Kisah Klinik Nikah yang Ajari Perempuan Agresif, tapi Tidak Murahan

Selasa, 21 Juni 2016 – 07:25 WIB
MAKCOMBLANG: Yosi Al Muzanni membantu mencarikan jodoh. FOTO: YOSI FOR JAWA POS RADAR MALANG

jpnn.com - Ada kabar gembira bagi orang yang ingin mendapatkan pasangan hidup. Di Kota Malang, ada sebuah Klinik Nikah yang sukses menjodohkan ratusan orang hingga berlanjut ke pelaminan. 

 

BACA JUGA: Pak Jokowi, Harga Sekilo Daging Sapi di Pekalongan Sudah Rp 120 ribu

BAHRUL MARZUKI, Malang 

---

BACA JUGA: Bawa Selingkuhan ke Pengadilan, Suami Dibogem Istri Sampai Pingsan

SEMASA menjadi takmir Masjid Ramadan di Perumahan Griya Shanta, Yosi Al Muzanni sukses mencarikan jodoh bagi tujuh temannya. Setelah itu, dia kebanjiran permintaan. Baik dari rekan yang masih jomblo maupun orang tua yang kebelet punya menantu. 

"Akhirnya, sekalian saya mendirikan Klinik Nikah ini," jelasnya.

BACA JUGA: Blaarr! Septic Tank Hotel Meledak, Ya Ampun...Dua Karyawan

Menurut Yosi, Klinik Nikah yang dirintis sekitar dua tahun lalu tersebut sebenarnya bukanlah sebuah biro jodoh. 

Kata dia, itu hanya merupakan sebuah tempat edukasi bagi mereka yang hendak menikah maupun sudah menikah. "Namun, bagi mereka yang belum memiliki pasangan, kami merasa bertanggung jawab untuk mencarikan," lanjut pria kelahiran 1987 tersebut.

Orang yang hendak ikut kelas di Klinik Nikah memang dibebaskan. Boleh yang sudah memiliki pasangan, baru putus cinta, belum memiliki pasangan, ataupun belum hendak ingin menikah sekalipun. "Hanya, kami batasi masalah umur, minimal harus 18 tahun," katanya.

Dalam Klinik Nikah, kelas dibuka tiga bulan sekali. Satu angkatan bisa mencapai 40 peserta. Mereka akan mengikuti 12 kali pertemuan. "Kalau di Malang, sejauh ini sudah ada enam angkatan," ungkap Yosi.

Mereka yang mendaftar dan mengikuti kelas tersebut akan mendapatkan beberapa materi terkait pernikahan. Mulai psikologi kekeluargaan, kesehatan pranikah, tahapan pemilihan jodoh, taaruf, khitbah (peminangan), mahar, administrasi KUA, fikih walimah, manajemen keuangan keluarga, fikih talak, rujuk, serta parenting pemantapan.

Mengapa semua itu perlu diajarkan? Menurut Yosi, pernikahan bukanlah sesuatu hal yang dibuat main-main. Itu terkait separo agama. "Orang untuk menjadi insinyur saja perlu belajar selama empat tahun, apalagi nikah," paparnya.

Dia melanjutkan, edukasi untuk pernikahan memang didapatkan pasangan yang hendak menikah. Namun, edukasi hanya singkat selama sehari di KUA. "Saya rasa itu sangat tidak cukup," ujar bapak dua anak tersebut.

Selama dua tahun, Yosi mengurus Klinik Nikah. Menurut dia, banyak peserta yang didominasi kaum perempuan. Jika di­bandingkan dengan laki-laki, 70 persen banding 30 persen. "Lebih banyak perempuan yang mencari jodoh," kata alumnus bahasa Arab Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Karena itu, akhirnya tidak terjadi keseimbangan di sini. Sebab, kenyataannya, banyak perempuan yang ngebet untuk menikah tapi tidak menemukan pasangan. 

"Jadi, saya sering woro-woro kepada teman-teman. Kalau ada pria yang belum menikah, di sini banyak perempuan yang siap," lanjut pria asal Magetan tersebut.

Perempuan yang siap menikah itu juga bukan perempuan biasa. Mulai strata pendidikan S1, S2, hingga S3. Semua jenjang ada. "Ada juga yang siap memberikan usaha kepada suaminya nanti," katanya.

Yosi mengungkapkan, yang dilakukan perempuan dalam mencari jodoh secara agresif itu sah-sah saja. Hal tersebut sebagaimana dicontohkan Siti Khadijah ketika meminang Nabi Muhammad SAW. "Di sini, saya mendidik agresif tapi tidak murahan," ungkap suami Ernawati Rahayu itu.

Tidak murahan, menurut dia, berarti tidak hanya menampilkan fisik semata. "Sebab, kalau gitu, biasanya dipacari, tapi tidak sampai dinikahi," jelasnya. (*/c2/lid/c5/ami) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ya Ampun, Gadis Loncat dari Jembatan, Bunuh Diri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler