jpnn.com, JAKARTA - Cendekiawan Muslim KH. Ahmad Baso hadir di acara Ngabuburit bersama Badan Kebudayaan Nasional (BKN) Pusat PDI Perjuangan, Minggu (2/5), yang juga disiarkan melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan.
Dalam acara bertema 'Hubungan Walisongo dan Komunitas Tionghoa Hindu Bali' itu, Ahmad Baso memaparkan bagaimana Wali Sanga berdakwah di masanya, saat masih didominasi oleh warga beragama Hindu dan Buddha.
BACA JUGA: Sempat tak Setuju dengan Wanita Pilihan Billy Syahputra, Nikita Mirzani: Jangan, Dia Jual Diri
Wali sanga ternyata menggunakan pendekatan budaya dan penyelesaian isu kehidupan sehari-hari.
“Mereka ketemu pada level angajawi-nya, bernusantaranya. Dulu Bali hanya lokal-lokal, Hindu lokal, tapi ketika bertemu dengan karakter nasionalnya, maka bangsa ini yang diperkenalkan oleh para Wali, rasa persaudaraan dan gotong royong dalam menerapkan nilai islam di Nusantara,” ujar Ahmad Baso.
BACA JUGA: PDIP dan PAN Bicara Soal Pemilu 2024 di Acara Pemuda Muhammadiyah
Dia menjelaskan, ketika berdakwah di Nusantara, terlebih pada masyarakat komunitas Tionghoa serta Hindu Bali, para wali tidak serta merta mengajarkan bagaimana cara masuk agama Islam.
Namun, Walisongo lebih dulu mendalami psikologi dan problem yang tengah terjadi di kalangan masyarakat Bali kala itu.
BACA JUGA: PKS Akui Perlu Banyak Belajar dari PDIP
Tak bisa dipungkiri bahwa salah satu problemnya adalah ekonomi.
“Para Wali datang ke Bali tidak mengajarkan dulu bagaimana harus masuk Islam, enggak. Tapi diajarkan dulu bagaimana membangun ekonominya, bagaimana bisa maju, sejahtera, bagaimana bisa mandiri dan tidak bergantung pada impor,” beber Ahmad Baso.
Menurutnya, persaudaraan dan gotong royong menuju sebuah kebangkitan, sebuah etos kerja, bersama bekerja untuk masa depan yang lebih baik.
Itulah merupakan strategi yang digunakan Walisongo.
Sehingga hadirnya Walisongo merupakan sebuah angin segar bagi komunitas Tionghoa Hindu Bali. Mereka banyak belajar dari Walisongo mengenai berbagai ilmu pengetahuan yang kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Salah satunya penulis Bali, didokumentasikan dalam naskah-naskah sejarah mereka, mereka menyebut kenapa orang Bali itu butuh kepada Wali Sanga? Karena Wali Sanga merupakan solusi bagi keberlangsungan peradaban mereka. Banyak dari mereka yang berguru kepada Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, Sunan Kudus. Itu ternyata orang Bali berguru kepada Wali Sanga,” jelas Ahmad Baso.
Sama seperti orang kebanyakan saat ini, Ahmad Baso mengatakan komunitas Tionghoa dan Hindu Bali saat itu juga menginginkan hidup yang sejahtera dan makmur.
Maka lewat pintu inilah Walisongo mendakwahkan ajaran-ajaran agama Islam yang senada dengan adat budaya masyarakat di Bali.
Misalnya masyarakat Bali membutuhkan salah satu pengobatan tradisional lewat kalimat Bismillah yang merupakah salah satu ayat Al-Qur’an.
Hal ini diajarkan Wali Sanga tanpa memerdulikan apakah nanti masuk Islam atau tidak. Sebab yang paling penting adalah nilai-nilai keislaman diperkenalkan lebih dulu.
“Kenapa mereka butuh Wali Sanga? Pertama mereka butuh hidup sejahtera dan makmur. Yang kedua bagaimana mereka belajar tentang ilmu pengobatan, jimat-jimat, bacaan, dan rajah. Semisal lafadz bismillah yang sering kita baca, pada waktu itu bagai orang Bali merupakan bacaan pengobatan. Dan diyakini dapat menyembuhkan sebuah penyakit,” ungkap Ahmad Baso.
Dari kisah itu, Baso menilai setiap warga negara bisa menyontoh teladan hidup para Wali Sanga. Khususnya dalam kehidupan kebangsaan di tengah ancaman ideologi transnasionalisme yang ingin menyeragamkan.
Menurutnya, setiap warga harus memiliki rasa nasionalisme kepada bangsanya sendiri. Ini sebagai bentuk kesadaran dan cinta tanah air yang ditunjukkan melalui sikap dan tingkah laku tanpa memandang ras, suku dan agama.
“Semangat gotong royong adalah salah satu kunci utamanya. Semangat ini yang kemudian digulirkan Wali Sanga dalam Komunitas Tionghoa Hindu Bali untuk menyebarkan nilai-nilai keberislaman yang senada dengan budaya Nusantara,” kata Ahmad Baso.(chi/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... 7.904 Desa Belum Terjangkau Internet, BAKTI Kominfo Terus Wujudkan Konektivitas Telekomunikasi Digital
Redaktur & Reporter : Yessy