jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membeber capaian kinerja lembaganya sepanjang 2024. Meski ada banyak capaian positif, Polri masih harus berupaya keras, terutama dalam memperbaiki diri karena citranya yang negatif dalam penilaian warganet di media sosial atau medsos.
Pada Selasa lalu (31/12), Jenderal Listyo Sigit menggelar Rilis Akhir Tahun 2024 yang dihadiri pimpinan Komisi III DPR, komisioner lembaga penyelenggara pemilu, akademisi, tokoh masyarakat, dan pentolan organisasi mahasiswa.
BACA JUGA: Rayakan Hari Natal Bersama Anak-anak Penyintas Lewotobi, Istri Kapolri Berikan Kado Spesial
Pada awal paparan, Jenderal Listyo mengajak semua hadirin mendoakan 987 anggota Polri yang meninggal selama 2024. “Gugur dalam tugas maupun meninggal karena sakit,” ujarnya.
Sepanjang 2024, Polri menangani 325.150 perkara. Jumlah itu menurun 4,23 persen dibandingkan pada 2023 dengan 339.573 perkara.
BACA JUGA: INKANAS Pengda Riau Raih 2 Emas di Kejurnas Piala Kapolri 2024
Adapun perkara yang terselesaikan pada 2024 mencapai 224.975. Tingkat penyelesaian perkara pada 2024 mencapai 75,34 persen atau meningkat 1,09 persen dibandingkan pada 2023 dengan 74,25 persen (252.134 dari 339.537 perkara).
Tren penurunan jumlah juga terlihat pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Polri menangani 23.699 perkara kekerasan pada perempuan dan anak selama setahun lalu.
BACA JUGA: Kapolri Jenderal Listyo Perintahkan Jajaran Terus Mengejar Fredy Pratama
Jumlah itu mengalami penurunan 3.344 kasus atau 12,3 persen jika dibandingkan pada 2023. Adapun jumlah perkara yang terselesaikan mencapai 12.374 atau 52,2 persen dari total kasus yang ditangani.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih mendominasi jumlah perkara tersebut. “KDRT paling banyak dilaporkan,” tutur Jenderal Listyo.
Polri juga kian getol menangani kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Melalui Satgas TPPO, Polri berhasil menyelesaikan 621 kasus perdagangan orang sepanjang 2024.
Jumlah itu meningkat 114 persen dibandingkan pada 2023. Adapun jumlah korban TPPO menurun hingga 42 persen.
Jenderal Listyo juga membeber kinerja positif anak buahnya dalam penanganan kasus narkoba pada periode 2024. Sepanjang tahun lalu, Polri mengungkap 42.824 kasus narkoba.
Dalam penanganan ribuan kasus itu, Polri menyita barang bukti narkotika senilai Rp 8,6 triliun. Adapun tingkat penyelesaian penanganan perkara narkoba pada 2024 mencapai 84,47 persen.
Judi online alias judol yang disorot berbagai kalangan juga menjadi perhatian serius Polri. Selama 2024, Polri menangani 4.926 kasus perjudian, termasuk 1.611 judol.
Tidak hanya menangkap pihak-pihak yang terlibat judol, Polri juga memblokir lebih dari 126.447 situs judi daring. Polri juga menyita aset berupa tanah, bangunan, dan uang tunai senilai Rp 61,72 miliar.
Bagaimana dengan penanganan kasus korupsi?
Selama 2024, Korps Bhayangkara itu mengungkap 1.280 kasus korupsi. Jumlah tersangka yang terlibat ribuan kasus itu mencapai 830 orang.
Adapun kasus korupsi yang terselesaikan sebanyak 431. Tingkat penyelesaian perkaranya baru di angka 33,7 persen.
Jenderal Listyo menjelaskan dari penanganan ribuan kasus korupsi tersebut, Polri mengidentifikasi kerugian negara sebesar Rp 4,8 triliun. Oleh karena itu, Polri menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam rangka asset recovery atau pengembalian kerugian negara sebesar Rp 887 miliar.
Selain menindak para koruptor, Polri juga menggencarkan pencegahan korupsi. Satgas Khusus Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri pun menggencarkan koordinasi, sosialisasi, pendidikan antikorupsi, deteksi dini, dan pemantauan atas 12 bidang strategis yang rawan penyelewengan.
“Korupsi tidak hanya mencederai keuangan negara, tetapi juga merusak tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, pencegahan dan penindakan menjadi prioritas utama kami,” kata Jenderal Listyo.
Berbagai capaian Polri itu menunjukkan tren positif Polri. Jenderal Listyo menjelaskan survei World Justice Project menempatkan Indonesia di peringkat ke-42 dari 142 negara dalam hal efektivitas pengendalian kejahatan.
Indonesia yang meraih skor 0,86 naik dua peringkat dari posisi ke-44 pada tahun sebelumnya. “Penegakan hukum yang efektif berdampak positif pada stabilitas sosial dan keamanan yang menjadi prasyarat utama pembangunan bangsa,” tutur Jenderal Listyo.
Namun, abiturien Akpol 1991 itu juga mengakui masih tingginya sorotan negatif dari warganet terhadap Polri. Jenderal Listyo mengungkapkan sepanjang 2024 terdapat 7 juta interaksi mengenai Polri di X (dulu Twitter), Instagram, TikTok, Facebook, dan YouTube.
Dari total interaksi itu, kata Jenderal Listyo, sentimen positif tentang Polri mencapai 37 persen. Adapun sentimen negatifnya di angka 46 persen.
“Sentimen negatif ini tentunya menjadi bagian yang terus kami lakukan perbaikan,” tutur Jenderal Listyo.
Menurut dia, para anggota Polri harus responsif dan cekatan ketika ada tindak pelanggaran hukum. “Tanpa menunggu viral,” katanya.
Pada forum itu, pemerhati kepolisian yang juga peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Hermawan Sulistyo mendorong Polri terus optimistis dalam menghadapi tantangan menuju Indonesia Emas 2045.
Prof Kikiek -panggilan akrabnya- dalam kesempatan itu sengaja menyebut Jenderal Listyo dengan inisial LSP. Namun, dia tidak menyebut LSP sebagai kependekan dari Listyo Sigit Prabowo.
“Listyo Sigit Presisi,” ujar Prof Kikiek memancing tawa hadirin.
Slogan Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Polri menggunakan slogan itu di era kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo.
Prof Kikiek menilai paparan Jenderal Listyo memang penuh optimisme. Namun, hal itu berbeda dengan komentar di medsos.
“Kalau buka socmed, napasnya negatif semua,” ujarnya.
Walakin, penasihat ahli bidang politik Kapolri itu mengingatkan polisi tetap memelihara optimisme. Prof Kikiek meminta Polri melihat jauh ke depan.
“Kalau melihat jangka pendek, frustrasi,” ucapnya.
Menurut Prof Kikiek, polisi harus bisa memprediksikan kondisi pada 2024. Dia menduga bisa saja 2045 nanti polisi sudah tidak dibutuhkan.
Prof Kikiek menyampaikan hal itu dengan merujuk kemajuan teknologi informasi dan kecerdasan buatan atau AI. “Polisinya diganti mesin,” katanya.
Akademikus yang dikenal ceplas-ceplos itu mencontohkan penggunaan fitur kecerdasan buatan dari OpenAI yang dikenal dengan sebutan ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) untuk membuat materi paparan. Kurang dari satu jam, hasil kerja ChatGPT bisa lebih bagus daripada buatan manusia.
Selain itu, Prof Kikiek juga mencontohkan Dubai yang menggunakan robot untuk mengambil alih sebagian tugas polisi. “Melapornya ke robot, ditangani oleh AI, diatasi,” katanya.
Menurut Prof Kikiek, dengan robot dan kecerdasan buatan, setengah dari pekerjaan Kepala Bareskrim Polri selesai. “Urusannya tingga mengurusi anggotanya yang nakal-nakal,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Prof Kikiek mewanti-wanti Polri mengantisipasi perkembangan ke depan yang menempatkan polisi dalam kondisi baru sama sekali. Prof Kikiek mengatakan Polri tidak mungkin lagi menolak calon polisi yang berkacamata.
Ahli IT, kata Prof Kikiek, kebanyakan berkacamata. Jika menolak calon polisi berkacamata, katanya, Polri tidak akan memperoleh anggota yang ahli IT.
“Rekrutmen polisinya harus disesuaikan,” sarannya.
Staf Ahli Bidang Medsos Kapolri Rustika Herlambang mengatakan terdapat 2,1 juta unggahan tentang Polri di X, Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube sepanjang 2024. Engagement dari jutaan unggahan itu mencapai 53.000.531 dari 430.255 akun.
Rustika menyebut unggahan di medsos yang memperlihatkan anggota Polri membantu anak-anak sekolah berangkat, atau polisi menolong sopir truk mengganti ban bocor, ternyata sangat disukai warganet.
“Hal-hal menyentuh emosional itulah yang disukai netizen,” kata Rustika.
Adapun hal negatif tentang Polri yang menjadi perbincangan netizen ialah soal polisi bertindak tidak profesional, seperti penanganan kasus, tindak dugaan pemerasan, kekerasan, manipulasi informasi, tindakan berlebihan, hingga respons yang lambat atas laporan kejahatan.
Rustika memerinci kasus-kasus besar dengan engagement negatif tinggi di medsos ialah perkara pembunuhan Vina di Cirebon, kematian bocah bernama Afif Maulana di Sumatera Barat, penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy di Semarang, bentrokan warga dengan perusahaan di Rempang (Batam), serta pemerasan terhadap puluhan warga negara asing pengunjung Djakarta Warehouse Project (DWP).
“Nah, di antara sekian banyak itu ada harapan netizen yang disampaikan kepada Polri,” ucap Rustika.
Perempuan asal Klaten, Jawa Tengah, itu mengatakan harapan utama netizen kepada Polri ialah profesionalitas. “Tidak ada penyalahgunaan wewenang,” kata Rustika.
Kedua, anggota-anggota Polri diharapakan lebih responsif terhadap laporan kejahatan. “Ketiga, transparansi dalam kasus pelanggaran,” imbuh Rustika.
Keempat, netizen mengharapkan polisi tidak diskriminatif dalam pelayanan. Kelima, polisi diharapkan menggunakan pendekatan humanis dalam penanganan kasus.
“Terakhir, penguatan pengawasan internal dan eksternal,” ucap Rustika. (jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar Intelijen Nilai Polri Presisi Mampu Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional 2024
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan