Kewenangan Sudah Ditambah, kok Aceh Belum Mau Ubah Bendera?

Jumat, 01 Mei 2015 – 06:12 WIB
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Sempat reda, isu seputar bendera Pemerintah Provinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) yang identik dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM), kembali mencuat.

Sejak Qanun atau Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada Maret 2013, tarik ulur penggunaan bendera warna merah dengan logo bulan sabit dan bintang itu masih alot.
        
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, sikap pemerintah sejak awal sudah jelas, Aceh harus mengubah benderanya agar tidak lagi mirip dengan bendera GAM. Karena itu, pemerintah meminta Aceh mengubah Qanun tentang bendera.

BACA JUGA: Bertemu Mantan Suami, Mary Jane Ceria

"Sampai sekarang belum, itu harus disesuaikan (dengan aturan pemerintah)," ujarnya setelah rapat koordinasi bersama pemerintah Aceh di Kantor Wakil Presiden kemarin (30/4).
          
Pemerintah pusat, lanjut Tjahjo, berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Dalam Pasal 6 Ayat (4), disebutkan bahwa desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan dengan desain logo bendera organisasi terlarang atau gerakan separatis. "Jadi, kami tunggu usulan daerah (untuk mengubah Qanun)," katanya.
       
Desakan pemerintah pusat agar Aceh mengubah bendera sudah dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sepanjang 2013 - 2014, Kementerian Dalam Negeri di bawah komando Gamawan Fauzi sudah belasan kali mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan Aceh untuk mengubah bendera. Namun, hasilnya nihil.
        
Hingga kini, tarik ulur perihal bendera Aceh sepertinya masih akan alot. Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang kemarin ikut dalam rapat mengatakan, pemerintah pusat mestinya tidak perlu mempermasalahkan bendera dan fokus pada pembahasan kewenangan Aceh sebagai daerah otonomi khusus. "Karena tidak ada permasalahan dengan bendera," ucapnya.
        
Dalam rapat kemarin, pemerintah pusat memang sepakat untuk memberi tambahan kewenangan kepada Aceh di bidang pertanahan serta pengelolaan minyak dan gas. Tjahjo menyebut, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh. "Semuanya sudah clear (jelas)," ujarnya.
      
Terkait kewenangan pertanahan untuk Aceh, pemerintah pusat telah memberikan dua tambahan kewenangan dibandingkan daerah lain yang hanya berjumlah sembilan, yakni izin lokasi, pengadaan tanah untuk kepentingan umum, penyelesaian sengketa tanah garapan, penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan.          
        
Berikutnya, penetapan subyek dan obyek retribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee, penetapan tanah ulayat, pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong, dan perencanaan penggunaan tanah wilayah.
         
Khusus untuk Aceh, kata Tjahjo, pemerintah pusat memberi tambahan dua kewenangan, yakni Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). "Ini merupakan bentuk pemenuhan tanggung jawab pemerintah berdasarkan Perjanjian Helsinki (antara Indonesia dengan GAM)," katanya.
        
Sementara di sektor migas, pemerintah memberi sinyal persetujuan kepada Aceh untuk mengelola sumber minyak dan gas yang berada di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 12 mil dari garis pantai.
          
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang merupakan sosok penting dibalik tercapainya Perjanjian Helsinki, enggan berkomentar banyak terkait polemik bendera Aceh. JK juga menegaskan jika adanya tambahan kewenangan untuk Aceh di bidang pertanahan dan migas, bukan merupakan bagian dari negosiasi untuk mengubah bendara Aceh. "Itu beda urusannya, nanti dibicarakan lagi," ujarnya. (owi/kim)

BACA JUGA: KPK Kaget Bareskrim Tangkap Novel

BACA JUGA: Novel Baswedan Ditangkap, Pimpinan KPK Belum Bisa Bersikap

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bareskim Tangkap Novel Baswedan Selepas Tengah Malam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler