu di bidang pertahanan.

"Namun demikian, berdasarkan Perpres Dewan Pertahanan Nasional kewenangannya menjadi sangat luas dan multi-interpretatif, yakni, 'DPN juga memiliki fungsi pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden' sebagaimana disebut dalam Pasal 3 huruf F Perpres," ujarnya dikutip dari siaran pers.

BACA JUGA: Budi Arie Diperiksa Bareskrim, Habiburokhman Gerindra Merespons Begini

Koalisi memandang, penambahan wewenang ini tidak sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Selain itu, penambahan wewenang yang luas untuk melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Presiden sesungguhnya bersifat karet sehingga dapat menimbulkan multi-interpretasi, bahkan memiliki potensi penyalahgunaan wewenang yang tinggi.

"Dengan kewenangan yang luas dan multi-interpretasi tersebut, maka DPN berpotensi menjadi lembaga superbody yang akan membahayakan kehidupan demokrasi dan HAM kita. Dengan kewenangan multitafsir itu, DPN potensial disalahgunakan untuk kepentingan tertentu," tuturnya.

Koalisi mengingatkan bahwa pada masa Orde Baru terdapat lembaga serupa yang memiliki kewenangan luas seperti Dewan Pertahanan Nasional, yakni Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang pada praktiknya menjadi lembaga yang melindungi kekuasaan otoriter Orde Baru dan melakukan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM.

"Kami menilai, pembentukan lembaga baru seperti Dewan Pertahanan Nasional harus selaras dengan aturan perundang-undangan yang ada dan didasarkan pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik," ucapnya.

Satria mengatakan DPN tidak boleh diberikan kewenangan yang melampaui pengaturan dalam undang-undang. Selain itu, Perpres terkait DPN juga tidak secara tegas mengakomodir keterwakilan pakar/ahli dan masyarakat sipil di dalam lembaga tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (4) Perpres tentang DPN.

Dia menambahkan bahwa pembentukan DPN harus benar-benar ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, bukan untuk kepentingan politik kekuasaan.

"Untuk itu, perlu dihindari pengaturan terkait Dewan Pertahanan Nasional yang bersifat karet dan berpotensi disalahgunakan," kata Satria.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler