jpnn.com - JAKARTA – Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono menyatakan hasil rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto dengan Presdir PT Freeport Indonesia bukan lagi rahasia, sehingga isinya harus dibuka ke publik.
Hal itu menurut Abdulhamid, dikarenakan rekaman tersebut telah diserahkan secara resmi kepada Menteri ESDM Sudirman Said, yang merupakan seorang pejabat publik atau pimpinan badan publik.
BACA JUGA: Novanto Diminta Mundur dari Ketua DPR
“Jika itu informasi publik (yang sudah dikuasai badan publik/pimpinannya) dan bukan merupakan informai dikecualikan/rahasia seperti diatur Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), maka informasi tersebut merupakan informasi yang harus dibuka ke publik," kata Abdulhamid melalui siaran persnya, Sabtu (21/11).
Dia menilai, menutup informasi publik atau hanya menyerahkannya kepada satu-dua orang atau lembaga, justru akan memunculkan banyak spekulasi yang memunculkan banyak versi informasi di publik dan media. Banyaknya versi informasi yang beredar akan menghasilkan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan menyesatkan publik.
BACA JUGA: DPD Dorong Percepatan Pembangunan di Daerah
“Pada akhirnya ini akan meresahkan dan kontraproduktif. Si pembuat dan penyebar pun menurut ketentuan undang-undang bisa terkena pasal pidana," ujarnya mengingatkan.
Pengumuman informasi yang bukan rahasia ke publik oleh pimpinan badan publik secara resmi, menurut Abdulhamid bisa menghindari spekulasi dan beredarnya banyak versi informasi yang menyesatkan dan berdampak buruk.
Apalagi bila dilihat dari seluruh item (huruf) pada Pasal 17 UU KIP yang mengecualikan informasi publik, katanya, maka tak satu pun dalam ketentuan tersebut bisa dipakai alasan untuk tidak membuka informasi soal rekaman pembicaraan antara Setya Novanto (dan yang menyertainya) dengan Presdir PT Freeport Indonesia.
BACA JUGA: Banyu Biru Sibuk Bagi-bagi Air Bersih di Pantura
Dia menambahkan, PT Freeport meskipun perusahaan terbuka tetapi di dalamnya ada porsi saham milik negara Indonesia, artinya saham rakyat (publik) Indonesia. Karena urusan saham negara dan mengeksploitasi SDA (resources) milik rakyat maka, sesuai Pasal 33 UUD 45, harus dipertanggungjawabkan ke publik dan hasilnya untuk kepentingan publik.
“Jadi tidak boleh penentuan pembagian saham yang merupakan kegiatan pembuatan kebijakan publik itu hanya dilakukan oleh satu-dua atau beberapa orang saja (yang mengatasnamakan pejabat publik) secara tertutup dan di ruang gelap, untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," pungkas Abdulhamid.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RJ Lino: Suruh Pak Rizal Ramli Sekolah Lagi Lah
Redaktur : Tim Redaksi