jpnn.com - JAKARTA - Pemberlakuan program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menuai kritik. Alih-alih dipuji, program yang dikenal dengan sebutan kartu sakti ala Jokowi itu justru dianggap sebagai bentuk sikap pemerintah yang enggan membangun sikap mandiri warga.
Hal itu dikatakan Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat dari Universitas Islam Negeri (UIN), Syarif Hidayatullah Jakarta, Nafsiah Arifuzzaman dalam diskusi di DPD RI, kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (14/11).
BACA JUGA: Kapolri: Penindakan Pelaku Unras Sudah Standar
"Ketiga kartu sakti ini membangun masyarakat semakin tergantung dengan bantuan-bantuan dan malas," ujarnya.
Mestinya, lanjut Nafsiah, pemerintah harus membangun masyarakat dengan konsep pemberdayaan. "Jangan membangun ketergantungan. Pendekatannya harus empowerment (pemberdayaan, red),” tegas Nafsiah.
BACA JUGA: Sepekan Diselidiki, Penembak Mobil Amien Masih Misteri
Menurut dia, kartu sakti ini membuat shocked masyarakat karena ada embel-embel politik dengan cara membangun merek baru. "Kesannya setiap ganti presiden ganti merek. Isinya kan sama saja. Ini yang membuat masyarakat shock," tegasnya.
Nafsiah menambahkan, jika negara punya niat memberdayakan masyarakatnya secara sungguh-sungguh, harus menjaga sebuah konsistensi. Artinya, ada kesinambungan program.
BACA JUGA: Pemerintah Masih Hitung Ulang Harga Minyak Dunia
"Jadi penting kontinuitas itu. Jangan karena kenaikkan BBM, lalu disebar kartu sakti. Sakit kan tidak ada hubungannya dengan BBM. Makanya perlu kontiniutas kegiatan dimaksud," pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Beri Ucapan Selamat ke Ahok via Facebook
Redaktur : Tim Redaksi