Menteri Dalam Negeri Australia mengatakan ratusan surat yang "secara tidak sengaja" dikirim ke pengungsi dan pencari suaka berisi suruhan untuk keluar dari negara itu tidak pantas dan dikirim tanpa sepengetahuannya.

Surat-surat itu dikirim melalui pos dan email ke setidaknya 490 pengungsi dan pencari suaka pada bulan September dan Oktober, yang sebagian besar tinggal di komunitas dengan visa bridging.

BACA JUGA: Donald Trump Mencalonkan Diri Lagi sebagai Presiden, Ini yang Ia Rencanakan

Banyak dari mereka yang berharap bisa menetap permanen di Australia, setelah bertahun-tahun terkurung di pusat penahanan di Australia.

Salah satu penerima email itu adalah pria Kurdi, Farhad Bandesh, yang mengatakan bahwa dia mengungsi dengan menggunakan perahu ke Australia hampir satu dekade lalu untuk menghindari penganiayaan di Iran.

BACA JUGA: Penduduk Dunia Capai 8 Miliar, PBB Minta Dunia Beralih dari Bahan Bakar Fosil

"Tinggal di Australia bukanlah pilihan bagi Anda... Anda diharapkan untuk menempuh jalur migrasi lainnya," demikian isi surat yang ia terima.

Surat Farhad Bandesh juga memuat tenggat waktu tiga minggu untuk "memberitahukan departemen dalam negeri tentang rencana tinggal di negara ketiga Anda".

BACA JUGA: KTT G20 di Tengah Represi terhadap Warga Bali

Farhad - yang tujuh tahun ditahan termasuk di Christmas Island, Pulau Manus, Akomodasi Transit Imigrasi Melbourne dan hotel di Melbourne - mengatakan terkejut ketika menerima surat itu.

“Saya merasakan trauma lagi, jujur, karena mereka berusaha memindahkan saya ke tempat lain,” katanya.

ABC memahami bahwa banyak penerima, termasuk Farhad, belum mendapat kontak lanjutan dari pihak berwenang.'Yang terhormat << MASUKKAN NAMA >>'

ABC telah melihat beberapa versi surat dan email, yang memberi tahu penerima untuk mempertimbangkan tinggal di Selandia Baru, pergi ke negara lain, atau pulang ke negara asal secara sukarela.

Beberapa korespondensi ditujukan secara pribadi kepada pencari suaka, sementara beberapa yang lain menerima draf email yang ditujukan ke "Dear << INSERT NAME >>" atau "Yang terhormat <>."

Beberapa menyertakan kalimat: "Anda diharapkan bekerja sama dengan departemen sehubungan dengan keberangkatan Anda dari Australia."

Surat-surat tersebut ditulis oleh Alana Sullivan, asisten sekretaris pertama dari Satuan Tugas untuk Penerapan dan Kebijakan Penyelundupan Manusia di departemen tersebut.

Beberapa minggu setelah surat Kementerian Dalam Negeri dikirim, manajer kantor Menteri Clare O'Neil mengirimkan email pernyataan dari menteri kepada para pemilih lokal yang marah dan mempertanyakan email tersebut.

"... surat itu tidak dikirim atas wewenang atau sepengetahuan saya. Itu dikirim karena kesalahan oleh Departemen Dalam Negeri," kata pernyataan Menteri O'Neil.

"Saya belum pernah melihat surat itu sebelum terkirim secara tidak sengaja, dan saya tidak memintanya untuk dikirim."

"Sebenarnya, menurut saya surat itu tidak pantas atau tidak konstruktif dilihat dari sisi mana pun, terutama karena masalah ini melibatkan orang-orang yang kondisinya rentan."

"Saya telah meminta departemen untuk tidak mengirimkan surat semacam ini, dan untuk mengubah strategi komunikasinya sehubungan dengan masalah ini."

Namun, arahan dalam surat tersebut konsisten dengan sikap Australia tentang kedatangan kapal, yang berdasarkan kebijakan Partai Buruh dan Partai Koalisi yang berturut-turut berkuasa, yang mengatakan mereka yang tiba dengan kapal setelah Juli 2013 tidak dapat menetap secara permanen di Australia.

Kesepakatan pemukiman kembali telah dicapai dengan Amerika Serikat dan Selandia Baru untuk sejumlah kecil pengungsi.

Seorang juru bicara Departemen Dalam Negeri mengatakan korespondensi dikirim ke "individu yang saat ini tidak memiliki jalur migrasi negara ketiga, telah menarik diri dari proses pemukiman kembali, atau yang rincian jalur pemukiman kembalinya tidak dimiliki oleh departemen."

Departemen tersebut juga membantah klaim Menteri O'Neil bahwa surat-surat itu dikirim secara tidak sengaja.

"Surat itu tidak dikirim karena kesalahan dan merupakan bagian dari pendekatan departemen untuk mengidentifikasi orang yang tinggal sementara, yang membutuhkan dukungan tambahan untuk terlibat dengan opsi migrasi negara ketiga," kata juru bicara itu.Mereka yang datang dengan kapal masih belum jelas nasibnya

Nos Hosseini, seorang pengacara, agen migrasi dan aktivis komunitas Iran, mengatakan dia mengetahui pengungsi dan pencari suaka di New South Wales dan Australia Barat yang juga telah menerima surat dari Departemen Dalam Negeri.

"Orang-orang telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka tidak diterima di sini. Mereka merasa tertampar, mengingat kontribusi yang beberapa dari mereka lakukan di Australia," katanya.

Farhad Bandesh telah dianggap sebagai "pendatang maritim yang tidak sah" karena dia tiba dengan kapal setelah Juli 2013.

Status tersebut membuatnya tidak memenuhi syarat untuk tinggal di Australia secara permanen.

Namun, dia memutuskan untuk mengabaikan permintaan pemerintah untuk pergi dan tidak tertarik dengan program pemukiman kembali ke Amerika Serikat atau Selandia Baru.

"Saya telah membangun kehidupan di sini. Orang Australia adalah keluarga besar saya," katanya.

"Saya pernah meninggalkan keluarga saya, dan saya tidak ingin kehilangan keluarga lagi."

Farhad dibebaskan dari penahanan dan diberikan bridging visa dua tahun lalu. Dia telah menempa karir sebagai artis dan musisi, dan membayar pajak dari pekerjaannya sebagai pekerja pabrik di Melbourne.

Sebagai tanda bahwa dia memiliki niat jangka panjang untuk tinggal, Farhad memelihara seekor anjing dan memulai bisnis anggur dan gin dengan rekannya, Jenell Quinsee.

Sementara Partai Buruh berjanji sebelum pemilu untuk menghapus visa perlindungan sementara dan mengalihkan pengungsi yang memenuhi syarat ke visa permanen, Farhad telah diberitahu oleh departemen bahwa reformasi peraturan tersebut tidak akan berlaku baginya.

"Sangat, sangat sulit untuk memikirkan masa depan," kata Farhad.

Diproduksi oleh Hellena Souisa dari laporan dalam bahasa Inggris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow, Sandal Bekas Steve Jobs Laku Dilelang Rp 3 Miliar Lebih

Berita Terkait