Kisah Lajagiru, Bangsawan Bugis Kaya Membangun Masjid Nurul Jamaah

Sabtu, 03 Juni 2017 – 02:46 WIB
Kisah Lajagiru, Bangsawan Bugis Kaya Membangun Masjid Nurul Jamaah. Foto Fajar Online/JPNN.com

jpnn.com, MAKASSAR - Masjid Nurul Jamaah berdiri dengan megahnya. Tempat ibadah umat Islam ini menjadi saksi sejarah penyebaran agama yang terakhir diturunkan oleh Allah SWT di Makassar, Sulawesi Selatan.

Posisi Masjid Nurul Jamaah sangat strategis dan mudah dijumpah. Berada di pertigaan jalan antara Jalan Kandea dan Jalan Lamuru, Kota Makassar.

BACA JUGA: Bagaimana Hukumnya Berpuasa tapi Tidak Salat?

Namun dari catatan alamat tepatnya, berada di Jl. Kandea No.2, Bontoala Tua, Bontoala, Kota Makassar.

Masjid Nurul Jamaah, Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang dibangun bangsawan Bugis yang kaya, Lajagiru. Screenshot JPNN.com

BACA JUGA: Djarot Sidak Takjil di Pasar Benhil, Ini Hasilnya

Tampak dari depan, masjid ini sudah menarik perhatian. Ada banyak menara yang kubahnya berwarna emas.

Kemudian pada bagian depan atas masjid tertulis "Anno 1635".

BACA JUGA: Djarot Pastikan Makanan dan Takjil di Jakarta Sehat

Ini menunjukkan tahun dibangunnya masjid ini. Artinya, jika berhitung saat ini, maka usianya sudah mendekati 400 tahun.

Pengelola Masjid Nurul Jamaah Bontoala, Abdul Rahim Hamid kepada Fajar Online (Jawa Pos Group) mengatakan, masjid ini diyakini dibangun seorang bangsawan bugis kaya raya. Namanya, Lajagiru.

Hal tersebut kata dia didasarkan pada bukti makam Lajagiru bersama keluarganya yang tepat berada di samping masjid tersebut.

Meskipun, tidak ada petunjuk yang lebih jauh tentang keberadaan masjid ini. Namun, dengan berbagai penelusuran yang dilakukan, termasuk cerita dari waktu ke waktu, maka merujuk pada Lajagiru.

Ini karena memang telah banyak perubahan dari masjid ini. Bahkan sudah cenderung ke arsitektur modern.

Menurutnya, tak satu pun dari arsitektur lama yang bertahan dari masjid tua ini. Semuanya sudah banyak perubahan dan diyakini bukan lagi bahan aslinya.

Tentu saja dengan mengacu pada bahan yang tersedia berdasarkan dengan tulisan yang menjadi penanda awal berdirinya.

Jika melihat ruangan dalam masjid, juga sudah tidak lagi menunjukkan tanda-tanda adanya karakteristik lama.

Saat ini, setiap sisinya lebih banyak dihiasi tulisan-tulisan kaligrafi modern sama halnya dengan masjid lain pada umumnya.

Hanya saja, dari sisi desainnya, kata Rahim, sangat mirip dengan masjid Persia dengan dikolaborasi masjid-masjid di Madinah.

Kendati pada awalnya, hanya sebuah surau. Saat itu, lokasi masjid ini masih berupa desa yang dikelilingi persawahan. (fo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenang, Sarana dan Prasarana Arus Mudik Sudah Capai 80 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler