BANDA ACEH - Besarnya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Aceh (APBA) 2013 yang berjumlah Rp 11,785 triliun, diperkirakan akan mempengaruhi membengkaknya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada tahun mendatang.
Hal itu mencuat saat diskusi oleh Jaringan Peduli Anggaran (JPA) Aceh dan Tim Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) di kantor Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) di Banda Aceh, Kamis (7/2). diskusi dihadiri oleh para aktivis LSM, akademisi dan media.
Akademisi Universitas Syiah Kuala, Dr. Syukri Abdullah mengatakan, komponen SiLPA biasanya berasal dari pendapatan yang lebih besar dari target, belanja yang lebih karena efisiensi dan proyek yang belum selesai atau yang batal dikerjakan. “Pengalaman beberapa tahun sebelumnya, selalu ada sisa anggaran,” ujarnya.
Syukri kemudian dengan merujuk pada data kajian dari PECAPP. Dalam data itu terlihat SiLPA Aceh anggaran 2009 sebesar Rp 1,84 triliun, SiLPA 2010 (Rp 1,31 triliun), SiLPA 2011 (Rp 1,51 triliun), SiLPA 2012 (Rp 1,67 triliun) dan diperkirakan SiLPA untuk 2013 dapat membengkak menjadi Rp 2,00 triliun.
Berdasarkan data tersebut, kata Syukri, penyebab besarnya SiLPA Aceh saban tahun dikarenakan oleh lemahnya daya serap Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), terlambatnya pengesahan anggaran dan tender yang lambat.
“Juga dipengaruhi oleh iklim dan musim, tapi kalau iklim bisa diantisipasi dengan pengaturan perencanaan dan pelaksanaan sebuah kegiatan, yang biasanya dibuat dalam jangka waktu triwulan," ujarnya.
Sementara itu, Ali Amin, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah menyakini daya serap anggaran dipengaruhi oleh banyak hal. Dia menilai, perlu pembedahan dana SiLPA yang lebih detail, dari pos mana saja sisa anggaran tersebut. “Sehingga bisa dioptimalkan ke depan,” ujarnya.
Abdullah Abdul Muthaleb dari MaTA Aceh menyebutkan, besarnya SiLPA akan membuat pembangunan berjalan lambat. Juga berpotensi adanya proyek titipan yang semakin melemahkan perencanaan pembangunan. Proyek kemudian akan didesain untuk lebih mengejar penyerapan. “Misalnya proyek multi-years yang didesain tapi tidak jelas peruntukannya dan kontinuitasnya,”i mbuhnya.
Juga terjadinya kemalasan fiskal, artinya sumber penerimaan baru untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak diperluas. Buktinya, PAD untuk tahun anggaran 2012 sama dengan yang ditargetkan dalam APBA 2013, yang baru saja disahkan pada 1 Februari lalu, yaitu sebesar Rp 804,285 miliar.
“Harusnya sisa anggaran dapat lebih dioptimalkan, supaya tidak terus membengkak,” ujarnya.
Abdullah mengatakan, JPA kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah Aceh agar perencanaan pembangunan dapat lebih terencana dan terarah terhadap pembangunan.
Selanjutnya, adanya peran aktif dari publik untuk mengawal proyek-proyek multi years yang sesuai dengan kebutuhan. Ini tentu menjadi tugas besar bagi Pemerintah Aceh bersama DPRA, sebab besarnya SiLPA yang terus terjadi di Aceh bukan semata-mata disebabkan oleh salah satu pihak antara keduanya.
“Pemerintah Aceh dan DPRA harus segera mendesain bagaimana kebijakan dan strategi yang harus dilakukan sehingga SiLPA dari APBA tidak terus membengkak,"kata dia.
APBA Aceh disahkan Jumat malam pekan lalu, dengan jumlah Rp 11,785 triliun. Dari jumlah itu, diperkirakan Aceh mengalami defisit anggaran sekitar Rp 1,6 triliun, karena kemampuan anggaran Aceh hanya Rp 10,1 triliun. (rel)
Hal itu mencuat saat diskusi oleh Jaringan Peduli Anggaran (JPA) Aceh dan Tim Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) di kantor Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) di Banda Aceh, Kamis (7/2). diskusi dihadiri oleh para aktivis LSM, akademisi dan media.
Akademisi Universitas Syiah Kuala, Dr. Syukri Abdullah mengatakan, komponen SiLPA biasanya berasal dari pendapatan yang lebih besar dari target, belanja yang lebih karena efisiensi dan proyek yang belum selesai atau yang batal dikerjakan. “Pengalaman beberapa tahun sebelumnya, selalu ada sisa anggaran,” ujarnya.
Syukri kemudian dengan merujuk pada data kajian dari PECAPP. Dalam data itu terlihat SiLPA Aceh anggaran 2009 sebesar Rp 1,84 triliun, SiLPA 2010 (Rp 1,31 triliun), SiLPA 2011 (Rp 1,51 triliun), SiLPA 2012 (Rp 1,67 triliun) dan diperkirakan SiLPA untuk 2013 dapat membengkak menjadi Rp 2,00 triliun.
Berdasarkan data tersebut, kata Syukri, penyebab besarnya SiLPA Aceh saban tahun dikarenakan oleh lemahnya daya serap Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), terlambatnya pengesahan anggaran dan tender yang lambat.
“Juga dipengaruhi oleh iklim dan musim, tapi kalau iklim bisa diantisipasi dengan pengaturan perencanaan dan pelaksanaan sebuah kegiatan, yang biasanya dibuat dalam jangka waktu triwulan," ujarnya.
Sementara itu, Ali Amin, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah menyakini daya serap anggaran dipengaruhi oleh banyak hal. Dia menilai, perlu pembedahan dana SiLPA yang lebih detail, dari pos mana saja sisa anggaran tersebut. “Sehingga bisa dioptimalkan ke depan,” ujarnya.
Abdullah Abdul Muthaleb dari MaTA Aceh menyebutkan, besarnya SiLPA akan membuat pembangunan berjalan lambat. Juga berpotensi adanya proyek titipan yang semakin melemahkan perencanaan pembangunan. Proyek kemudian akan didesain untuk lebih mengejar penyerapan. “Misalnya proyek multi-years yang didesain tapi tidak jelas peruntukannya dan kontinuitasnya,”i mbuhnya.
Juga terjadinya kemalasan fiskal, artinya sumber penerimaan baru untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak diperluas. Buktinya, PAD untuk tahun anggaran 2012 sama dengan yang ditargetkan dalam APBA 2013, yang baru saja disahkan pada 1 Februari lalu, yaitu sebesar Rp 804,285 miliar.
“Harusnya sisa anggaran dapat lebih dioptimalkan, supaya tidak terus membengkak,” ujarnya.
Abdullah mengatakan, JPA kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah Aceh agar perencanaan pembangunan dapat lebih terencana dan terarah terhadap pembangunan.
Selanjutnya, adanya peran aktif dari publik untuk mengawal proyek-proyek multi years yang sesuai dengan kebutuhan. Ini tentu menjadi tugas besar bagi Pemerintah Aceh bersama DPRA, sebab besarnya SiLPA yang terus terjadi di Aceh bukan semata-mata disebabkan oleh salah satu pihak antara keduanya.
“Pemerintah Aceh dan DPRA harus segera mendesain bagaimana kebijakan dan strategi yang harus dilakukan sehingga SiLPA dari APBA tidak terus membengkak,"kata dia.
APBA Aceh disahkan Jumat malam pekan lalu, dengan jumlah Rp 11,785 triliun. Dari jumlah itu, diperkirakan Aceh mengalami defisit anggaran sekitar Rp 1,6 triliun, karena kemampuan anggaran Aceh hanya Rp 10,1 triliun. (rel)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jasa Pengiriman TKI Ilegal Ditindak
Redaktur : Tim Redaksi