JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD tampaknya tak pernah menyangka dirinya akan berada di Jakarta dan menjadi seorang tokoh negarawan yang dihormati dan disegani publik. Dari buku biografinya "Mahfud MD, Terus Mengalir" karya Rita Triana Budiarti, kisah hidup pria Madura itu pun terurai.
Dari buku setebal 614 halaman ini, tertulis bahwa Mahfud yang dulunya adalah seorang Pembantu Rektor I di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tidak pernah terbersit pikiran untuk merintis karier di Jakarta hingga ia bertemu seorang pria berkebangsaan India.
Pria India itu bukan siapa-siapa yang dikenalinya, kata Mahfud, di buku itu. Ia datang dan bersikeras untuk bertemu Rektor UII. Hanya saja saat itu, orang yang dicari tak ada. Mahfudlah yang kemudian menemui pria asing itu.
Baru melihat Mahfud, pria itu langsung berkata "Oh bapak! Saya sama bapak saja. Bapak ini punya aura" kata orang itu.
Mahfud sebenarnya tak percaya pada hal semacam itu. Tetapi karena tak ingin menyinggung tamu itu, ia pun bersikap pura-pura percaya. Dipersilakan pula pria itu masuk dan duduk di ruangannya. Pria itu lalu mengambil telapak tangan Mahfud dan berkata "Bapak ini sebentar lagi mau pindah ke Jakarta," ungkapnya
"Ah, gimana saya mau pindah ke Jakarta, saya kan sudah menetap di sini. SK saya pegawai negeri sipil di sini," kata Mahfud menepis ramalan itu.
"Tidak, Bapak diperlukan oleh negara, Bapak mau pindah ke Jakarta," sambungnya. "Ini sebentar lagi, minggu ketiga bapak akan dapat kejutan promosi," jelas orang itu.
Mahfud pun penasaran dan bertanya lagi. Tetapi pria itu kembali menegaskan bahwa apa yang dikatakannya akan terjadi. Meski bingung dan tak percaya ia tetap mengucapkan terimakasih. Pria itu pun tahu Mahfud tak sepenuhnya percaya. Ia lalu mengambil selembar kerta disobek menjadi dua bagian. Selembar disimpan untuknya dan selembar lagi untuk Mahfud.
"Bapak mohon menulis di sini warna kesukaan bapak," perintahnya. Mahfud sebenarnya bingung karena merasa tak punya warna kesukaan. Tapi karena ia dulu mendukung Partai Amanat Nasional (PAN) ia pun menulis warna biru.
Ternyata yang Mahfud tuliskan, sama juga dengan yang ditulis pria itu di kertasnya. Lagi-lagi Mahfud tak percaya. Pria itu pun tak memaksa. Ia justru mengeluarkan sebuah batu kecil berwarna hijau sebesar satu ruas kelingking. Diberikan pada Mahfud. Batu itu diakui berasal dari Sungai Gangga di India.
"Bapak pegang saja, nanti suatu saat diperlukan, mungkin bapak ingat saya," ujar pria misterius itu sambil meninggalkan Mahfud yang masih dalam kebingungan dan tak percaya dengan batu itu. Karena tak percaya ia pun membuang batu itu.
Usai pertemuan itu, satu persatu berita gembira menghampiri Mahfud, ia ditelepon Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud saat itu yang mengabari bahwa SK Guru Besar untuk Mahfud telah disetujui. Sebuah prestasi gemilang dari seorang lektor muda menjadi guru besar. Ia senang bukan main. Sempat ia teringat pada orang India itu.
Tak lama setelah itu, Desember 1999, Mahfud ditelepon oleh Hasballah rekannya di PAN yang Menteri Negara Urusan HAM waktu itu. Hasballah memintanya menjadi Staf Ahli di Bidang Peraturan Perundangan HAM. Mahfud yang kaget langsung bersedia dengan tawaran itu. Dua ramalan orang India itu terbukti.
Mahfud yang penasaran langsung membongkar tong sampah di kantornya untuk mencari batu pemberian pria misterius itu. Sayangnya, tak ia temukan lagi batu itu. Dalam buku ini, Mahfud sempat merasa agak berdosa karena tidak percaya pada ramalan orang itu. Namun, sejak peristiwa itu pula menjadi pintu awal karier Mahfud di Jakarta. Dari menjadi Menteri Pertahanan di era Gus Dur hingga terakhir menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Namanya melejit dan kini bahkan sudah mulai dilirik untuk menjadi Calon Presiden di Pemilu tahun 2014.
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung yang sudah membaca biografi Mahfud ini tak kuasa menahan tawanya mengingat Mahfud yang mengorek bak sampah mencari batu dari pria India itu. Saat hadir dalam diskusi dan launching buku itu di Gedung MK, Jakarta, Senin (4/3), Pramono juga menunjukkan kekagumannya pada Mahfud yang berjuang sejak dulu hingga ke posisinya saat ini.
Pramono mengatakan, bisa jadi batu itu juga yang akan membawa Mahfud untuk menjadi Capres di Pilpres 2014.
"Batu itu sepertinya ada hubungan dan Pak Mahfud MD di pencalonan 2014. Apalagi sampai cari-cari batu itu tong sampah. Sampai hari ini belum ketemu. Pak Mahfud kalau sampai ketemu batunya, dicari dapat, siapa tahu orang tidak pernah menyangka presiden republik ini ada yang selalu jauh-jauh hari mempersiapkan diri. Coba pak Mahfud cari tahulah, siapa tahu masih tersimpan batu itu," kata Pramono seolah memberi sinyal dukungannya untuk Mahfud.
Dukungan untuk Mahfud menjadi Presiden juga diungkap Budayawan Emha Ainun Najib. Ia mengaku sosok pimpinan seperti Mahfud bisa saja menjadi Presiden 2014 nanti. Hal ini karena, kata dia, Indonesia tidak hanya butuh seorang kepala negara yang bersifat politis semata tapi juga sosok negarawan.
"Kalau tidak ada perubahan dinamaika politik ke depan, Pak Mahfud bisa jadi Presiden 2014 nanti," kata Emha Ainun dan disambut sorak para tamu undangan. Sementara itu, Mahfud hanya tersenyum dan sesekali tertawa mendengar kelakar dari politisi dan budayawan itu.
Mahfud senang bukunya itu bisa ditulis Rita dengan sangat bagus menurutnya. Rita, kata dia, mencari data dan konfirmasi sendiri atas kisah yang Mahfud ceritakan padanya. Meski mengomentari buku itu, Mahfud enggan mengomentari wacana pencalonan dirinya menjadi Presiden di Pemilu nanti.
"Gaya penulisannya bagus. Risetnya mendalam. Rita sampai ke sekolah saya, sampai ke kampung saya waktu kecil sampai menemui orang yang puluhan tahun saya tidak bertemu dan semuanya dimuat," kata Mahfud kagum.(flo/jpnn)
Dari buku setebal 614 halaman ini, tertulis bahwa Mahfud yang dulunya adalah seorang Pembantu Rektor I di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tidak pernah terbersit pikiran untuk merintis karier di Jakarta hingga ia bertemu seorang pria berkebangsaan India.
Pria India itu bukan siapa-siapa yang dikenalinya, kata Mahfud, di buku itu. Ia datang dan bersikeras untuk bertemu Rektor UII. Hanya saja saat itu, orang yang dicari tak ada. Mahfudlah yang kemudian menemui pria asing itu.
Baru melihat Mahfud, pria itu langsung berkata "Oh bapak! Saya sama bapak saja. Bapak ini punya aura" kata orang itu.
Mahfud sebenarnya tak percaya pada hal semacam itu. Tetapi karena tak ingin menyinggung tamu itu, ia pun bersikap pura-pura percaya. Dipersilakan pula pria itu masuk dan duduk di ruangannya. Pria itu lalu mengambil telapak tangan Mahfud dan berkata "Bapak ini sebentar lagi mau pindah ke Jakarta," ungkapnya
"Ah, gimana saya mau pindah ke Jakarta, saya kan sudah menetap di sini. SK saya pegawai negeri sipil di sini," kata Mahfud menepis ramalan itu.
"Tidak, Bapak diperlukan oleh negara, Bapak mau pindah ke Jakarta," sambungnya. "Ini sebentar lagi, minggu ketiga bapak akan dapat kejutan promosi," jelas orang itu.
Mahfud pun penasaran dan bertanya lagi. Tetapi pria itu kembali menegaskan bahwa apa yang dikatakannya akan terjadi. Meski bingung dan tak percaya ia tetap mengucapkan terimakasih. Pria itu pun tahu Mahfud tak sepenuhnya percaya. Ia lalu mengambil selembar kerta disobek menjadi dua bagian. Selembar disimpan untuknya dan selembar lagi untuk Mahfud.
"Bapak mohon menulis di sini warna kesukaan bapak," perintahnya. Mahfud sebenarnya bingung karena merasa tak punya warna kesukaan. Tapi karena ia dulu mendukung Partai Amanat Nasional (PAN) ia pun menulis warna biru.
Ternyata yang Mahfud tuliskan, sama juga dengan yang ditulis pria itu di kertasnya. Lagi-lagi Mahfud tak percaya. Pria itu pun tak memaksa. Ia justru mengeluarkan sebuah batu kecil berwarna hijau sebesar satu ruas kelingking. Diberikan pada Mahfud. Batu itu diakui berasal dari Sungai Gangga di India.
"Bapak pegang saja, nanti suatu saat diperlukan, mungkin bapak ingat saya," ujar pria misterius itu sambil meninggalkan Mahfud yang masih dalam kebingungan dan tak percaya dengan batu itu. Karena tak percaya ia pun membuang batu itu.
Usai pertemuan itu, satu persatu berita gembira menghampiri Mahfud, ia ditelepon Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud saat itu yang mengabari bahwa SK Guru Besar untuk Mahfud telah disetujui. Sebuah prestasi gemilang dari seorang lektor muda menjadi guru besar. Ia senang bukan main. Sempat ia teringat pada orang India itu.
Tak lama setelah itu, Desember 1999, Mahfud ditelepon oleh Hasballah rekannya di PAN yang Menteri Negara Urusan HAM waktu itu. Hasballah memintanya menjadi Staf Ahli di Bidang Peraturan Perundangan HAM. Mahfud yang kaget langsung bersedia dengan tawaran itu. Dua ramalan orang India itu terbukti.
Mahfud yang penasaran langsung membongkar tong sampah di kantornya untuk mencari batu pemberian pria misterius itu. Sayangnya, tak ia temukan lagi batu itu. Dalam buku ini, Mahfud sempat merasa agak berdosa karena tidak percaya pada ramalan orang itu. Namun, sejak peristiwa itu pula menjadi pintu awal karier Mahfud di Jakarta. Dari menjadi Menteri Pertahanan di era Gus Dur hingga terakhir menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Namanya melejit dan kini bahkan sudah mulai dilirik untuk menjadi Calon Presiden di Pemilu tahun 2014.
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung yang sudah membaca biografi Mahfud ini tak kuasa menahan tawanya mengingat Mahfud yang mengorek bak sampah mencari batu dari pria India itu. Saat hadir dalam diskusi dan launching buku itu di Gedung MK, Jakarta, Senin (4/3), Pramono juga menunjukkan kekagumannya pada Mahfud yang berjuang sejak dulu hingga ke posisinya saat ini.
Pramono mengatakan, bisa jadi batu itu juga yang akan membawa Mahfud untuk menjadi Capres di Pilpres 2014.
"Batu itu sepertinya ada hubungan dan Pak Mahfud MD di pencalonan 2014. Apalagi sampai cari-cari batu itu tong sampah. Sampai hari ini belum ketemu. Pak Mahfud kalau sampai ketemu batunya, dicari dapat, siapa tahu orang tidak pernah menyangka presiden republik ini ada yang selalu jauh-jauh hari mempersiapkan diri. Coba pak Mahfud cari tahulah, siapa tahu masih tersimpan batu itu," kata Pramono seolah memberi sinyal dukungannya untuk Mahfud.
Dukungan untuk Mahfud menjadi Presiden juga diungkap Budayawan Emha Ainun Najib. Ia mengaku sosok pimpinan seperti Mahfud bisa saja menjadi Presiden 2014 nanti. Hal ini karena, kata dia, Indonesia tidak hanya butuh seorang kepala negara yang bersifat politis semata tapi juga sosok negarawan.
"Kalau tidak ada perubahan dinamaika politik ke depan, Pak Mahfud bisa jadi Presiden 2014 nanti," kata Emha Ainun dan disambut sorak para tamu undangan. Sementara itu, Mahfud hanya tersenyum dan sesekali tertawa mendengar kelakar dari politisi dan budayawan itu.
Mahfud senang bukunya itu bisa ditulis Rita dengan sangat bagus menurutnya. Rita, kata dia, mencari data dan konfirmasi sendiri atas kisah yang Mahfud ceritakan padanya. Meski mengomentari buku itu, Mahfud enggan mengomentari wacana pencalonan dirinya menjadi Presiden di Pemilu nanti.
"Gaya penulisannya bagus. Risetnya mendalam. Rita sampai ke sekolah saya, sampai ke kampung saya waktu kecil sampai menemui orang yang puluhan tahun saya tidak bertemu dan semuanya dimuat," kata Mahfud kagum.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya Diperiksa Satu Jam, Choel Ngaku Kembalikan Uang
Redaktur : Tim Redaksi