Kiai Hasyim Tolak Hasil Muktamar NU Jombang

Jumat, 07 Agustus 2015 – 05:21 WIB
KH Hasyim Muzadi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - MALANG - Ormas terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) sedang dalam krisis konflik setelah helatan Muktamar NU ke-33 yang baru selesai dilaksanakan di Jombang.

Mencuatnya konflik pasca Muktamar tersebut datang setelah kemarin sore, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Kota Malang yakni KH Hasyim Muzadi menolak hasil muktamar Jombang. Dari kediamannya di Jalan Cengger Ayam, Kota Malang, mantan Ketua Tanfidiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menolak hasil Muktamar Jombang.

BACA JUGA: Kejagung Segera Periksa Gubernur Sumut di Kasus Bansos

Menurut dia, Muktamar Jombang yang menghasilkan Ketua Tanfidiyah KH Said Aqil Sirodj dan Rois Am KH Ma'ruf Amin dinilai tidak sesuai aturan.

"Kalau konsep yang dihasilkan muktamar mungkin menerima, tapi kalau pemimpin yang dihasilkan dari muktamar ini saya menolak," kata dia dalam konfrensi pers kemarin.

BACA JUGA: Kok Tentara Masih Main Paksa seperti Cara Era Orba?

Pria yang dalam muktamar Jombang mencalonkan diri sebagai Rois Am ini menambahkan, ada sejumlah hal yang ditabrak oleh Muktamar Jombang. Salah satunya adalah tidak memenuhi kuorum-nya pemilihan ketua tanfidiyah yang menghasilkan KH Said Aqil Sirodj sebagai pemenang.

Kiai Hasyim berkesimpulan kalau forum pemilihan yang dilaksanakan di Alun-Alun Jombang ini karena pada waktu bersamaan, dirinya dengan Calon Ketua Tanfidiyah yang lain yakni KH Sholahudin Wahid mengumpulkan pimpinan NU dari wilayah dan cabang di Pesantren Tebuireng.

BACA JUGA: Marwan Anggap Penting Pameran Potensi Desa

Dari hasil mengumpulkan pimpinan NU inilah, menurut Kiai Hasyim diketahui kalau totalnya ada 401 pimpinan wilayah dan cabang. Jumlah ini sangat banyak karena total pimpinan wilayah dan cabang yang punya hak suara hanya 508.

Nah, karena inilah, menurut Kiai Hasyim tidak mungkin muktamar di Alun-Alun Jombang kuorum karena pimpinan wilayah dan cabang mayoritas berada di Tebuireng. "Bisa dicek kalau di Tebuireng memang jumlahnya 401," tambahnya.

Saat ditanya soal muktamar di alun-alun yang dari hitungan pimpinan sidang sudah kuorum karena terdapat 378 pimpinan wilayah dan cabang dari total 508, Kiai Hasyim mempertanyakan hal tersebut.

"Tidak mungkinlah kalau di sini (Tebuireng) kuorum dan di sana (alun-alun) juga kuorum," papar pria kelahiran 8 Agustus 1944 ini.   

Selain itu, menurut dia Muktamar NU di Jombang juga sudah tidak sehat. Salah satunya adalah sifat semena-mena panitia kepada muktamirin atau peserta muktamar."Dalam proses LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban), tidak ada pandangan umum dari cabang-cabang," kata dia.

"Selain itu, para kiai juga tidak dihormati karena sering dimarah-marahin oleh banser," tambahnya.

Karena inilah, ketika Kiai Hasyim akan dijadikan Rois Am oleh Peserta Muktamar yang ada di Tebuireng, Kiai Hasyim tidak mau. Dia juga tidak mencalonkan dari Muktamar yang ada di Alun-Alun Jombang.

"Karena saya malu menjadi Rois Am dari proses muktamar yang abal-abal," jelas pria yang saat ini menjabat sebagai dewan pertimbangan presiden ini.  

Selanjutnya, karena aneka macam alasan yang dia paparkan itu, menurut dia saat ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang vakum. Dalam artian, tidak ada pengurus yang sah karena pemimpin yang dipilih cacat secara konstitusi organisasi. "PBNU itu sekarang seperti punya badan tapi tidak punya kepala," urainya.

Karena inilah, Kiai Hasyim ingin PBNU melakukan muktamar ulang. Bahkan, menurut dia banyak sejumlah pengurus wilayah dan cabang yang juga ingin melaksanakan muktamar ulang.

"Saya dapat informasi seperti itu, karena yang berhak mengadakan muktamat ulang itu adalah mereka (pengurus wilayah dan cabang)," tambahnya.

Hanya saja, kapan Muktamar ulang tersebut akan dilaksanakan, Kiai Hasyim masih belum bisa memastikan."Tapi nanti kalau ada muktamar ulang, tolong cari muktamar yang normal," kata dia.

"Karena yang saat ini dari proses registrasi sampai pemilihan sudah tidak beres," pungkasnya.

Sementara itu, terkait pernyataan Kiai Hasyim yang menolak hasil Muktamar Jombang tersebut, tiga ketua Tanfidiyah di Malang Raya tidak mau menanggapi karena alasan etika.

"Sebagai santri saya tidak berhak menanggapi, karena pasti Kiai Hasyim pasti punya ijtihad sendiri," kata Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Batu Hasyim Sirojudin.

Kendati demikian, dari hasil pengamatannya mengikuti pemilihan Ketua Tanfidiyah PBNU, menurut dia peserta sudah kuorum."Saya ikut memilih yang di Alun-Alun, dan totalnya sudah kuorum," kata dia.

Sedangkan Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang KH Dr. Isroqunnajah M.Ag berharap, polemik yang terjadi di NU tidak sampai berlarut-larut. Sehingga menurut dia tidak perlu lagi ada muktamar ulang.

"Saya berharap Kiai Said yang terpilih segera sowan ke Gus Sholah (KH Sholahudin Wahid) dan kepada Kiai Hasyim Muzadi," kata dia.

Sedangkan terkait kondisi Muktamar, pria yang akrab disapa Gus Is ini membenarkan sejumlah hal yang dinyatakan oleh Kiai Hasyim Muzadi. "Semisal perlakuan diskriminasi terhadap yang setuju sistem Ahwa (Ahlul Halli wal Aqdi)," tambahnya.  

Untuk diketahui, sistem pemilihan Ahwa atau musyawarah mufakat untuk pemilihan Rois Am memang menjadi salah satu polemik. Menurut Gus Is, Panitia sempat mendiskriditkan orang yang tidak setuju sistem Ahwa dilaksanakan pada Muktamar Jombang.

"Awalnya yang tidak sepakat dikasih tanda di id card, dan hanya boleh ikut pembukaan saja, meski pada akhirnya diskriminasi itu tidak ada lagi," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Tanfidiyah PCNU Kabupaten Malang H M.Bibit Suprapto juga tidak mau menanggapi terkait sikap KH Hasyim Muzadi. Hanya saja, menurut dia muktamar ulang tidak perlu dilakukan karena pemilihan Ketua Tanfidiyah PBNU sudah memenuhi kuorum.

"Saya tidak menanggapi, tapi faktanya memang sudah kuorum, sekitar 80 persen yang hadir, padahal kourumnya hanya 50 persen saja," pungkasnya.(riq)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapa Haedar Nashir?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler