Kisah Mahpuduah Sukses Berbisnis Seusai Kena PHK Sangat Menginspirasi

Minggu, 22 Mei 2022 – 13:20 WIB
Choirul Mahpuduah (53 tahun) sukses membangun komunitas usaha Kampung Kue di Surabaya, Jawa Timur. Foto: BRI

jpnn.com, JAKARTA - Choirul Mahpuduah (53 tahun) sukses membangun komunitas usaha Kampung Kue di Surabaya, Jawa Timur.

Kerja keras dan keinginan untuk berubah telah membawanya menjadi pebisnis sukses.

BACA JUGA: Bangun 2 Infrastruktur Ketenagalistrikan, PLN Tingkatkan Pasokan Listrik di Kawasan Bisnis Jakarta

Prinsip bahwa kesuksesan tidak pernah mengenal latar belakang dan etiap orang berhak untuk meraih kesuksesan sepanjang mau bekerja keras kini membuahkan hasil.

Sebelumnya, Mahpuduah pernah bekerja sebagai buruh pabrik. Namun, seusai kena PHK dia memilih untuk mendirikan komunitas usaha perempuan di kampungnya.

BACA JUGA: Kisah Perjuangan Luther Melistriki Pulau Alor, Kapal Nyaris Terbalik

Di dalam komunitas ini terdapat beberapa unit usaha termasuk usaha kue milik Mahpuduah. Dia menyebut “Kampung Kue” merupakan paguyuban yang anggotanya terdiri dari 63 orang pengusaha kue.

“Kampung kue saya gagas mulai 2005, saya melihat 2005 itu banyak ibu-ibu di kampung saya kalo pagi-pagi sudah menganggur atau merumpi tidak melakukan kegiatan yang produktif. Kalau siang sebagian dari mereka dikejar-kejar rentenir,” katanya.

BACA JUGA: Bamsoet Ungkap Kisah Prajurit Kopassus di Era Prabowo Mendaki Puncak Everest

Mahpuduah pun berpikir, untuk membuat komunitas “Kampung Kue” di Rungkut Lor Gang 2 RT 04 RW 05 Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

Dia berharap ibu-ibu di sana menjadi produktif.

Mahpuduah menuturkan sebelum mendirikan komunitas, perempuan berusia 53 tahun ini terlebih dahulu melakukan pengamatan kecil-kecilan.

Warga setempat pada 1970-an dikenal sebagai produsen pakaian dalam laki-laki dan perempuan. Kemudian, ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 sebagian ada yang memproduksi kue. Tapi saat itu tidak terlalu berdampak besar apalagi dampaknya terhadap masyarakat lingkungan sekitar.

Akhirnya Mahpuduah, mencoba mengembangkan potensi yang pertama yaitu mengembalikan kejayaan Rungkut Lor Gang 2 dengan membuka usaha sulam pita. Tetapi, usaha itu tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian ibu-ibu.

Menurutnya, dengan membangun komunitas usaha bisa mengangkat martabat perempuan menjadi pribadi yang lebih produktif, khususnya bagi ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 yang sebelumnya menganggur.

Di samping itu, ada sebagian ibu-ibu yang menolak didirikannya komunitas. Namun, dia menganggap hal tersebut merupakan hal yang lumrah. Berbekal tekad yang kuat, akhirnya pada 2005 resmi berdiri komunitas “Kampung Kue” yang di dalamnya terdiri dari 63 pengusaha kue, baik kue basah dan kering.

“Dari situ saya mengajak ibu-ibu pelatihan bikin kue sebisa saya. Kemudian lama-kelamaan kita punya jaringan dengan LSM-LSM perempuan, serikat buruh dan dinas-dinas dengan perusahaan perusahaan swasta, BUMN, universitas dan para mahasiswa yang akhirnya membuat nama kampung kue semakin dikenal,” ujarnya.

Mahpuduah bercerita saat awal mendirikan komunitas Kampung Kue dia dihadapkan dengan kesulitan pembiayaan. Saat itu, semua pendanaan masih keluar dari kantong pribadi Mahpuduah.

Kemudian, dia sadar bahwa diperlukan urunan dana dari anggota. Terkumpulah dana sebanyak Rp 150 ribu yang berasal dari 3 orang anggota komunitas Kampung Kue. Dana tersebut digunakan untuk simpan pinjam anggota jika memerlukan dana untuk membuat kue.

Seiring berjalannya waktu, anggota komunitas terus bertambah, dari 10 orang menjadi 15 orang, seterusnya hingga kini ada 63 orang.

Setiap anggota diarahkan untuk memiliki simpanan pokok Rp 50 ribu dan simpanan sukarela disesuaikan dengan kemampuan anggota, sementara simpanan wajibnya Rp 10 ribu per bulan.

“Saat pertama kali berdiri komunitasnya kesulitan dalam pendanaan. Tapi setelah semua perusahaan swasta, BUMN, pemerintah, akademisi mengenal kampung kue, akses permodalan pun menjadi lebih mudah termasuk dengan BRI,” ujarnya.

Sebelum pandemi perputaran uang per hari dalam komunitas Kampung Kue mampu mencapai Rp 20 juta per hari. Namun, ketika pandemi hanya 10 persennya. Sekitar bulan Juli 2021 ekonomi semakin membaik, akhirnya di tahun 2022 ini Kampung Kue bisa bangkit kembali.

Mahpuduah menjelaskan memang penghasilan setiap anggota berbeda-beda karena pengelolaannya diserahkan ke masing-masing individu. Tetapi dengan banyaknya jumlah anggota, dan karakter bisnisnya ibu-ibu itu berbeda-beda, ada yang mempekerjakan karyawan bahkan ada juga yang masih memanfaatkan anggota keluarganya masing-masing untuk membantu membuat kue.

Produk kue yang dihasilkan komunitasnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kue basah dan kue kering.

Dia menjelaskan untuk Kue basah ada dadar mawar, pisang coklat, dadar gulung, lumpur, pandan fla, puding, onde-onde, muffin, apem, terang bulan, pastel, risoles, pie susu, pie apel, pie susu keju, donat dan masih banyak lainnya. Sementara, produk kue kering terdiri dari Almond Crispy, kacang, dan Cheese stick. Untuk harga, Kampung Kue mematok di kisaran Rp 1.500 – Rp 4.500 untuk kue basah. Sementara kue kering mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 70 ribu.

“Ada Kue-kue basah tetapi ada juga kue-kue kering yang dihasilkan di kampung kue, dan bisa menjadi oleh-oleh khas Surabaya misalnya almond crispy yang saya produksi itu sudah bisa dijual bisa menembus pasar Singapura melalui Bank Indonesia,” katanya.

Sebab kue kering itu sifatnya tahan lama dibanding kue basah, sehingga penjualannya bisa sampai ke luar negeri, dan penjualannya hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Seperti ke Jakarta, Kalimantan, Bogor, Batam, Mataram, dan Bali. Tak hanya penjualan offline, komunitas Kampung Kue juga menjual berbagai produknya secara online, baik melalui media sosial seperti facebook, Instagram, dan WhatsApp. Anggota komunitas juga sudah mengikuti kelas-kelas digital marketing.

Mahpuduah mengatakan hampir semua anggota komunitas Kampung Kue adalah nasabah BRI. Akhirnya begitu mantri BRI datang dan mereka tertarik dengan kegiatan Kampung Kue, hingga memutuskan menyalurkan bantuan berupa sarana dan prasarana pada 2021.

“Seperti tenda, celemek, meja, baju, topi, dan pameran-pameran kita diajak BRI untuk mempromosikan produk Kampung Kue. Kami tidak dapat bantuan uang, tapi sarana dan prasarana dalam bentuk barang yang bisa kita manfaatkan,” ungkapnya.

Kata dia, pada 8 Februari 2022 kemarin Kampung Kue telah diresmikan oleh Wali Kota Surabaya sebagai Kampung Wisata Kuliner, dan edukasi.

Apa yang diberikan BRI sangat bermanfaat, karena meja dan tendanya bisa dipakai untuk berjualan. Sementara, untuk bantuan bentuk uang lebih ke KUR. Para anggota komunitas Kampung Kue menjadi lebih mudah mendapatkan pinjaman dari BRI.

“Selama kita bekerja sama dengan banyak pihak kita lebih mengutamakan kerjasama bantuan sarana dan prasarana, pelatihan-pelatihan, digital marketing, hingga food photography. BRI juga mengajak kita untuk ikut Bazaar Ramadhan di Maspion Square. Menurut saya BRI telah memudahkan ibu-ibu membuka usaha,” pungkas Mahpuduah. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
PHK   berbisnis   Kampung Kue   BRI   KUR   Rentenir  

Terpopuler