Kisah Musyiri, Keliling Jualan Buah agar Anak Bisa Sekolah

Senin, 15 April 2019 – 00:06 WIB
Musyiri beristirahat sambil menikmati semilir angin usai berkeliling menjajakkan buah yang dijualnya, Kamis (11/4). Foto: YUYUN/LOMBOK POST/JPNN.com

jpnn.com - Musyiri sangat yakin bahwa Tuhan telah mengatur rezeki setiap umatnya. Hal itu yang membuat Musyiri bersemangat menjalani hari-harinya. Selain itu, ada satu penyemangat lain. Apa itu? berikut laporannya.

YUYUN ERMA KUTARI, Mataram

BACA JUGA: Rela Kurangi Jatah Makan Demi Sekolah Anak

Peluh keringat dipelipisnya terlihat mengucur deras. Sesekali, ia mengusapnya dengan sehelai kain yang setia menggantung di lehernya.

Setelah itu, Musyiri meneguk air dalam botol kemasan yang sedari tadi erat menempel di salah satu tangannya. Sejurus kemudian, ia merapikan beberapa jenis buah yang ia bawa dalam keranjang.

Warga Desa Bajur, Kecamatan Labuapi, Mataram, NTB ini sudah puluhan tahun menjadi penjual buah keliling di Kota Mataram. Mulai dari pisang, pepaya, rambutan, jambu biji, dan masih banyak jenis buah-buahan yang lain. “Alhamdulillah bisa ada pemasukan,” katanya.

Pria 60 tahun ini biasanya keliling untuk menjajakkan dagangannya sejak pukul 09.00 Wita sampai Pukul 17.00 Wita.

BACA JUGA: Kisah Edgar, Sejak TK Hobi Games, Juara Olimpiade Matematika, Tembus Harvard University

Sehari-hari, ia berjalan kaki dari rumahnya. Sekali waktu, ketika badannya kurang sehat, Musyiri memilih naik bemo atau naik ojek dan turun di sebelah Bank BTN di Jalan Pejanggik. Kemudian dilanjutkan berkeliling ke sekitar daerah itu. “Kadang pulangnya naik ojek lagi,” kata dia

Penghasilan yang ia dapatkan memang tidak seberapa, dibandingkan lelah yang menderanya. Dalam sehari, rata-rata ia bisa membawa pulang uang keuntungan Rp 50 ribu. Kalau ramai, bisa Rp 100 ribu. “Semuanya saya syukuri,” terangnya.

Buah yang dijualnya diambil dari Sesaot. “Sedihnya kalau buah itu busuk. Kan nggak bisa kita jual lagi, kadang-kadang saya makan yang bagian masih bagus, ada rugi sih karena nggak kejual, tetapi anggap saja belum rezeki,” jelasnya.

Mengais rezeki di Kota Mataram bermodalkan dua keranjang yang ia pikul setiap hari, memang tidak mudah. Terik matahari tidak bisa dianggap remeh. Maka tak jarang, karena usianya yang sudah kepala enam, ia sering dihinggapi rasa nyeri otot atau kelelahan.

Tetapi sebisa mungkin, Musyiri tidak ingin menyerah begitu saja. Ada istri dan enam orang anak yang harus ia nafkahi. “Ada tiga yang sudah nikah, tiganya lagi masih sekolah,” terangnya.

BACA JUGA: Diovani, si Bocah Jualan Gorengan demi Biaya Pengobatan Adiknya

Meski penghasilannya tak seberapa, tapi Musyiri tetap ingin bertahan menjadi penjual buah keliling. Itu dilakukan agar anak-anaknya bisa sekolah. Minimal bisa menyelesaikan jenjang pendidikan SMA.

"Saya tidak mau mereka seperti saya, tidak pernah mengenyam pendidikan formal sejak kecil,” ungkapnya. (*/r3)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler