jpnn.com - jpnn.com - Suara bising mesin las terdengar dari sebuah bengkel kecil di tepi jalan di Kelurahan Karang Taliwang, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Ferial Ayu, MATARAM
BACA JUGA: Lulus Kuliah Jangan Bingung Meniti Karier
Lokasinya hanya beberapa ratus meter dari perempatan lampu merah.
Di bengkel itu terpampang aneka figur hiasan yang terbuat dari kayu. Bentuknya unik, begitupun dengan lukisan yang terpampang dalam figur tersebut.
BACA JUGA: Rakyat Resah Karena Harga Pada Naik, Ke Mana Mahasiswa?
Figur ini banyak ditemuan di berbagai tempat. Khususnya kafe, rumah makan, dan babershop. Tentunya dengan style yang berbeda-beda namun terlihat indah.
“Maaf saya kelihatan sedikit berantakan,” ujar Abdul Gani, seorang pemuda, pemilik bengkel las tersebut menyambut Lombok Post (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Leher Mahasiswa Diikat, Dada Ditusuk Pisau Dapur
Rupanya ia tengah mengerjakan sebuah order dari salah seorang costumer. Bercak hitam, sisa pengelasan masih menempel di wajahnya.
Perlahan ia pun membersihkan bercak tersebut dan memulai perbincangan.
Gani, sapaan akrabnya. Pria 22 tahun ini telah merintis usaha bengkel las dan pembuatan figur kayu hiasan ini sejak empat setengah tahun yang lalu.
Semua berawal dari kejeliannya melihat peluang di pasaran. “Waktu itu saya lihat peluang bagus,” ujarnya.
Awalnya usaha tersebut masih kecil-kecilan. Hanya sebuah bengkel las kecil. Namun melihat peluang besar, ia pun mulai terjun ke usaha figur hiasan kayu.
Hasil karya pertamanya merupakan sebuah rombong kayu untuk berjualan es atau kopi. “Saya posting di instagram dan mendapat respon yang bagus juga,” akunya.
Order pertama yang ia terima berupa hiasan distro. Setelah itu disusul orderan dari babershop dan kafe. Ia menggunakan kayu sebagai bahan dasar.
“Tapi tanpa mengesampingkan fungsi bengkel las itu sendiri,” sambung mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Unram itu.
Tak hanya figur hiasan kayu, ia juga melayani pembuatan gerobak dagang dan food truck. Gerobak dagang ini yang paling banyak diminati. Sebab memiliki karakter sendiri dan khas bengkel Ganiz Karya Indah miliknya.
Waktu pengerjaannya pun tak memakan waktu lama. Satu gerobak bisa diselesaikan dalam waktu dua hingga tiga minggu. Sesuai dengan konsep yang diinginkan pelanggan.
Ada tiga konsep yang ditawarkan. Yakni rustic, industrial, dan modern. Namun rustic lebih banyak diminati. Sebab penggunaan bahan lebih murah, yakni merubah barang bekas menjadi baru.
“Tergantung konsep jualan mereka juga, apakah mau jualan es, kopi, atau lainnya,” jelas pemuda asal Udayana tersebut.
Untuk membuat karyanya, Gani menggunakan kayu palet. Pemilihan kayu pun sangat teliti. Ia memilih kayu dengan urat yang terbaik. Sebab hal ini akan menentukan hasil serta lukisan yang akan dibuat di atasnya.
“Kayu polosan juga bisa namun dipermanis dengan lukisan agar bagus,” lanjutnya.
Membuat gerobak maupun figura tidak lah mudah. Kesulitan justru terletak pada lukisan. Melukis di atas kayu sangat berbeda dengan melukis di atas kertas atau kain.
Jika terjadi kesalahan tidak dapat dihapus, namun harus digerinda. Setiap kayu pun memiliki warna yang berbeda. Sehingga ia harus lebih berhati-hati saat melukis.
“Lukisannya masih kita buat secara manual atau handmade,” pungkasnya.
Sebab itu ia tidak sembarangan dalam pemilihan bahan. Untuk besi, ia sudah memiliki langganan sendiri.
Sementara untuk kayu, ia mengambil langsung dari beberapa gudang, yakni di gudang Sweta dan Gerung. Kayu yang digunakan mulai dari kayu jati, mahoni, dan lainnya.
Harga karyanya tersebut pun bervariasi. Tergantung tingkat kesulitan lukisan yang dibuat. Mulai dari yang biasa seharga Rp 2,5 juta hingga Rp 15 juta.
Sementara untuk figur hiasan kayu mulai seharga Rp 90 ribu hingga Rp 200 ribu.
Namun ia mengaku, karya dengan rustic style paling banyak diminati. Sebab menggunakan kayu bekas yang disulap menjadi baru. Bayak pelanggan yang ingin dibuatkan dengan kayu murah yang diubah menjadi bagus.
“Jadi ada costumer yang mau pake kayu murah tapi hasilnya bagus,” tandasnya.
Selain itu ia juga membuat karya dengan menggabungkan antara kayu palet dengan kayu bagus lainnya.
Seperti salah satu food truck yang tengah ia kerjakan menggunakan palet sebagai background dan kayu jati sebagai pemanis. “Jadi tergantung keinginan pelanggan,” akunya.
Tak mudah bagi Gani untuk merintis usaha ini. Sebelum memiliki bengkel las dan figur hiasan kayu, ia telah melakukan beragam usaha. Awalnya, ia merintis usaha jualan jus.
Saat itu hanya memiliki modal Rp 500 ribu. Dengan modal seadanya ia berusaha memiliki gerobak dan blender sendiri untuk berjualan. Ia pun mengumpulkan bahan bekas.
Ia kemudian membuat gerobak sendiri yang ia beri warna merah putih, dan berjualan di Pagesangan.
“Saya masih ingat saat itu saya hanya memiliki empat renteng Pop Ice dan dua bungkus rokok,” tuturnya.
Di hari pertama jualan, ia hanya mendapatkan uang Rp 40 ribu. Hal ini membuat ibunya sedikit kesal dan memintanya berhenti. Namun tekadnya yang kuat membuatnya tidak menyerah.
Gani tetap memilih berjualan. Hasilnya tidak menghianati usahanya. Setiap hari hasil jualannya meningkat hingga akhirnya ia menghasilkan Rp 500 ribu per hari.
Namun ia mulai berpikir untuk meningkatkan usahanya. Ia pun membuka usaha lumpia, es buah hingga es pisang hijau.
“Sebelum kuliah saya buat dan dipasarkan ke sekolah. Sayangnya itu juga tidak jalan,” sambungnya.
Melihat usahanya yang mulai menurun, Gani akhirnya memutuskan untuk membuka usaha lain. Usaha tersebut berhubungan dengan kuliah yang sedang ia tempuh.
Kebetulan, ia pun dipertemukan dengan salah satu temannya yang memiliki bengkel las. “Saat itu saya belum punya bengkel las,” pungkasnya.
Saat itu ia bekerja sama dengan rekannya tersebut. Ia bertugas untuk mencari order las untuk bengkel tersebut. Namun ternyata kemistri keduanya tidak bisa disatukan. Ia pun memutuskan untuk berhenti.
Hingga suatu saat ketika ia pulang kuliah, ia menemukan sebuah bengkel las. Ia pun belajar di bengkel tersebut. Oleh pemiliknya ia diberikan buku panduan serta diajar semua hal terkait perbengkelan.
“Keesokan hari, saya dapat orderan senilai tujuh juta dan mendapat upah Rp 250 ribu dari order tersebut,” tandasnya.
Setelah merasa mahir, ia pun memutuskan membuka usaha bengkel sendiri. Ia meminjam uang pada orang tua Rp 2,5 juta.
Uang tersebut dijadikan modal untuk membeli peralatan las, gerinda, bor, obeng dan tang.
“Setelah orderan jadi, uang Rp 2,5 juta itu saya kembalikan pada ibu,” tukasnya.
Setelah itu, ia kembali mendapat orderan yang nilainya lebih besar dari sebelumnya. Hal tersebut terus berlanjut hingga saat ini.
Tak hanya las besi, ia juga melayani pembuatan gerobak dan food truck untuk berjualan. (*/r3)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Situ Mahasiswa? Jangan Terprovokasi SARA!
Redaktur & Reporter : Soetomo