”Nah, yang kinerja negatif paling fenomenal atas kinerja KPU adalah penggunaan Sistem Informasi Politik (SIPOL),” ujar Ray di Jakarta, Senin (15/10). Awalnya, kata dia, Sipol tegas-tegas dinyatakan sebagai salah satu syarat, namun kenyataannya tidak didukung peraturan, selain itu sosialisasi pun sangat minim.
”Sekarang, KPU menyatakan kalau peraturan itu tidak wajib. Nah, dua keputusan yang dikeluarkan KPU ini saling bertolak belakang namun belum jelas apa keputusan akhirnya. Padahal hari Senin ini (15/10) batas akhir penyerahan perbaikan berkas partai politik terkait tahapan verifikasi administrasi parpol peserta Pemilu 2014,” beber Ray.
Dia pun menyayangkan kinerja Bawaslu yang tidak terlihat hadir sehingga menimbulkan kesan tidak ada masalah. ”Bawaslu nampaknya sibuk dengan dirinya sendiri alias sibuk dengan internalnya sendiri,” imbuh Ray.
Kesibukan internal Bawaslu itu, kata Ray, di antaranya mulai menyiapkan Bawaslu di daerah, membuat berbagai peraturan Bawaslu. ”Padahal faktanya tidak satupun peraturan yang khusus untuk tahapan verifikasi Pemilu selesai dibahas untuk ditetapkan sebagai peraturannnya Bawaslu. Padahal tahapan penetapan hasil verifikasi administrasi tinggal sepekan lagi,” papar Ray dengan logat Mandailing-nya.
Penetapan administrasi oleh KPU sendiri, tambah Ray, bersifat diskualifikasi. ”Artinya, ada potensi di mana KPU dapat digugat ke Bawaslu. Sayangnya, peraturan tentang sengketa dan tata cara bersengketa belum juga ditetapkan. Lantas apanya yang mau digugat ke Bawaslu nanti,” lontar Ray geleng kepala.
Menurut dia, situasi ini akan menjadi sangat genting lantaran Bawaslu hingga saat ini bersikap santai melihat fakta-fakta yang dihadapi. ”Coba anda lihat, tidak terlihat sama sekali adanya advokasi mendalam agar peraturan itu mendapat perhatian khusus di DPR. Bawaslu hanya mengeluh dan menyerahkan semuanya pada alam raya,” sindirnya.
Padahal, menurut Ray, sejatinya peraturan itu sudah harus disosialisasikan kepada seluruh parpol. Makanya kami minta pola kerja Bawaslu yang selama ini selalu menunggu di ujung sudah harus diubah,” harapnya.
Dia pun meminta Bawaslu hanya meributkan laporan, tapi minim temuan. ”Sipol seharusnya menjadi bahan kritik Bawaslu kepada KPU,” pungkasnya.
Ketua Bidang Komunikasi Politik DPP PAN Bima Arya Sugiarto menduga adanya keterlibatan pihak asing terkait kebijakan SIPOL yang diberlakukan KPU. Menurutnya, masuknya tangan-tangan asing ke dalam proses politik di Indonesia sangat berbahaya bagi perjalan demokrasi di negeri ini.
”Kami mensinyalir adanya keterlibatan pihak asing. Padahal seharusnya dihajatan demokrasi sebesar ini jangan sampai ada masuk tangan-tangan asing. Harus steril karena akan melanggar UU,” ujar Bima Arya.
Diungkapkan Bima, secara jelas keterlibatan asing dalam Sipol ini yakni keterlibatan International Foundation for Election System (IFES) dengan dalih membantu kerangka teknis pembuatan dan pengoperasian Sipol. ”Itu oleh IFES, ada asistensi dan lain-lain untuk Sipol," ungkap Bima.
Untuk itu, lanjut Bima, dengan terkuaknya permasalahan dalam Sipol, yakni serta kurang disosialisasikannya kebijakan Sipol, adanya peran asing, maka KPU harus serius melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait kebijakan tersebut. ”KPU harus introspeksi diri. Jangan kaku. Kalau ada format-format yang tidak mungkin dipenuhi, disesuaikan saja. Jadi, disempurnakan untuk pemilu berikutnya lah, kan belum tentu format itu dapat diimplementasikan,” pungkas Bima. (ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parpol Tidak Gunakan Sipol Repotkan KPU
Redaktur : Tim Redaksi