jpnn.com - JAKARTA - Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, dan Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) Cilacap, Jawa Tengah memiliki arti penting bagi Pertamina selaku operator.
Kilang itu bakal menjadi kompleks industri petrokimia yang disebut-sebut terbesar di Tanah Air. Selain memasok kebutuhan industri besar dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM, juga akan mereduksi penggunaan devisa.
BACA JUGA: Ini Jenis Investasi untuk Tampung Dana Repatriasi Tax Amnesty
“Secara keseluruhan tentunya dengan beroperasi kedua kilang tersebut negara diuntungkan,” kata Staf Pengajar Geoekonomi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Dirgo Purbo di Jakarta kemarin.
Kilang TPPI, yang terkenal akan teknologinya yang canggih dan efisien, dalam jangka panjang bakal menjadi kompleks industri petrokimia. Potensi kawasan itu menjadi pusat pengembangan petrokimia sangat besar.
BACA JUGA: Realisasi KPR BTN Melonjak 2 Kali Lipat
Sebab, kilang TPPI selain mampu memproduksi premium, solar, elpiji dan HOMC 92 (dikenal sebagai pertamax 92) juga dapat menghasilkan aromatik.
Bahan-bahan turunan dimaksud antara lain, petrochemical, seperti paraxylene, orthoxylene, benzene, dan toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. “Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti,” sebutnya.
BACA JUGA: Penyaluran Kredit BTN Tembus Rp 143 Triliun
Sedangkan RFCC Cilacap, selain produksi BBM juga memproduksi petrokimia dengan peningkatan menonjol pada produksi paraxylene dari 280 ribu barel per hari (bph) menjadi 485 ribu bph.
RFCC Cilacap juga mengembangkan pabrik produksi polypropylene baru untuk menaikkan produksi polypropylene menjadi 153 ribu kilo ton per tahun. Proyek ini ditargetkan tuntas dan beroperasi pada 2021. (lum/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golden Agri Resources Dukung Industri Sawit Berkelanjutan
Redaktur : Tim Redaksi