Peneliti LSI, Hanggoro, mengungkapkan bahwa hanya 29,36 persen publik percaya kasus terorisme bisa hilang. Sedangkan mayoritas publik Indonesia atau 66,86 persen tidak percaya kasus terorisme bisa hilang. "Publik merasa terorisme akan berulang di masa yang akan datang. 86,64 publik khawatir kasus terorisme akan muncul di masa depan," jelasnya.
Dijelaskan Hanggoro, faktor kedua yang membuat publik kurang puas justru kinerja lembaga-lembaga yang bertugas menyelesaikan kasus terorisme dan pelanggaran hukum yang terjadi seperti kepolisian, intelijen bahkan Kementerian Agama. Menurutnya, 50,65 persen responden tidak puas dan hanya 44,48 persen yang puas dengan kinerja kepolisian. "Bahkan dalam kasus Bom Tambora dan Depok baru-baru ini, publik memonis kepolisian kecolongan sehingga terjadi dua kasus itu," papar Hanggoro.
Lebih lanjut dipaparkan, 84,95 persen responden meyakini polisi kecolongan. Sedangkan 46,82 persen responden menganggap intelijen tidak bekerja dengan baik.
Dalam survei ini, lanjut dia, publik masih menilai Kementerian Agama tidak berperan dalam mencegah meluasnya kasus terorisme. "Hanya 40,06 persen publik yang menilai bahwa Kementerian Agama telah berperan dengan baik," ungkapnya.
Ia menjelaskan lagi, faktor ketiga meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap adalah kinerja pemerintah/presiden dalam penegakan hukum dan keamanan. Pada September 2012 terdapat mayoritas publik atau 51,34 persen yang merasa kurang puas dengan kinerja presiden dalam masalah keamanan.
Menurutnya, angka ketidakpuasan ini meningkat dari Januari 2012 yang hanya 39,90 persen responden kurang puas dengan kinerja presiden dalam masalah keamanan. "Sedangkan dalam penegakan hukum, terdapat 67,92 persen publik yang kurang puas dalam penegakan hukum oleh presiden. Ketidakpuasan ini meningkat dari Januari 2012 yaitu sebesar 53,60 persen," jelasnya.
Secara logis, kata dia, publik akan merasa aman jika penegakan hukum dan keamanan semakin baik. "Penegakan hukum dan keamanan yang berjalan baik akan meminimalisir masalah-masalah sosial seperti terorisme, kriminalisme, kenakalan remaja, dan konflik agama," katanya.
Pengumpulan data dalam survei ini dilakukan Januari 2012, Juni 2012, quick poll LSI September, Focus Group Discussion dan Analisa Media. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden awal 1200. Kemudian wawancara tatap muka responden menggunakan kuisioner dan sistem teknologi hand set. Margin of error kurang lebih 2,9 persen. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Genjot TKI Formal, Persempit Celah TKI Ilegal
Redaktur : Tim Redaksi