jpnn.com, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Subagyo khawatir revisi UU ASN yang sudah disepakati masuk prolegnas prioritas, bakal mubazir lagi seperti periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.
Hal ini disampaikan Firman berkaca dari pembahasan revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tersebut di periode yang lalu.
BACA JUGA: Revisi UU ASN Hanya untuk Menyelesaikan Honorer K2, Catat ya!
Saat itu, pemerintah tidak pernah mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait revisi UU yang diidamkan para honorer K2 tersebut.
"Memang ini yang jadi persoalan. Ketika revisi undang-undang menjadi inisiatif DPR tetapi pemerintah belum siap membahas, ya seperti itu," kata Firman menjawab jpnn.com, di Kompleks Parlemen, Kamis (12/12).
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Gaji PNS Rp 12 Juta hingga Skandal Garuda Indonesia Makin Memanas
Oleh karena itu, kata dia, sebaiknya setiap RUU yang masuk prolegnas dan akan dibahas harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara pemerintah dengan DPR,.
Ini untuk menentukan mana usulan perubahan yang menjadi kebutuhan mendesak bagi pemerintah.
BACA JUGA: Waspada! Penipuan CPNS Kembali Beraksi, Begini Modusnya
"Karena UU yang dibuat ini untuk menjadi satu landasan hukum dalam tata kelola pemerintahan. Ketika pemerintah belum menganggap perlu, tentu tidak akan melanjutkan pembahasan. Jadi mubazir. Ini persoalannya. Termasuk revisi UU ASN ini. Kan sama," tutur Firman.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah III ini mengatakan bahwa alasan DPR menjadikan revisi UU ASN sebagai usul inisiatif adalah karena merespons keinginan masyarakat dan melihat ada persoalan dengan honorer K2.
Namun, di sisi lain katanya, pemerintah seperti punya pandangan berbeda, karena merasa sudah menyelesaikan masalah honorer K2 dengan cara lain tanpa perlu mengubah UU.
"Di sini belum ada titik temunya. Urgensi daripada undang-undang ini bagi pemerintah itu belum dianggap urgen karena bisa diselesaikan dengan aturan lain. Tidak perlu mengubah UU. Persoalannya di sini," tandas Firman.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam