LHOKSUKON-Mesin Kilang Padi Keliling (Kipakel) terus berkembang pesat di wilayah Aceh Utara. Akibat menjamurnya mesin penggiling padi berjalan itu, tentunya akan membuat kilang padi menetap terancam gulung tikar.
Apalagi, omset pendapatan mereka terus menurun saban hari, karena berkembangkan Kilang Padi Keliling. Syukri (38) warga Baktia kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN), Minggu (3/3), mengatakan, Kipakel memang terus menjamur di Aceh Utara. Kondisi itu merekalah yang menguasai lapangan di dalam penggilingan gabah masyarakat.
“Dalam satu hari, kami bisa mendapatkan sekitar 60 kilogram beras. Itu ongkos penggilingan padi untuk kami. Dan sistemnya berkeliling masuk desa-desa, sehingga ketika lewat di depan rumah warga, maka kami dipanggil disuruh giling padi mereka,” jelas Syukri seorang mantan pekerja Kipakel.
Sementara Zulfadli (29) seorang pengelala kilang padi tetap di Baktia, menuturkan, akhir-akhir ini, penggilingan padi di kilangnya menurun. Hal itu disebabkan menjamurnya Kipakel yang datang dan masuk ke rumah-rumah warga. Akibatnya, warga tidak perlu ambil pusing lagi, untuk membawa padi mereka ke tempat penggilingan padi.
Dulu, kata Zulfadli, kilang padi yang dikelolanya saban hari rata-rata masuk gabah warga untuk digiling sekitar satu ton. Kini, jangankan satu ton, setangah ton saja tidak susah. “Jalan, satu-satunya supaya kilang padi tidak tutup. Maka terpaksa kami membeli padi, kemudian kita giling dan kita jual berasnya. Karena tidak ada cara lain, sebab warga lebih memilih menggunakan jasa Kipakel sekarang,” bebernya.
Sementara Maryana (48) seorang ibu rumah tangga, kepada koran ini mengaku lebih memilih Kipakel dari pada kilang padi tetap. “Kalau kipakel datang langsung ke rumah kita untuk menggiling padi, bahkan ongkosnya juga lebih murah,” tandas Maryana.(mag-46)
Apalagi, omset pendapatan mereka terus menurun saban hari, karena berkembangkan Kilang Padi Keliling. Syukri (38) warga Baktia kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN), Minggu (3/3), mengatakan, Kipakel memang terus menjamur di Aceh Utara. Kondisi itu merekalah yang menguasai lapangan di dalam penggilingan gabah masyarakat.
“Dalam satu hari, kami bisa mendapatkan sekitar 60 kilogram beras. Itu ongkos penggilingan padi untuk kami. Dan sistemnya berkeliling masuk desa-desa, sehingga ketika lewat di depan rumah warga, maka kami dipanggil disuruh giling padi mereka,” jelas Syukri seorang mantan pekerja Kipakel.
Sementara Zulfadli (29) seorang pengelala kilang padi tetap di Baktia, menuturkan, akhir-akhir ini, penggilingan padi di kilangnya menurun. Hal itu disebabkan menjamurnya Kipakel yang datang dan masuk ke rumah-rumah warga. Akibatnya, warga tidak perlu ambil pusing lagi, untuk membawa padi mereka ke tempat penggilingan padi.
Dulu, kata Zulfadli, kilang padi yang dikelolanya saban hari rata-rata masuk gabah warga untuk digiling sekitar satu ton. Kini, jangankan satu ton, setangah ton saja tidak susah. “Jalan, satu-satunya supaya kilang padi tidak tutup. Maka terpaksa kami membeli padi, kemudian kita giling dan kita jual berasnya. Karena tidak ada cara lain, sebab warga lebih memilih menggunakan jasa Kipakel sekarang,” bebernya.
Sementara Maryana (48) seorang ibu rumah tangga, kepada koran ini mengaku lebih memilih Kipakel dari pada kilang padi tetap. “Kalau kipakel datang langsung ke rumah kita untuk menggiling padi, bahkan ongkosnya juga lebih murah,” tandas Maryana.(mag-46)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Terancam Gagal di Karawang
Redaktur : Tim Redaksi