Kisah ABK Selamat Karena Pegangan Tangan di Laut Berjam-jam

Selasa, 21 Juni 2016 – 18:25 WIB
EVAKUASI: Tim SAR saat melakukan evakuasi korban tewas tenggelamnya Kapal Nusantara Dolpin Satu yang mengangkut pupuk di Perairan Kobar, Minggu (19/6). (FOTO: Rinduwan/Radar Sampit)

jpnn.com - PANGKALAN BUN- Kecelakaan laut terjadi di Perairan Tanjung Puting, Pangkalan Bun, Sabtu (18/6) malam waktu setempat. Kapal Kapal Nusantara Dolpin Satu yang mengangkut pupuk karam dihantam gelombang besar.

Akibatnya, satu orang tewas  dan dua lainnya hilang. Sebelas anak buah kapal (ABK) lainnya selamat. Setelah kapal tenggelam, belasan ABK langsung menyelamatkan diri dengan peralatan seadanya. Selama berjam-jam mereka berpegangan tangan agar tidak terbawa ombak.

BACA JUGA: Pengin Punya Bayi, Lha Kok Beli Dari Calo

Kapten Kapal Jago Santoso Eko (26) yang selamat dari kecelakaan itu menuturkan, kejadian tersebut berlangsung singkat. Pada Sabtu (18/6) malam lalu, kondisi cuaca sangat buruk. Gelombang tinggi disertai badai mengiringi perjalanan mereka.

”Kami dari Gresik aman-aman saja. Pas masuk perairan Kobar, tiba-tiba gelombang besar. Langsung mau menghindar karena gelombang tinggi," kata Jago sambil meringis kesakitan saat dirawat di Rumah Sakit Rakyat (RSR) Kumai, Minggu (19/6).

BACA JUGA: Banjir dan Longsor Terjang Sangihe, 4 Orang Tewas

Keadaan kian parah ketika kapal dihantam ombak dari samping kiri. Hal itu membuat posisi kapal langsung miring ke kanan. Tidak sampai sepuluh menit, kapal langsung karam.

”Cepet banget, nggak sampai sepuluh menitan, kapal miring langsung tenggelam. Saya langsung instruksikan ABK untuk melompat ke laut," ujarnya.

BACA JUGA: Buru Buka Puasa, Braak... Pak Polisi Tewas Seketika

Ketika kapal miring, lanjutnya, ABK sudah siap melompat ke laut menggunakan pelampung. Hanya saja, ada ABK yang tak menggunakan pelampung, diduga karena situasi panik.

”Saya kurang tahu. Semua panik dan yang dapat pelampung langsung nyebur masing-masing," ujarnya.

Menurut Jago, mereka melompat ke laut ketika gelombang masih tinggi, sehingga sempat tergulung ombak. Bahkan, ada yang dihantam badan kapal sehingga banyak yang luka-luka.

”Kami digulung ombak dan pasrah saja. Saat di laut berusaha cari temen-temen dan setiap ketemu kami langsung berpegangan tangan agar tidak lepas lagi," katanya sambil meneteskan air mata.

Saat diombang-ambing gelombang di tengah laut, menurut Jago, tidak ada peralatan lain selain pelampung. ”Saya tidak tahu satu per satu teman saya. Yang penting pegangan tangan dan pokoknya campur aduk, antara mati dan hidup," ujarnya.

Di tengah kondisi seperti itu, Jago selalu berdoa dan ingin memperbaiki apa yang telah dilakukan. ”Jika masih diberi umur, saya akan perbaiki hidup saya. Itu janji saya sama Allah," tuturnya sambil berlinang air mata. (rin/ign/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Baca Lagi Nih, Kriteria PNS yang Bakal Dirasionalisasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler