Kharisma Soekarno Bergetar di Bumi Ende NTT

Rabu, 03 Juni 2015 – 20:54 WIB
Rumah Pengasingan Bapak Proklamator Soekarno di Ende, NTT. Foto Don Kardono/JPNN.com

jpnn.com - Baru kali ini, Menteri Pariwisata Arief Yahya tak sanggup menahan haru, terbata-bata dan acap kali kalimatnya tersendat. Seolah ada yang mengganjal di tenggorokan, saat mengikuti Prosesi Kebangsaan, dalam rangkaian Hari Lahir Pancasila 1 Juni di Ende, NTT. 

Tempat Bung Karno, sang pencetus lima butir mutiara itu men-down load lima sila yang menjadi Dasar Negara Republik itu. 
 
Arief Yahya tidak menyangka, antusiasme dan ketulusan warga se-kota Ende berikut dari pulau-pulau sekitarnya menyambut Hari Lahir Pancasila itu. 

BACA JUGA: Jadi Moderator di Asian Conference, Wanita Cantik Ini Panen Pujian

Atmosfer kebangsaan seperti yang ditularkan Bung Karno saat menjalani masa pengasingan 14 Januari 1934-1938 itu, sangat kental terasa. Presiden Pertama RI itu betul-betul dicintai penduduk Ende, dari tua, muda, laki, perempuan, dari segala strata dan etnis. 

“Saya tidak menduga, kota kecil Ende ini memiliki energi kebangsaan yang amat besar,” jelas Menpar yang Mantan Dirut PT Telkom ini. 

BACA JUGA: Baru 88 Daerah Teken Pengucuran Dana Pengawasan Pilkada

Sejak mendarat di Bandara H. Hasan Aroeboesman, Ende yang harusngepot di antara tebing-tebing menjulang itu, sudah disambut dengan tarian khas, sebagai ucapan welcome. Tak peduli terik matahari menyengat dan menambah rontok rambut di kepala yang mulai menipis. 

Tak menggubris, panasnya di atas 30 derajad Celcius yang menggosongkan raut wajah. Dengan sarung tenun khas Flores, selendang warna cokelat gelap, mereka tampil atraktif. 
Tak lama, Menpar melanjutkan perjalanan ke Lapangan Pancasila, yang sudah dinanti dengan sabar oleh ribuan peserta upacara sejak pukul 08.00. 

BACA JUGA: KPU Pastikan Seluruh Daerah Sudah Teken NPHD

Upacara peringatan hari lahirnya Pancasila itu baru dimulai pukul 10.00. Tidak ada yang berkeluh kesah, tidak ada yang menggerutu atau bersuara “uuuu…uu.” Mereka tetap khidmad menjalani prosesi upacara dengan inspektur Menpar Arief Yahya itu. 

Yang menyulut rasa haru adalah ketika paduan suara anak-anak berseragam biru putih itu melantunkan lagu-lagu perjuangan. Suara satu dua tiga berkumandang solid, tegas, mendinginkan suasana gerah dan amat menghibur. Ribuan pasang mata tertegun menikmati koor yang sangat patut diacungi dua jempol itu. 

“Anak-anak itu menyanyikan lagu nasional dengan apik, penuh semangat, mengharukan, membanggakan dan menggetarkan rasa nasionalisme,” aku Arief Yahya. 

Selesai upacara, tidak langsung istirahat. Dilanjut dengan talk show kebangsaan bersama RRI di Taman Rendo, bersebelahan dengan Lapangan Pancasila, tempat Bung Karno merenungkan lima sila itu di bawah pohon sukun bercabang lima. 

Ada dua pendapat yang berseberangan soal pohon sukun itu. Ada yang menyebut sudah mati, lalu ditanam lagi pohon sukun yang mirip. Tetapi, ada juga yang berpendapat, pohon sukun itu asli dan hidup subur. 

Pohon berdaun lebar berbuah bulat itu seolah menjadi saksi bisu, sejarah tercetusnya pokok-pokok pikiran Pancasila yang menjadi fondamen berbangsa bernegara itu. 

Di talk show itu Bupati Ir. Marsel Petu menyebut bahwa tanpa Ende, Indonesia belum tentu memiliki Pancasila. Bahkan, tanpa Ende, mungkin Indonesia tidak ada. Ende memegang peranan yang strategis buat bangsa ini, 80 tahun yang silam. 

“Di tempat inilah, Bung Karno menemukan kedamaian dan merasakan ke-Bhineka-an. Di pengasingan inilah rahim yang menelorkan Pancasila,” papar Marsel Petu sambil menunjuk patung Bung Karno duduk dengan posisi kaki satu menumpang di kaki lainnya bersebelahan dengan pohon sukun. 
  
Menpar Arief Yahya pun mengeluarkan jurus marketingnya, ketika diinterview oleh Dessy, reporter RRI. Tagline apa yang bisa menjadi branding Ende sebagai pemikat wisatawan? 

Karena tiap tahun wisman yang eksplorasi ke Labuan Bajo, Komodo menembus 60 ribu, tetapi sangat minim yang melanjutkan wisatanya ke Ende. 

“Saya kira tagline even ini sudah kuat! Dari Pancasila Rumah Kita, dari Ende untuk Indonesia! Itu paling kuat,” jawab pria asal Banyuwangi yang oleh Lembaga Survei Alvara dikategorikan sebagai Menteri Bintang Lima itu. 

Apa alasannya? “Hanya satu-satunya kota di Indonesia, bahkan di dunia yang punya sejarah dengan Bung Karno! Yang membidani lahirnya Pancasila! Yang menggugah inspirasi Putera Sang Fajar! Tak ada lagi kota kebangsaan seperti Ende! Itu betul-betul pemberian Tuhan yang amat istimewa! Itulah branding yang sudah kelihatan di depan mata,” jelas Arief Yahya. 

Ende, kata dia, juga memiliki 10 situs bersejarah yang terkait erat dengan kisah mantan presiden pertama RI itu. Dari pelabuhan Bung Karno, Pos Polisi Militer, rumah pengasingan Bung Karno, Taman Rendo, Masjid Ar-Rabithah, Gereja Katedral, rumah pastoran, gedung pertunjukan “Immaculata”, eks Toko De Leew, serta makam Ibu Amsi –ibunda Inggid, istri Bung Karno yang ikut dibawa saat menjalani pengasingan di Pulau Flores itu.

Tempat-tempat penting itulah yang 1 Juni 2015, kemarin, dipenuhi hampir semua warga Ende untuk memperingati lahirnya Pancasila. Menpar pun ikut parade, berjalan kaki, jika dihitung sekitar 5 kilometer berkeliling napak tilas bekas-bekas tempat istimewa bagi Bung Karno. Di setiap titik itu, warga diingatkan dengan sejarah singkatnya melalui cuplikan puisi-puisi karya Soekarno yang juga orator ulung di zaman itu. 

“Saya juga haru dengan semangat dan apresiasi warga Ende. Tergetar rasa kebangsaan dan cinta tanah air saya. Bayangkan, saat itu Bung Karno masih berusia 32 tahun, sudah berbuat banyak untuk bangsa ini. Di kota inilah, nuansa, charisma, dan getaran Bung Karno begitu terasa. Beliau memang sudah tiada, tetapi roh spirit berbangsanya, masih subur tertanam di kota Ende,” aku Arief Yahya. (Don Kardono/bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi Diminta Hati-Hati dengan Lembaga Rating


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler