jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengungkapkan, masalah kekurangan guru sebenarnya tidak akan terjadi bila pemerintah konsisten melakukan rekrutmen tenaga pendidik.
Setiap tahunnya, ada guru PNS yang pensiun tetapi rekrutmen tidak dilakukan. Hasilnya, tenaga pendidik kurang dan daerah terpaksa merekrut guru honorer.
BACA JUGA: Gelombang Guru PNS Pensiun Bakal jadi Ancaman Serius, Jangan Anggap Sepele
"Kalau dipukul rata, memang kita kekurangan guru. Kekurangan guru ini akan membesar dalam lima tahun ke depan," kata Satriwan kepada JPNN.com, Senin (11/5).
Yang perlu dipertanyakan, bagaimana strategi pemerintah itu untuk mengantisipasi lonjakan kekurangan guru ini, misalnya untuk tahun 2022.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim Menyiapkan Strategi Baru, Para Guru Harus Tahu
Tahun 2022, ada 86.650 guru yang akan pensiun. Ini angka yang cukup besar. Kalau dibiarkan jumlahnya akan terus membesar sehingga bisa mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM).
Guru SMA salah satu sekolah swasta di Jakarta Timur ini mengatakan, masalah itu bisa diatasi bila pemerintah memaksimalkan alokasi untuk guru PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).
BACA JUGA: Tidak Sia-sia Jenderal Idham Azis Menunjuk Komjen Listyo Sigit, Top!
Selama ini pemerintah abai terhadap guru honorer K2 yang sudah lulus PPPK hasil rekrutmen Februari 2019.
"Sudah setahun lebih mereka terombang-ambing nasibnya kan. Ada 34.954 guru honorer K2 yang sudah tes PPPK 2019, tetapi sampai sekarang mereka belum ditempatkan. Belum ada SK dan belum ada apa-apa," ujarnya.
Di sisi lain pemerintah juga tahun lalu merekrut guru PNS. Mereka sudah ditempatkan dan digaji.
Nah ini kan ada perlakuan yang diskriminatif terhadap guru PPPK dengan guru PNS.
Padahal PPPK dan PNS sama-sama aparatur sipil negara (ASN). Sama-sama dites melalui ujian dari negara. Sayangnya ada perlakuan diskriminatif dari pemerintah.
"Sebenarnya solusi mengatasi kekurangan guru, yang pertama memaksimalkan penerimaan guru PPPK ini. Pemerintah harus konsisten membuka tiap tahun. Kemudian menempatkan mereka sehingga bisa menutupi kekurangan guru-guru itu," tuturnya.
Solusi kedua, lewat jalur PNS. PNS dan PPPK dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN punya kedudukan sama.
Keduanya sama-sama mendapatkan gaji setara. Pemerintah harus memaksimalkan ini, dengan menempatkan guru PNS di daerah-daerah yang kurang tenaga pendidiknya.
Apalagi guru PNS harus bersedia ditempatkan di mana saja termasuk wilayah 3T (terdepan, terisolir, terluar).
Solusi ketiga, pemerintah bisa memaksimalkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai kampus pencetak calon calon guru.
Itu bisa dimaksimalkan lewat penerimaan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) khususnya PPG prajabatan.
PPG prajabatan harus dialokasikan lebih sehingga nanti lulusan S1 yang sudah mengikuti PPG bisa mendapatkan sertifikat pendidik.
Dengan demikian berhak menjadi guru profesional karena sudah punya sertifikat pendidik.
Keempat, LPTK sebagai penyelenggara pendidikan profesi guru bisa membuat kebijakan mencetak guru berkualitas.
Apalagi sekarang Pendidikan Tinggi (Dikti) sudah bagian dari Kemendikbud. Jadi urusan koordinasi harmonisasi regulasi tidak ribet lagi karena rumahnya satu sekarang.
"LPTK bisa membuat program studi pendidikan guru bukan lagi berdasarkan mata pelajaran tunggal tetapi yang ganda. Jadi keahliannya guru ganda, multi subject teaching. Guru bisa mengajar 2 mata ajar. Namanya mayor minor, misalnya prodi PPKN, bisa juga mengajar sejarah," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad