jpnn.com, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta warganya mewaspadai cuaca ekstrem yang dapat memicu bencana hidrometeorologi jelang puncak musim hujan pada Desember 2020 hingga Maret 2021.
"Tetap waspada dan siap siaga terhadap ancaman bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina, dari banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung yang bisa terjadi kapan saja," kata Khofifah di Surabaya, Senin (23/11).
BACA JUGA: LaNyalla Puji Keberhasilan Gubernur Khofifah Hadapi Pandemi Covid-19 di Jatim
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) secara rutin merilis peringatan dini untuk mewaspadai hujan dengan intensitas sedang hingga deras disertai angin kencang dan petir.
Peringatan dini itu menurut Khofifah harus dijadikan alarm bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
BACA JUGA: Habib Rizieq Shihab & Keluarganya Sudah Jalani Swab Test Covid-19, Hasilnya?
"Terutama bagi yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah yang rawan bencana. Pastikan mitigasi bencananya maksimal," pinta mantan menteri sosial itu.
Menurut Khofifah, terdapat 22 daerah di Jatim yang rawan terjadi bencana hidrometeorologi.
BACA JUGA: Wilayah Zona Merah Covid-19 di Jember Makin Meluas
Kawasan rawan banjir umumnya didominasi luapan sungai di sekitarnya, seperti Sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa membanjiri wilayah Bojonegoro, Magetan, Madiun, Lamongan, Gresik, Ngawi, dan Tuban.
Kemudian potensi banjir akibat luapan sungai Berantas, yakni Malang Raya, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Probolinggo, Surabaya, Bondowoso, Lumajang, Banyuwangi, dan Jember.
Sedangkan di Pasuruan, banjir berpotensi diakibatkan oleh luapan sungai Welang, lalu di Madura beberapa daerah biasa terdampak luapan Sungai Kemuning.
Berikutnya, bencana hidrometeorologi yang lain adalah longsor, yakni harus diwaspadai wilayah Jombang, Ponorogo, Kediri, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Batu, dan Pacitan.
Khofifah menjelaskan bahwa Jatim menjadi salah satu provinsi yang secara geografis dan geologis memiliki kerentanan terhadap bencana, baik alam maupun non-alam.
Karena itu penanganan bencana harus dilakukan dengan bersinergi dan kolaborasi antarlini, mulai pemerintah provinsi, kota, kabupaten, kampus, swasta, media serta masyarakat.
"Prinsipnya pendekatan pentaheliks disinergikan dan diperkuat untuk mengantisipasi bencana, dan dampak terhadap risiko bencana dapat diminimalisasi," katanya.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam