jpnn.com - jpnn.com -Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta menyatakan pilkada DKI Jakarta menyisakan sejumlah masalah saat hari pencoblosan.
Direktur Eksekutif KIPP Jakarta, Rindang Adrai mengatakan pilkada DKI Jakarta tidak didukung oleh kesiapan penyelengara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
BACA JUGA: Spanduk Tolak Salat Jenazah, Bawaslu Diminta Bertindak
"Banyaknya temuan di lapangan menunjukkan penyelengara pemilu gagal dalam menyiapkan sumber daya manusia di tingkat KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) dan pengawas TPS (tempat pemungutan suara)," kata Rindang dalam siaran pers, Minggu (26/2).
Dia memaparkan KIPP dalam melakukan pemantauan pada hari H, menemukan beberapa kasus yang terjadi dan terkesan masif di banyak TPS.
BACA JUGA: Prabowo Ungkap Permainan Rp 1 Juta per Suara di Jakarta
Antara lain, setiap TPS disediakan 20 surat pernyataan (form) daftar pemilih tambahan (DPTb) yang berfungsi untuk alat kontrol bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Pada pelaksanaan pencoblosan, ternyata pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT melebihi dari 20 orang. Karena form-nya habis, petugas KPPS menolak pemilih non-DPT yang jumlahnya masih banyak.
BACA JUGA: KPU DKI Gelar Rapat Pleno Hasil Pilgub DKI
"Contoh kasus ditemukan di TPS 03 Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. TPS 46 Kelurahan Tanahtinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat," katanya.
Selain itu, kata dia, temuan di Kelurahan Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, ada TPS yang didirikan di tempat ibadah. Padahal, tegas dia, ini jelas melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pasal 20 ayat 1 huruf G) nomor 10 tahun 2015.
Selain itu, Rindang memaparkan, ada warga tidak terdaftar di DPT tapi dapat surat pemberitahuan C6. "Kasus ditemukan di TPS 30 Ciganjur, Jakarta Selatan," tegasnya.
Dia menambahkan, ada pula kejadian sebanyak 60 warga terdaftar di DPT Bukit Duri, alamat KTP di Rawa Bebek. Lalu pemilih menggunakan hak pilih di TPS 141, Rusun Rawa Bebek, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung. "Pemilih tidak menggunakan form A5," tegasnya.
Dia menambahkan, di TPS 136, Rusun Penjaringan, Jakarta Utara, pemilih atas nama Bambang dan Istrinya, tidak diizinkan untuk memilih pada pukul 10.00. Namun, disarankan melakukan pencoblosan pada pukul 12.00, sebagai DPTb. Hal ini karena yang bersangkutan tidak membawa formulir C6. "Padahal mereka terdaftar di dalam DPT," katanya.
Di TPS 28, Kelurahan Lebak bulus, Kecamatan Cilandak Barat, ditemukan jumlah manifest yang tertera di amplop yang tidak sesuai dengan jumlah fisik kertas suara yang ada. Contohnya dalam manifest tertera 716 kertas suara, namun jumlah fisik setelah dihitung hanya 617. "Jumlah DPT sebanyak 698 pemilih," ujarnya.
Atas dasar temuan itu, KIPP menyatakan banyak petugas KPPS, kurang memahami teknis proses pemungutan dan penghitungan suara.
Ketidakpahaman petugas KPPS dan pengawas TPS, menyebabkan banyak warga Jakarta yang kehilangan hak pilihnya. "Menyayangkan banyaknya warga Jakarta yang tidak aktif dalam proses pemutakhiran daftar pemilih yang dilakukan oleh KPU," kata dia.
Karenanya KIPP mendorong KPU membuka hotline, posko pengaduan dan jemput bola untuk memastikan semua warga Jakarta yang memenuhi syarat sebagai pemilih terdaftar dalam DPT putaran ke dua.
KPU dan Bawaslu harus melakukan bimbingan teknis (bimtek) kepada petugas KPPS dan pengawas TPS secara serius. "Fakta menunjukan Bawaslu hanya menemukan 42 temuan pelangaran dari 13.023 TPS," katanya.
KIPP Jakarta, meminta KPU dan DPR meninjau ulang PKPU nomor 3 tahun 2015 dan Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Pilkada terkait pengaturan dua periode jabatan untuk KPPS. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Sebut Mbak Titiek Jujur dan Terhormat
Redaktur & Reporter : Boy