Kisah Bocah SD Pecandu Pil Koplo

Minggu, 29 Maret 2015 – 18:14 WIB

jpnn.com - SURABAYA - YN merupakan siswi kelas V SD di Surabaya  yang juga seorang pecandu pil koplo yang kini ditangani Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya.

Sudah satu setengah tahun terakhir dia mengonsumsi pil dobel L. Di usia 14 tahun, YN memang masih SD karena tinggal kelas beberapa kali.

BACA JUGA: Gawat! Pil Koplo Sudah Beredar di Sejumlah SD

Dibutuhkan waktu yang cukup lama agar YN mau diajak berinteraksi dengan orang baru. Dia lebih sering terdiam. Dalam pertemuan yang difasilitasi petugas BNNK dan guru sekolahnya, YN baru bisa ditemui di sebuah rumah makan. Di rumah sendiri, dia justru sulit ditemui karena sering kelayapan.

Lama dipancing bicara, YN baru mau ngomong setelah diajak membahas trek-trekan. Untuk YN, balap liar merupakan aktivitas yang akrab dengannya. YN hidup di tengah keluarga pas-pasan. Ayahnya meninggal karena HIV/AIDS saat dia masih kecil. Untungnya, virus itu tidak menular ke YN.

BACA JUGA: Terlibat Masalah 47 Polisi Ini Dipecat Tidak Hormat

Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibunya membuka warung kopi di depan rumah. YN mengaku kurang mendapat perhatian. Dia kemudian lebih mementingkan kehidupan bersama rekan-rekannya.

Di sana, dia merasa diterima serta mendapatkan eksistensi dan kasih sayang yang tidak diperoleh dari keluarganya. Itu hal wajar dalam sebuah relasi sosial.

BACA JUGA: Pasutri Tewas Ditabrak Truk dalam Perjalanan Pulang ke Rumahnya

Celakanya, peer group yang dipilih YN tidak baik. Sehari-hari dia kerap ’’kelayapan’’ bersama teman-temannya yang hampir semua cowok. Tidak jarang dia pulang pagi karena pergaulannya itu. Dari teman-teman tersebut, YN mulai mengenal hal-hal buruk.

Maklum, ketika ngumpul, rekan-rekan YN itu bukannya belajar bersama atau berdiskusi. Mereka malah balapan liar, mabuk miras, hingga pil koplo. YN pun di komunitasnya menjadi, meminjam istilah prokem sekarang, cabe-cabean.

Mereka kerap bertaruh adu kebut di jalanan. Dari menang taruhan itulah, YN mengenal pil koplo. Pil koplo tersebut dibeli temannya di daerah Gubeng. Di situ memang ada pengedar yang sudah dijadikan langganan oleh mereka. Namun, bila kehabisan stok, mereka rela memburu pil itu hingga Bangkalan, Madura.

Biasanya, sepuluh butir pil koplo yang dibungkus plastik kecil dihargai Rp 10 ribu. Sebungkus itu dihabiskan dua orang. Mudahnya mendapat barang membuat anak-anak tersebut sangat sering mengonsumsinya. Kadang ada adu lomba kuat-kuatan. Siapa yang mabuk dulu akan di-bully. ’’Istilahnya bom-boman,’’ ucapnya.

Suatu saat, YN yang termasuk Facebook freak meminjam gadget gurunya untuk membuka akunnya. Tetapi, saat selesai, dia lupa log out. Akun itu kemudian dibuka gurunya hingga langsung memunculkan keprihatinan. Inbox-nya berisi bahwa tidak pesta pil koplo ya ajakan bersebadan. Guru itulah yang kemudian berkoordinasi dengan BNNK untuk menangani YN.

Cerita YN merupakan gambaran mengenai anak SD yang mulai mengenal pil koplo dan segala hal buruk yang menyertainya. Hampir cara terjangkit semua anak korban pil koplo seperti YN. ’’Prosesnya biasanya seperti itu. Kurang kasih sayang, lebih dekat dengan peer group, kemudian menjadi seperti ini,’’ papar Kepala BNNK Surabaya Suparti.

Jika korbannya laki-laki, menurut Suparti, biasanya mereka cenderung menjadi pelaku kejahatan jalanan.

’’Begitu agak besar sedikit dan punya nyali, mereka bisa jadi penjahat. Sebab, mereka sudah tak punya niat bekerja atau menata hidupnya. Sementara itu, mereka juga harus tetap pegang uang,’’ katanya. ’’Satu-satunya cara adalah berbuat kejahatan,’’ imbuhnya.

Apalagi, ada satu sisi menakutkan dari sebuah lingkaran setan pil koplo itu. Yakni, penularannya akan terus membesar dan membesar seperti deret ukur. Satu orang bisa menularkan ke dua orang. Dua orang kemudian bisa ke empat orang, begitu seterusnya. ’’Kalau tidak dicegah, bukan tak mungkin tiba-tiba saja separo anak SD Surabaya pernah mengonsumsi pil koplo ini,’’ ungkapnya.

Suparti mengakui secara terus terang bahwa pihaknya tentu akan sulit menangani fenomena tersebut sendirian. Menurut dia, harus ada skema integral yang melibatkan keluarga, sekolah, BNNK, dan pemkot, dalam hal ini dinas pendidikan. (did/aya/c19/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pria Berjaket Fortuna Group Ditemukan Tewas Membusuk di Pematang Sawah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler