JAKARTA- Kinerja Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dinilai tak banyak berubah, meski telah dibantu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut keharusan meminta izin pemeriksaan ke Presiden yang sebelumnya diatur dalam UU Pemerintahan Daerah.
Harapan publik putusan MK tersebut bisa mempercepat kasus korupsi kepala daerah tetap tak terjadi. Kejaksaan dinilai tetap belum mampu melepaskan diri dari intervensi kepentingan politik yang berujung pada berlarut-larutnya penyelesaian kasus korupsi kepala daerah.
Kasus korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang melibatkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho merupakan salah satu contoh nyatanya. Hampir 3 tahun ditetapkan sebagai tersangka, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) belum juga bisa memberikan kepastian apakah melanjutkan kasus Awang hingga ke pengadilan atau dihentikan penyidikannya (SP3).
"Dibanding KPK, kinerja kejaksaan dalam menjerat kepala daerah yang masih aktif masih kalah. Kejaksaan belum mampu menyamai apalagi melebihi KPK," kata Emerson saat dihubungi Selasa (19/2).
Menurut Econ, panggilan Emerson, seharusnya putusan MK dijadikan dasar untuk mempercepat penyidikan kepala daerah terutama gubernur yang selama ini menurutnya jarang dilakukan kejaksaan. "Akhirnya yang muncul kejaksaan seperti diintervensi untuk memperlambat kasus Awang," tambah Econ.
Soal alasan kejaksaan yang kerap menyebut belum bisa menyikapi kasus Awang karena masih menunggu salinan putusan terpidana lain kasus KPC (Anung Nugroho dan Apidian Triwahyudi) juga tak tepat.
"Kesannya yang muncul kejaksaan malas melanjutkan penyidikan. Awang-nya juga jadi tersandera (terus jadi tersangka tanpa kejelasan)," lanjut Econ.
Daripada terus digantung, kejaksaan lebih baik melanjutkan kasus Awang ke penuntutan. Kekhawatiran lain menurut Econ terkait proses pemilihan gubernur Kaltim yang akan segera berlangsung tahapannya. Jika Awang kembali terpilih maka langsung ataupun tidak kinerjanya takkan maksimal.
"Nggak perlu nunggu salinan putusan dua terpidana lain itu. Lanjutkan aja," tegas Econ.
Di pihak lain JAM Pidsus Andhi Nirwanto kembali menegaskan pihaknya belum akan bergerak sebelum menerima salinan putusan Anung dan Apidian. Kejaksaan juga takkan mau menggelar ekspose ke publik untuk menjelaskan apa saja kesulitan penyidikan kasus korupsi yang diperkirakan merugikan keuangan negara mencapai Rp 576 miliar itu.
"Apa yang mau diekspose, salinan putusannnya juga sampai sekarang belum kita terima," kata Andhi. (pra/jpnn)
Harapan publik putusan MK tersebut bisa mempercepat kasus korupsi kepala daerah tetap tak terjadi. Kejaksaan dinilai tetap belum mampu melepaskan diri dari intervensi kepentingan politik yang berujung pada berlarut-larutnya penyelesaian kasus korupsi kepala daerah.
Kasus korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang melibatkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho merupakan salah satu contoh nyatanya. Hampir 3 tahun ditetapkan sebagai tersangka, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) belum juga bisa memberikan kepastian apakah melanjutkan kasus Awang hingga ke pengadilan atau dihentikan penyidikannya (SP3).
"Dibanding KPK, kinerja kejaksaan dalam menjerat kepala daerah yang masih aktif masih kalah. Kejaksaan belum mampu menyamai apalagi melebihi KPK," kata Emerson saat dihubungi Selasa (19/2).
Menurut Econ, panggilan Emerson, seharusnya putusan MK dijadikan dasar untuk mempercepat penyidikan kepala daerah terutama gubernur yang selama ini menurutnya jarang dilakukan kejaksaan. "Akhirnya yang muncul kejaksaan seperti diintervensi untuk memperlambat kasus Awang," tambah Econ.
Soal alasan kejaksaan yang kerap menyebut belum bisa menyikapi kasus Awang karena masih menunggu salinan putusan terpidana lain kasus KPC (Anung Nugroho dan Apidian Triwahyudi) juga tak tepat.
"Kesannya yang muncul kejaksaan malas melanjutkan penyidikan. Awang-nya juga jadi tersandera (terus jadi tersangka tanpa kejelasan)," lanjut Econ.
Daripada terus digantung, kejaksaan lebih baik melanjutkan kasus Awang ke penuntutan. Kekhawatiran lain menurut Econ terkait proses pemilihan gubernur Kaltim yang akan segera berlangsung tahapannya. Jika Awang kembali terpilih maka langsung ataupun tidak kinerjanya takkan maksimal.
"Nggak perlu nunggu salinan putusan dua terpidana lain itu. Lanjutkan aja," tegas Econ.
Di pihak lain JAM Pidsus Andhi Nirwanto kembali menegaskan pihaknya belum akan bergerak sebelum menerima salinan putusan Anung dan Apidian. Kejaksaan juga takkan mau menggelar ekspose ke publik untuk menjelaskan apa saja kesulitan penyidikan kasus korupsi yang diperkirakan merugikan keuangan negara mencapai Rp 576 miliar itu.
"Apa yang mau diekspose, salinan putusannnya juga sampai sekarang belum kita terima," kata Andhi. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Kasus Mandek, Kompolnas Soroti Kinerja Polri
Redaktur : Tim Redaksi