Kok Tentara Masih Main Paksa seperti Cara Era Orba?

Jumat, 07 Agustus 2015 – 04:40 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Aktivis hak asasi manusia (HAM) Hendardi mengkritisi langkah personel Kodam IV Diponegoro yang menggusur perumahan warga di di Jalan Setia Budi  RT 04/RW 02 Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Semarang Sabtu lalu (1/8). Menurutnya, tindakan personel TNI itu patut disayangkan karena masih saja menggunakan praktik-praktik melanggar HAM ala Orde Baru.

Hendardi menuturkan, aksi personel Kodam IV Diponegoro yang menggusur pemukiman warga itu tak bisa dibiarkan. Ia menyarankan warga korban gusuran untuk menempuh proses hukum dan melaporkan masalah itu ke pimpinan TNI.

BACA JUGA: Marwan Anggap Penting Pameran Potensi Desa

”Mereka harus melaporkan masalah ini ke segenap  pimpinan TNI di Jakarta, mintakan keadilan kepada pimpinan TNI. Mereka juga harus mengajukan gugatan hukum,” ujar Hendardi melalui keterangan tertulis yang diterima media, Kamis (6/8).

Ia justru curiga ada unsur bisnis di balik penggusuran itu. Sebab, pemilik sertifikat tanah yang didiami warga ternyata juga bukan Kodam IV Diponegoro.

BACA JUGA: Siapa Haedar Nashir?

Ketua Setara Institute itu menambahkan, mestinya warga Srondol Kulon yang menjadi korban gusuran itu mendapat prioritas dalam pengurusan sertifikat hak milik (SHM) karena sudah puluhan tahun mendiami tanah tersebut. Merujuk Undang-Undang Pokok Agraria, katanya, warga yang sudah lama bahkan puluhan tahun menempati dan mendiami tanah negara, seharusnya mendapat prioritas pertama sebagai yang berhak mengajukan permohonan pembuatan SHM.

”Itu diatur dalam pasal-pasal di dalam UU Pokok Agraria. Gak bisa warga Jakarta sekonyong-konyong mengklaim lahan tersebut lantas menunjukkan SHM,” tandasnya.

BACA JUGA: Gatot Diperiksa Belakangan

Ia menambahkan, dalam beberapa kasus penggusuran oleh TNI, sebenarnya korbannya bukan hanya warga sipil. Pasalnya, ada juga pensiunan tentara yang biasanya berpangkat perwira menengah ke bawah terkena penggusuran karena menempati lahan yang diklaim oleh TNI. “Penggusuran paksa selalu menimpa mereka orang-orang kecil untuk selalu dikorbankan,” tuturnya.

Sebelumnya, pengacara bagi warga Jalan Setia Budi, Srondol Kulon yang jadi korban gusuran, Yosep Parera Thedorus menyatakan, Kodam IV Diponegoro harus memberikan ganti rugi. Pasalnya, rumah-rumah warga sudah dihancurkan dan diratakan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Menurutnya, tanah itu sebenarnya bukan milik TNI dalam hal ini Kodam IV Diponegoro. Berdasarkan beberapa sertifikat, papar Yosep, pemilik sertifikat lahan yang ditempati warga itu adalah Veronika Maria Winarti Ongko Juwono,  Antonius Sukiato Ongko Juwono, Swanywati Ongko Juwono, Ninarti Ongko Juwono, serta Tjitra Kumala Dewi Wongso.  

Menurut Yosep,  nama-nama yang ada di sertifikat itu juga tak pernah menemui warga. Bahkan, lanjutnya, pemegang sertifikat itu juga tidak pernah mengajukan gugatan perdata terhadap warga yang telah menempati lahan itu.

“Kalau memang lahan itu milik sipil yaitu Ongko Juwono cs, maka silakan diajukan proses hukum sesuai hukum sipil yang berlaku misalnya gugatan perdata. Bukan malah tentara yang justru menggusur warga, karena aparat Kodam Diponegoro sama sekali tak punya dasar hukum dalam melakukan penggusaran,” paparnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Ketemu Jokowi, Sikap MPR RI Berubah, Ada Apa ?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler