Kisah Ayah yang Sulit Sekolahkan Anak karena Ditolak

Kamis, 13 Oktober 2016 – 13:09 WIB
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - Masalah himpitan ekonomi membuat Suwanto nekat meninggalkan kampung halamannya.

Selama empat bulan, dia bersama anaknya tinggal berpindah-pindah kota. Sang anak pun menjadi korban. Sekolahnya sempat terputus.

GUNAWAN SUTANTO

RUMAH berlantai dua di Jalan Kupang Segunting Gang 4 itu tampak mewah. Di rumah itulah, Suwanto bersama istri dan dua anaknya tinggal.

BACA JUGA: Landasan Licin, Pesawat Asia One Tergelincir

Bukan sebagai pemilik atau penyewa, tapi penjaga kos-kosan. Tidak jauh dari rumah tersebut, ada dua sekolah. Termasuk SD Negeri dr Soetomo 1.

Dengan alasan tidak ada lagi kuota untuk pelajar dari luar kota, sekolah negeri itu menolak kehadiran anak Suwanto, Nita Aura Akbar, 9. Suwanto sempat bingung.

Sebab, sejak empat bulan meninggalkan kampungnya di Ngoro, Jombang, Nita tidak lagi melanjutkan sekolah.

BACA JUGA: Diduga Mesum di Pantai, Pasangan Bukan Suami Istri Mau Sogok Satpol PP

Sebelumnya, Nita mengenyam pendidikan di SDN Badang 1 Ngoro, Jombang.

''Selama empat bulan kami berpindah-pindah kota untuk mencari pekerjaan. Begitu dapat di Surabaya, anak saya tidak bisa melanjutkan SD di sini,'' keluh pria kelahiran Kediri itu.

Dia bingung. Sebab, semangat sekolah Nita begitu tinggi. Tiap melihat anak-anak berangkat sekolah di depan rumah, Nita selalu menangis.

Dengan dibantu majikannya, Suwanto mendatangi tiga SD negeri yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Yakni, SDN dr Soetomo, SDN Tempel Sukorejo, dan SDN Kedungdoro.

BACA JUGA: Taufik Sengaja Posting Foto Mesum di Medsos, Ini Tujuannya

Tiga tempat tersebut memberikan jawaban yang sama. Mereka tidak bisa menerima Nita karena kuota luar kota sudah habis.

Suwanto pun bingung harus mengadu ke mana. Dia curhat lewat surat pembaca Jawa Pos.

Suwanto akhirnya mendaftarkan anaknya ke SD swasta. Lokasinya hanya berjarak beberapa jengkal dari rumah majikannya.

Memasukkan Nita ke sekolah swasta menjadi jalan terakhir. Sebab, Suwanto tahu konsekuensinya.

Apa lagi jika bukan biaya pendidikan. Di sekolah swasta itu, Suwanto harus membayar uang pangkal Rp 800 ribu plus biaya pendidikan Rp 110 ribu.

Begitu curhatannya dimuat surat pembaca Jawa Pos, respons pun berdatangan dari banyak kalangan.

Anggota Komisi C DPRD Vinsensius menyatakan kesiapannya membantu keluarga Suwanto.

Begitu juga anggota DPRD dari PDIP Adi Sutarwijono. Pemkot Surabaya merespons surat itu dengan menerjunkan tim dari dinas pendidikan.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dispendik Surabaya Eko Prasetyaningsih kemarin mendatangi keluarga Suwanto.

Lantaran Suwanto sudah telanjur mendaftarkan Nita ke sekolah swasta, dispendik pakewuh jika harus memindahkan bocah kelas III SD itu ke sekolah negeri.

Jalan keluarnya, Eko berkoordinasi dengan SD Praja Mukti tempat Nita sekolah. Melalui sambungan telepon, Eko menghubungi kepala SD Praja Mukti.

Dia berharap pihak sekolah menggratiskan biaya pendidikan Nita. Permintaan Eko tersebut disanggupi.

Meski begitu, Eko menyayangkan keputusan urbanisasi Suwanto yang tidak mempertimbangkan sekolah anaknya.

''Seharusnya kan ayahnya dulu yang mencari pekerjaan. Setelah itu, istri dan anaknya menyusul dengan diikuti pemindahan sekolah,'' kata Eko. (*/c7/oni)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penting, Ini Peringatan Tegas Bagi PNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler