Kisah Guru di Pedalaman saat Ada Kebijakan Belajar dari Rumah

Selasa, 12 Mei 2020 – 22:32 WIB
Kiswanto, guru yang melakukan praktik baik dalam kegiatan belajar di rumah. Foto: Tanoto Foundation

jpnn.com, JAMBI - Pandemi covid-19 tidak hanya menyusahkan sekolah di wilayah perkotaan.

Wabah berbahaya ini juga mengganggu proses belajar mengajar warga di pedesaan dan pedalaman.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: PGRI dan Guru Honorer, Pak Jokowi Harus Lihat Fakta di Jerman

Seperti yang dialami Kiswanto, guru di kelas IV SDN 169/V Cinta Damai, Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Biasanya, setiap hari Kiswanto harus menembus hutan dan perkebunan sawit untuk mencapai sekolahnya. Sekolah itu berada di daerah pedesaan pemukiman transmigrasi.

BACA JUGA: Ini Bukti Mas Nadiem Berpihak pada Para Guru

Setelah diumumkan siswa harus belajar dari rumah untuk mencegah penularan Covid-19, Kiswanto memulai putar otak untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan memanfaatkan WA group paguyuban kelas.

Hal ini tentu tidak semudah yang dibayangkan. Kiswanto menyadari pembelajaran daring ini memerlukan dukungan orang tua.

BACA JUGA: Kekurangan Guru Masalah Serius, Hasil Seleksi PPPK Dibiarkan Saja, Aneh

“Yang saya prioritaskan pertama adalah berkomunikasi dan meyakinkan orang tua siswa untuk mendukung kebutuhan belajar dari rumah bagi anak-anaknya,” urai Kiswanto dalam webinar guru berbagi Manajemen Pembelajaran Daring untuk Sekolah Pedesaan yang diselenggarakan Kemendikbud dan Tanoto Foundation pada Selasa (12/5).

Kiswanto mulai mencari dan mempelajari aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran daring. 

Dia belajar autodidak menggunakan aplikasi google classroom, google form, zoom, dan quiziz untuk penilaian hasil belajar siswa.

Dia juga melatih para orang tua siswa untuk menggunakan aplikasi tersebut.

Melalui WA paguyuban kelas, orang tua dikirimi panduan cara mengunduh sampai video tutorial penggunaan aplikasi yang digunakan dalam pembelajaran.

Tak jarang Kiswanto ditelepon orang tua siswa yang meminta pendampingan khusus cara menggunakan aplikasi pembelajaran tersebut.

“Yang berat hanya di awal persiapan. Setelah orangtua memahami cara menggunakan aplikasi pembelajaran, mereka bisa mendampingi anaknya belajar menggunakan aplikasi tersebut,” kata Kiswanto.

Setelah orangtua mampu menggunakan aplikasi pembelajaran, sebulan sekali Kiswanto melakukan pertemuan melalui aplikasi zoom dengan orang tua.

Mereka membahas rencana dan jadwal pembelajaran jarak jauh dan meminta masukan orang tua terhadap proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Cara ini efektif untuk mendapat dukungan dari orang tua dalam memfasilitasi anaknya belajar dari rumah.

Walaupun sebagian besar pekerjaan orangtua siswa adalah petani, mereka mau mendukung dan mendampingi anaknya belajar.

Walaupun berada di pedesaan, akses internet sudah menjangkau pemukiman warga sehingga mereka bisa melaksanakan belajar daring.

Sinyal internet yang kadang mengalami gangguan, tidak menyurutkan semangat guru dan siswa belajar daring.

“Tinggal cara mengelola pembelajarannya. Saya menyesuaikan pemanfaatan aplikasi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran,” kata Kiswanto yang juga fasilitator pembelajaran Tanoto Foundation.

WA group paguyuban kelas digunakan Kiswanto untuk mengirim jadwal pembelajaran, memberi panduan atau tutorial, bertanya jawab permasalahan dalam belajar dari rumah, dan forum diskusi dengan siswa dan orangtua.

Sedangkan Zoom digunakan untuk mengadakan pertemuan jarak jauh yang diisi kegiatan pemberian materi, mengamati siswa berpraktik, dan mempresentasikan hasil karyanya.

Sementara Google Classroom digunakan untuk mengumpulkan dan memberi umpan balik hasil karya siswa, serta mengunggah sumber belajar yang digunakan.

Dia juga memanfaatkan google form dan quizizz untuk melakukan penilaian hasil belajar siswa.

Melalui aplikasi tersebut siswa bisa mengerjakan soal, membuat essay, dan bermain kuis.

Untuk materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa juga difokuskan pada peningkatan kecakapan hidup.

Seperti mewawancarai orang tua terkait jumlah uang belanja yang dikeluarkan setiap hari selama satu minggu untuk dibuat grafik batang pengeluaran uang belanja di rumah, membuat poster pencegahan covid-19, sampai melakukan percobaan dengan alat dan bahan yang tersedia di rumah.


Tidak semua siswa Kiswanto bisa mengakses internet. Dari 20 siswa kelas IV, ada 5 siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring.

Masalahnya bervariasi, mulai tidak memiliki gawai, tidak mampu membeli kuota internet, dan ada orang tua yang tidak mendukung.

Solusinya Kiswanto melaksanakan pembelajaran luring. dia menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKPD) yang memiliki tujuan pembelajaran sama dengan pembelajaran daring.

“Penugasan untuk siswa yang mengikuti pembelajaran daring dan luring tujuannya sama. Hanya untuk penugasan belajar luring harus jelas dan mampu mendorong dan membimbing siswa menemukan konsep sendiri,” kata Kiswanto.

Jadi penugasannya bukan hanya mencatat ulang buku paket atau mengerjakan soal di buku paket, tetapi guru yang mengembangkan LKPD yang membuat siswa bisa belajar aktif.

Cara mendistribusikannya, siswa mengambil LKPD tersebut seminggu sekali di rumah kepala sekolah yang tidak jauh dari sekolah.

Setelah selesai, tugas tersebut dikumpulkan kembali ke rumah kepala sekolah dan diberikan umpan balik oleh Kiswanto.

Terkadang siswa yang tidak punya gawai, bisa bergabung dengan siswa yang rumahnya berdekatan dengan mengikuti protokol pencegahan covid-19.

Upaya yang dilakukan oleh Kiswanto, menurut Golda Eva Grace Simatupang, Spesialis Pelatihan Guru Program PINTAR Tanoto Foundation, merupakan praktik baik dalam mengelola pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“Walaupun berada di daerah pedesaan, Pak Kiswanto berhasil mengelola PJJ dengan prinsip MAU yaitu Mengondisikan, Aktifkan, dan Umpan Balik. Orang tua dan siswa di awal sudah dikondisikan untuk siap mengikuti PJJ. Siswa juga difasilitasi untuk belajar aktif dalam PJJ. Ada umpan balik dari guru, orang tua, dan siswa untuk terjadinya proses perbaikan belajar dari rumah,” kata Grace yang juga menjadi pembicara dalam webinar tersebut.

Yang juga bisa dipetik dari pengalaman Kiswanto, menurut Grace, PJJ bisa dilakukan walaupun guru baru belajar menggunakan perangkat teknologi.

“Pak Kiswanto dari belajar autodidak, ternyata bisa menggunakan aplikasi pembelajaran. Siswa yang tidak bisa mengakses internet, juga bisa difasilitasi untuk belajar aktif dan bermakna melalui LKPD yang dibuat sendiri oleh guru. Praktik baik ini perlu dicontoh,” kata Grace," pungkas Grace. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler